Bab 118Udara pagi yang redup membangunkan Anya dari mimpi buruk panjang. Sejak pemakaman ibunya beberapa minggu yang lalu, hari-harinya terasa berat dan hampa. Ia duduk di teras rumah kayu peninggalan keluarga, menggenggam secangkir kopi hangat tanpa rasa. Pandangannya menerawang ke halaman depan yang terlantar, seolah mencari jejak kehadiran ibunya dalam setiap helai daun yang gugur.Nathan menutup pintu pelan saat memasuki teras. Wajahnya menampakkan keprihatinan lembut, menawarkan senyuman tipis meski hatinya ikut terluka melihat sahabatnya bersedih. Dengan sabar, ia menyuguhkan secangkir teh melati wangi kepada Anya. “Masih hangat, No,” katanya lembut menggunakan nama panggilan sejak kecil. Tangannya menyentuh bahu Anya secara perlahan, memberikan kehangatan yang sulit diungkap kata-kata.Anya meneguk teh itu perlahan, menahan perasaan yang mulai teraduk dalam dadanya. Napasnya berat menandakan kesedihan yang masih membara. “Terima kasih, Than,” bisiknya pelan. Matanya sembab men
Last Updated : 2025-04-30 Read more