Home / Romansa / Ternyata Bosku Mantanku / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Ternyata Bosku Mantanku: Chapter 81 - Chapter 90

108 Chapters

Bab 81. Rencana yang Diketahui Galih 

Bintang tak henti menangis di kala dokter melakukan pemeriksaan pada Bima. Rasa takut membentang di dalam diri bercampur dengan merutuki kebodohan dalam dirinya sendiri. Hal yang paling dirinya benci adalah dirinya begitu ceroboh sampai tak bisa menjaga dengan baik putranya sendiri. “Bima?” Bara menerobos masuk, dan langsung menatap Bintang yang kini menangis cukup keras. Bintang menoleh, menatap rapuh Bara. “Bara, maafkan aku.” “Kenapa dengan Bima?” tanya Bara yang meminta penjelasan. Bintang hanya terisak sesenggukan, tak mampu menjawab pertanyaan Bara. Sementara Bara tentu dilanda kebingungan bercampur dengan panik, karena Bintang tak menjawab. Namun, tampaknya Bara tak mau menyudutkan. Pria itu malah kini menarik Bintang—membawa wanita itu masuk ke dalam pelukannya. “Maafin aku nggak becus jaga Bima,” isak Bintang sesenggukan dalam pelukan Bara. Bara terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Bintang. Pria itu tak ingin menyudutkan Bintang dalam kondisi seperti ini. Meski dir
last updateLast Updated : 2025-02-24
Read more

Bab 82. Kemarahan Bara yang tak Terkendali 

Bara berdiri di hadapan ruang dokter, menunggu team dokter yang sedang berdiskusi tentang apa yang telah terjadi pada putranya. Pria itu sengaja ingin bicara dengan dokter yang menangani Bima, karena dia tak sabar untuk tahu obat apa yang disuntikan di dalam tubuh Bima. Bara tak mengajak bicara dokter di depan Bintang, agar Bintang tak merasa disudutkan. Pun dengan apa yang telah terjadi, dia tak ingin Bintang merasa tersudut akan semua itu. Hal itu yang membuatnya memutuskan untuk bicara dengan dokter yang menjadi petanggung jawab Bima secara berdua tanpa melibatkan Bintang. “Pak Bara?” Dokter yang bertanggung jawab atas Bima keluar dari ruangannya, dan menatap sopan Bara. Bara yang melihat sang dokter keluar, langsung melangkah menghampiri dokter itu. “Saya ingin tahu obat apa yang disuntikan ke dalam tubuh putra saya?” tanyanya tegas, tanpa basa-basi. Sang dokter terdiam sebentar, dengan raut wajah yang tampak menunjukkan kegelisahan. “Pak Bara, saya minta maaf.” Kening Bara m
last updateLast Updated : 2025-02-25
Read more

Bab 83. Keadaan Gawat 

Bara membanting kasar pintu mobilnya, dan turun berjalan cepat masuk ke dalam rumah keluarganya. Pria tampan itu melangkahkan kaki dengan langkah tegas dan terburu-buru. Tampak jelas aura wajahnya memancarkan jelas kemarahan yang berkobar. “Ma! Mama!” gelegar Bara memasuki rumah mewah milik keluarganya. Kemarahan di wajah Bara, membuat para pelayan yang tadi ingin menyapanya langsung menundukkan kepala tidak berani. Pun Bara terus melangkah mengabaikan keberadaan pelayan. “Ma!” gelegar Bara lagi memanggil ibunya. Della menuruni undakan tangga, menatap Bara dengan tatapan hangat. “Sayang, kenapa kamu panggil Mama teriak-teriak gitu? Pelan aja, Mama juga dengar,” ujarnya sambil melangkah mendekat pada putranya itu. Bara menatap tajam ibunya itu. “Bilang sama aku, apa yang udah Mama lakuin?!” bentaknya dengan nada tinggi. Della terkejut mendapatkan bentakan dari putranya itu. “Sayang, kamu kenapa bentak Mama? Ada apa sebenarnya?” tanyanya tak mengerti kenapa Bara datang marah-mara
last updateLast Updated : 2025-02-26
Read more

