Lima tahun kemudian.Musim semi datang dengan warna-warna baru di Istana Timur. Di taman Paviliun Teratai, bunga-bunga peoni bermekaran, menebar harum lembut yang terbawa angin. Paviliun kecil dengan pilar merah dan ukiran naga tampak ramai oleh tawa dua anak kecil yang sedang duduk bersama di atas tikar sutra.“A-Ying, baca bagian ini, cepat! Guru bilang kita tidak boleh lupa,” suara jernih Putri Agung Anhe terdengar, penuh semangat.Di sampingnya, seorang bocah lelaki berwajah tenang dengan alis tebal seperti ayahnya, Pangeran Ying, Shen Yan, yang kini berusia lima tahun, menghela napas panjang, lalu menatap papan kayu kecil di tangannya. “Baik, aku baca …, ‘Ren zhe ai ren, you zhe jing ren …’”Anhe terkikik, menepuk tangannya. “Bagus! Tapi nadamu salah. Ulangi, ulangi!”“Kakak Anhe, aku sudah membacanya dengan benar!” protes Shen Yan, wajahnya cemberut namun pipinya merah.Mereka berdua kemudian saling pandang, lalu meledak dalam tawa polos. Di sekitar mereka, dayang-dayang tersen
Last Updated : 2025-09-23 Read more