Semua Bab Penyesalan Suami Miliarder : Bab 71 - Bab 80

“Pegangan yang kuat, Grace.” Shane berucap menahan panik. Ia berusaha sekeras mungkin untuk tetap tenang, sebab ia tidak ingin membuat Grace menjadi panik. Sementara ia sendiri tidak tahu apakah ia bisa menghentikan mobilnya tanpa benturan atau tidak. Untungnya jalanan yang mereka lalui tidak begitu ramai, sehingga ia tidak terlalu kesulitan untuk menghindari kendaraan yang ada di depan. Grace memejamkan mata dengan kedua tangan berpegangan pada kursi. Ia tampak begitu tegang, hingga membuat perutnya menjadi sedikit kram. Dokter sudah berpesan agar ia tidak terlalu stress, sebab kandungannya yang sangat lemah. Berada di situasi yang seperti ini tentu saja membuatnya takut setengah mati. Tidak ada yang bisa memastikan mereka akan selamat atau tidak. Grace meremas setir mobil dengan sangat kuat. Ia menghela napas dengan kasar, berusaha untuk berpikir dengan matang. Ini adalah pengalaman pertama baginya, jika ia panik maka selesai sudah kehidupannya. Apalagi mobil yang ia kendarai

Pintu ruang operasi terbuka dengan kemunculan dokter di baliknya. Operasi berlangsung lebih cepat dari yang dibayangkan. Shane langsung menghampiri dengan penuh khawatir. Ia masih sangat gelisah hingga sekarang. Wajahnya tampak sedikit pucat.“Bagaimana keadaannya, Dok?” Shane bertanya dengan penuh khawatir. Dokter itu menghela napas dengan dalam. Ia menatap Shane dengan penuh kelembutan, seutas senyum tipis terbit di bibirnya. “Sebuah keajaiban ketika kandungannya bisa bertahan. AKu sudah membaca riwayat kehamilannya, ternyata ia sduah sering kali hampir keguguran. Tekad ibu dan calon bayi sangat kuat untuk tetap bertahan hidup. Ini pertama kalinya aku menemui kasus yang seperti ini. Seharusnya ia sudah kehilangan bayinya sejak lama. Tapi ini mukjizat Tuhan. Aku benar-benar sangat terkejut sekaligus merasa sanagt senang.” Shane mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sangat lega ketika mendengar bahwa Grace baik-baik saja dan kandungannya tidak jadi dikuret karena ang janin masih ing

Grace merebahkan tubuhnya dengan lembut ke ranjang hotel. Malam ini ia memang tidak pulang, sebab ia akan menginap di sana bersama keluarganya. Shane tidur di kamar sebelah kanan, sementara Robin dan Lindsay tidur di kamar sebelah kiri. Ia dihapit oleh keluarga yang begitu menyayanginya.Terdengar helaan napas kasar berasal dari Grace. Ia menatap langit-langit kamar, lalu pikirannya mulai berkelana ke mana-mana. Ia tidak tahu kebaikan apa yang sudah orang tua kandungnya perbuat semasa hidup mereka. Sehingga kini ia dilimpahi oleh banyak kebaikan setelah kedua orangtuanya tiada. Meskipun kehidupannya kini sangat sempurna, tetap saja ia merindukan ayah dan ibunya yang sudah mati. Ia meraih ponselnya, membuka galeri dan menatap fotonya yang masih kecil digendong oleh ayahnya, sementara ibunya memeluk ayahnya. Mereka tampak seperti keluarga kecil yang bahagia. “Maafkan aku, aku masih belum bisa mencari pelaku yang menabrak kalian di malam itu. Aku berjanji, aku akan meminta keadilan

“Apa yang sudah kau lakukan? Apa ucapan Shane itu benar? Kau ingin membunuh Grace? Apa nyawaku benar-benar sudah tidak lagi berharga di matamu sehingga kau selalu mengabaikan ucapanku? Jika kau memang membenci Grace karena pernikahan ini, lampiaskan saja amarahmu padaku! Kau benar-benar ingin aku mati!” Margaret berteriak meluapkan isi hatinya. Ia memukul Jackson dengan sisa tenaga yang ia punya. Tentu saja pukulannya tidak berarti apa-apa bagi Jackson. Emosi yang menyerang Margaret kali ini benar-benar sudah tidak lagi dapat dibendung. Dadanya terasa sangat sakit, ia mulai kesulitan untuk bernapas. Hingga menit berikutnya ia tumbang tidak sadarkan diri. “Nyonya! Nyonya!” Perawat margaret langsung berlari menghampiri. Ia berusaha untuk memberikan pertolongan pertama, memastikan bahwa jantung Margaret masih berdetak. Jackson menghela napas dengan kasar. Ia sudah tidak punya tenaga untuk memulai drama. “Nenek, aku tahu kau hanya pura-pura. Kau tidak bisa mengancamku dengan nyawa

“Grace … Grace ….” Gumaman itu membuat Jackson terbangun dari tidurnya. Ia langsung mendongak, menatap Margaret yang memanggil nama Grace dalam tidurnya. Jackson lekas memencet tombol yang ada di samping ranjang, tak lama kemudian dokter dan beberapa perawat datang untu memeriksa. Helena dan Julian ikut terbangun setelah ruangan itu menjadi ramai. Helena menatap dengan matanya yang memerah. Ia baru terpejam setengah jam yang lalu, tertidur dengan posisi terduduk di sofa. Melihat kerumunan di ranjang Margaret jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Ia sangat khawatir sekarang, berpikir bahwa kondisi ibunya semakin memburuk. “Bagaimana keadaannya, Dok?” Helena memecah kerumunan. Ia menatap dokter yang tengah memeriksa kondisi Margaret. Dokter itu menghela napas dengan kasar. Ia tersenyum dengan kecil. “Kondisinya sudah jauh lebih membaik.”“Grace ….” Margaret kembali menyebut nama itu dengan lemah dan pelan. “Siapa Grace? Apa Grace ada di sini?” “Dia istri saya, Dok. K