Bab 84. Berhasil Selamat Dari Maut 

Ketegangan menyelimuti ruang rawat Bima. Suara tangis Bintang memilukan, dan Bara begitu sigap memeluk Bintang yang tak henti-hentinya menangis di kala team medis mengambil tindakan menyelamatkan Bima. Tanda-tanda detak jantung masih belum kembali, membuat kecemasan semua orang di sana begitu melanda. Mbok Inem yang ada di sana juga menangis melihat kondisi Bima yang berada di ambang maut. Bahkan Galih—ayah Bara—yang selalu bersikap dingin menunjukkan raut wajah gelisah. Bisa dikatakan semua orang di sana sama-sama takut hal buruk menimpa Bima. “Dokter, jantung pasien lost,” ucap salah satu perawat dengan panik. Dokter mengambil tindakan memompa jantung Bima agar kembali berdetak. Ya, perkataan perawat membuat tangis Bintang pecah, dan bukan hanya Bintang yang menangis, tapi Bara juga meneteskan air mata. Dua insan yang terpisah lama itu kini saling berpelukan dengan erat. “Bima anak kuat. Bima nggak mungkin nyerah,” isak Bintang pilu dari dalam pelukan Bara. “Kamu benar. Bima
last updateLast Updated : 2025-02-27
Read more

Bab 85. Salah Sebut yang Mengakibatkan Hati Campur Aduk 

Della mondar-mandir gelisah, bercampur dengan rasa takut di kala rencana yang sudah dia susun telah diketahui. Tidak hanya diketahui oleh Bara saja, tapi bahkan diketahui oleh suaminya. Itu yang membuat rasa takut dan cemas telah membentang di dalam dirinya. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?” gumam Della seraya menggigit kukunya, dan menunjukkan raut wajah panik. Della tampak frustrasi dan putus asa. Rencana yang harusnya berjalan dengan sempurna malah berantakan. Bahkan putra dan suaminya sekarang memusuhi dirinya. Hal tersebut yang membuatnya dilanda kebingungan dan rasa cemas yang mendera. “Apa aku pura-pura bodoh saja?” gumam Della lagi, mencari ide agar putra dan suaminya tidak membencinya. “Kamu ingin pura-pura bodoh setelah apa yang kamu lakuin?!” Galih muncul, menghampiri sang istri dengan sorot mata penuh kemarahan. Della terkejut melihat suaminya ada di hadapannya. “S-sayang? K-kamu udah pulang? K-kenapa kamu muncul buat aku kaget?” Galih tak mengindahkan pertanya
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Bab 86. Bima Siuman 

Bintang membelai lembut pipi bulat Bima. Meski putra kecilnya itu masih belum membuka mata, tetapi dia selalu tenang mendengar bunyi mesin pendeteksi detak jantung. Ya, dia tak henti mengucapkan syukur karena sekarang anaknya berhasil selamat dari maut. “Aku dengar dari Mbok Inem, kamu belum makan,” tegur Bara yang muncul, sambil mendekat pada Bintang. Pria tampan itu baru saja mendengar aduan dari Mbok Inem tentang Bintang yang belum makan siang. Bintang mendongakkan kepalanya, menatap Bara. “Aku belum lapar.” “Kamu nggak akan pernah ngerasain lapar selama Bima sakit,” balas Bara dengan nada tegas. “Kalau kamu terus-terusan kayak gini, gimana kamu bisa jaga Bima? Apa kamu nggak mikir kalau kamu sakit, akan ngebuat kami jadi nggak bisa jaga Bima?” lanjutnya mengingatkan Bintang. Bintang terdiam sebentar, mendengar kata-kata tegas yang terlontar di bibir Bara. Dia sangat sadar tindakannya bisa membuat tubuhnya sakit, tetapi nafsu makannya benar-benar menghilang. Semua karena pikira
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

Bab 87. Semua Demi Bima Bahagia 

Bintang melangkah keluar dari ruang rawat Bima, bersamaan dengan Bara yang kebetulan juga keluar dari ruang rawat Bima. Bintang menitipkan Mbok Inem untuk menjaga Bima dengan baik. Tentu saja Bintang menitipkan Bima, karena ada hal yang Bintang ingin bicarakan pada Bara berdua—dan yang pasti tak ingin didengar siapa pun. “Bara,” panggil Bintang pelan, seraya menatap dalam Bara. Bara terdiam, membalas tatapan Bintang. “Aku tahu apa yang ingin kamu bahas, tapi bicaralah. Aku akan dengar.” Bintang mengatur napasnya, berusaha untuk tenang meski jujur itu sangat sulit. “Pertama, aku mau minta maaf untuk semuanya. Maaf, karena udah nutupin tentang kebenaran, dan maaf karena aku bilang sama Bima tentang kamu udah ada di surga. Jujur, aku bingung harus jawab apa setiap kali Bima nanya tentang papanya. Satu-satunya kata yang muncul di otakku ini adalah surga. Mungkin memang bodoh, aku akuin, tapi sekali lagi maafin aku.” Bara memilih tetap diam mendengar ucapan maaf terlontar di bibir Bint
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

