All Chapters of Dinikahi Calon Adik Ipar: Chapter 141 - Chapter 150

Terlalu banyak minum alkohol tak hanya membuat Jingga mengeluh pusing saat bangun tidur. Wajahnya juga jadi kelihatan agak bengkak dan kuyu. Butuh upaya ekstra untuk membuat penampilannya tampak segar dan bersinar kembali.Jingga sudah mandi air hangat untuk membikin tubuhnya lebih rileks. Lumayan juga untuk mengurangi rasa pegal akibat posisi tidurnya yang jauh dari kata nyaman semalam.Begitu selesai mandi, Jingga refleks menggembungkan kedua pipi. Bibirnya pun mengerucut, sebal melihat apa yang telah disiapkan Chacha di meja riasnya. “Minum ini dulu, Kak.”Jingga baru saja duduk di depan meja riasnya saat Chacha datang dan menyodorkan segelas air madu padanya. Tanpa mengatakan apa pun, langsung saja dia teguk habis minuman pereda mabuk itu.“Kak Jingga beneran mau dandan sendiri?”Pertanyaan Chacha dijawab Jingga dengan sebuah anggukan. Biarpun repot, Jingga lebih memilih siap-siap sendiri ketimbang membiarkan wajah jelek selepas mabuknya dilihat orang lain. Cukup Chacha saja yang

Sejak kafe dibuka pukul sembilan pagi tadi, sudah ada empat orang yang datang menyerahkan koleksi buku mereka.Orang-orang tampaknya menyambut serius ucapan Sena tempo hari. Mereka yang tidak berkenan untuk mengoleksi buku-buku karya Kanya lagi, sungguh mengharapkan ganti rugi. Seingat Bastian, tak kurang dari tujuh buku telah tertumpuk di meja ruangannya. Itu belum ditambah dengan sejumlah buku yang kini sedang diserahkan orang keempat.“Sebagaimana yang telah disampaikan melalui unggahan media sosial, silakan melengkapi data yang dibutuhkan dengan memindai kode QR ini.”Bastian berkata dengan nada ramah sambil menunjuk layar tablet di tangannya. Perempuan yang duduk di depannya pun mengangguk dan langsung melakukan apa yang diminta Bastian.Selain nama dan nomor rekening, ada juga kolom untuk mendata jumlah buku yang diserahkan, lengkap dengan judulnya. "Proses pengembalian dana kami mulai pekan depan setelah beres verifikasi data, ya, Kak."Sembari menunggu, Bastian memeriksa kon

“Saya merasa seperti dipecat.”Andi tidak menemukan kalimat lain yang dapat mendeskripsikan perasaannya saat ini. Tanpa basa-basi terlebih dahulu, Sena tiba-tiba menyuruhnya cuti.“Itulah yang saya rasakan saat Pak Komisaris menyuruh saya cuti panjang tanpa batas waktu.”Zidan berusaha menahan tawa kala mendengar Sena memanggil orang tuanya sendiri dengan sebutan yang biasanya cuma dipakai karyawan level staf. Hanya di kalangan mereka yang terlalu segan memanggil nama sang pemilik perusahaan dan Sena jelas bukan salah satunya.“Setidaknya kamu tahu sampai kapan harus tidak bekerja,” imbuh Sena sambil menepuk bahu sekretarisnya.Andi mengucap terima kasih dengan suara yang sangat lirih. Meski memang sempat berharap bisa mengambil hari libur mumpung bosnya sedang tidak aktif bekerja, situasi saat ini terasa membingungkan baginya.Cuti tiga hari barangkali terlalu singkat, jadi Andi bakal sangat senang jika diperbolehkan libur hingga seminggu. Biarpun sangat mustahil, menyenangkan juga j

Kanya mengucapkan salam perpisahan seraya melambaikan tangan pada satu per satu orang yang bergiliran pamit pulang. Mengingat waktu telah menunjukkan hampir pukul 11 malam, Kanya juga tidak bosan mengingatkan mereka untuk lebih hati-hati di jalan.“Saya juga pamit, ya, Mbak,” kata Bastian setelah memastikan pintu utama kafe telah terkunci.“Iya, Bas. Makasih banyak, ya. Hati-hati di jalan,” balas Kanya sambil tersenyum lebar.“Pamit dulu, ya, Mas,” lanjut Bastian, tak lupa berpamitan pada Sena.Sena pun tersenyum, lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Bastian. “Hati-hati, ya, Bas. Terima kasih banyak untuk hari ini,” ujar Sena tulus.Bastian benar-benar undur diri setelah berjabat tangan dengan Andi juga. Beberapa saat kemudian, Andi pun melakukan hal serupa.“Selamat liburan, Mas Andi. Jangan mau disuruh mendadak kerja selama masih cuti, ya!” pesan Kanya pada sekretaris suaminya.Andi cuma bisa tersenyum menanggapinya. Dia tentu maunya begitu. Namun, misalnya situasi sepert

Jingga berulang kali membuat Chacha terkejut saat menceritakan kisah cintanya yang tidak berakhir bahagia. Chacha bahkan sering terlihat berusaha keras menahan air mata setiap kali mendengar berbagai hal menyedihkan dan menyakitkan yang ternyata pernah dialami Jingga.Chacha sebelumnya kerap bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang Jingga yang seolah tampak begitu terobsesi dengan Sena. Mengapa Jingga bisa jatuh sejatuh-jatuhnya pada pria itu? Apa yang membuat Sena menjadi sosok yang sangat istimewa bagi Jingga?Jika memang sebegitunya berharga, mengapa hubungan itu tidak berhasil? Chacha tidak yakin penyebab utamanya adalah perjodohan Sena dan Kanya. Namun, jika bukan gara-gara itu, kenapa Jingga lantas begitu membenci Kanya hingga terdorong melakukan beragam tindakan tak terpuji?Malam ini, rasanya hampir semua pertanyaan yang pernah terlintas di benak Chacha sudah menemukan jawaban.Sembari menikmati minuman dengan kadar alkohol rendah seteguk demi seteguk, Jingga mengungkapnya