Bab 88. Bebas dari Kanker

Asap rokok mengepul di udara, lalu dalam sekejap hilang oleh angin. Bara duduk di area di rumah sakit yang diperbolehkan untuk merokok. Pikirannya belakangan ini sudah penuh dengan banyak hal. Pria itu merokok guna menenangkan semua hal yang berkecamuk dalam diri. “Pak Bara?” sapa Andi melangkah menghampiri Bara. Bara mengalihkan pandangannya, menatap sang asisten yang berdiri di hadapannya. “Apa kamu ingin melaporkan sesuatu?” tanyanya menduga. “Tadi, saat Bima siuman, ada Pak Mario datang,” jawab Andi memberi tahu bosnya. “Mario datang?” ulang Bara memastikan. Andi mengangguk. “Iya, Pak. Pak Mario datang. Beliau tadinya ingin menemui Bu Bintang dan Bima, tapi saat melihat Bima siuman, membuatnya mengurungkan niat.” Bara terdiam sebentar. “Hal ini tidak perlu kamu sampaikan sama Bintang. Cukup saya saja yang tahu,” jawabnya lagi tak ingin Bintang mengetahui Mario datang. Andi menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. “Jadi, saya tidak perlu menyampaikan ini ke Bu Bintang, Pak?” ta
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

Bab 89. Om Keren Adalah Papa

Bebasnya Bima dari kanker membuat semua orang bahagia. Bintang dan Bara tak bisa terbendung lagi bagaimana mengungkapkan haru bahagia mereka. Perjuangan yang luar biasa telah berakhir dengan manis. Itu sesuatu hal anugerah yang tak bisa lagi terkira. “Mama, hari ini benar Bima boleh pulang?” tanya Bima dengan antusias, sambil menatap Bintang. Bintang mengangguk. “Ya, Sayang. Kita akan pulang. Dokter bilang Bima sudah sehat. Jadi, Bima nggak lagi dirawat di rumah sakit.” “Yeay! Bima bisa pulang!” pekik Bima riang sambil memeluk robotnya. Bara tersenyum hangat melihat kebahagiaan di wajah Bima. Pria tampan itu mengecup pipi Bima sambil berkata, “Kamu anak pintar dan kuat.” Bima mengangguk, dan tersenyum menatap Bara. “Ya, Om. Bima anak pintar dan kuat karena punya Mama dan Papa yang hebat.” Bara dan Bintang saling melemparkan tatapan satu sama lain, mendengar apa yang dikatakan oleh Bima. Tentu ini adalah tugas utama bagi mereka untuk memberi tahu pada Bima tentang semuanya. “Bim
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Bab 90. Kita Tidak Pernah Selesai 

Fakta yang telah terungkap membuat Bima bisa bermain dengan Bara, dan memanggil Bara dengan sebutan ‘Papa’, bukan lagi ‘Om Keren’. Hal itu yang membuat Bara tampak sangat bahagia. Sebab, ini pertama kali dalam hidup Bara dipanggil dengan sebutan ‘Papa’. Saat ini Bima sudah terlelap di kamar, karena kelelahan bermain. Mbok Inem dengan setia menemani Bima. Sementara Galih sudah berpamitan pulang lebih dulu. Kini hanya tersisa Bara dan Bintang yang ada di ruang tamu, mereka saling diam belum mengatakan apa pun. “Sepertinya besok aku bisa masuk ke kantor,” ucap Bintang memecahkan keheningan bicara pada Bara. “Nggak perlu terburu-buru. Kamu bisa mengambil waktu beberapa hari lagi,” jawab Bara dingin, dan datar. “Aku nggak enak sama karyawan lain, Bara. Aku nggak mau mereka mikir macam-macam tentang aku,” balas Bintang pelan. Ya, tak menampik dia sangat tidak enak pada karyawan di Gunaraya Group. Dia yakin pemberitaan negative pasti akan selalu ada. Hal itu yang membuatnya memutuskan un
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more
PREV
1
...
67891011
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status