Semua Bab Malam Membara Bersama Pamanmu : Bab 241 - Bab 250

.... Detak jantung Liora menjadi kencang saat ia memandang potret dirinya di depan cermin. Ia baru saja selesai bersolek, dengan make up segar yang ia senadakan dengan gaun yang tadi disebutkan oleh Kayden. Ia bubuhkan lipstik di bibirnya sebelum ia memastikan bahwa ini sudah cukup untuknya menemui pria itu. Kayden tak akan pulang, pria itu mengirim pesan pada Liora bahwa ia akan langsung menuju ke tempat di mana mereka akan bertemu untuk makan malam—dan tentu saja melakukan apa yang dikatakan oleh Kayden, melamarnya. Liora terpaku di depan cermin, jatuh cinta pada gaun pilihan Kayden yang sangat cantik. Gaun yang dikenakannya adalah sebuah gaun malam yang elegan dalam balutan satin berwarna rose nude yang lembut. Potongannya off-shoulder dengan detail lipatan asimetris pada bagian dada. Siluet A-line-nya jatuh ke lantai, memberi kesan mewah yang anggun di setiap langkah. Bagian kakinya dihiasi belahan tinggi di salah satu sisi, memperlihatkan kilasan kaki jenjangnya. Gaun ini

Liora meremas gaun yang ia kenakan, tangannya terasa kebas, tubuhnya meremang saat ia merasakan kecupan Kayden di punggungnya yang terbuka. Pria itu menanggalkan gaun pink-nude yang ia kenakan, menyisakan inner pendek sebatas paha Liora dan bra strapless pada bagian atas tubuhnya. Setelah itu, Kayden bangkit. Ia meletakkan gaun itu di sofa sebelum kembali pada Liora dan membuat mereka berdiri berhadapan. "Mau aku bantu membukanya juga?" tanya Liora, menyentuh lengan Kayden, menyusuri kekar lengan yang masih terbalut dalam tuxedo hitam itu. "Mau," jawab Kayden. Setelah jawaban itu, Liora menguraikan kancing tuxedo-nya, begitu juga dasi yang ada di lehernya. Satu demi satu terurai, saat Liora juga menanggalkan kemeja putih yang ada di tubuh Kayden, prianya itu sedikit menunduk dan bertanya, "Apa hal seperti ini tidak mengingatkan kamu pada pertemuan pertama kita, Liora? Kamu melucuti bajuku dengan agresif malam itu." Wajah Liora memanas dalam sesaat. "Kenapa kamu menanyakan itu!"

.... Liora membuka matanya saat mendengar suara getar ponsel yang teramat dekat dengannya. Maniknya mengerjap, membiasakan diri untuk menerima cahaya yang rupanya sudah datang dari balik kelambu. Ia masih tidur dalam posisi tertelungkup, punggungnya yang polos mendapat sentuhan dari telapak tangan besar hangat milik seseorang—yang dari wangi musk-nya Liora tahu itu adalah Kayden. "Evan Lee?" sebut Kayden setelah getar ponsel yang membangunkan Liora itu berhenti—sebuah panggilan yang ternyata adalah Evan. "Bicaralah," ucap Kayden lagi. Liora hampir bangun tetapi Kayden mengusap punggungnya, memberinya kecupan di sana dan di pipinya, berbisik agar ia tidur lagi. "Benarkah?" Suara Kayden sudah terdengar jernih, tanda pria itu bangun lebih dulu sebelum panggilan itu datang. Liora menyipitkan matanya, menjumpai Kayden yang menjauh darinya setelah mengenakan celana yang diraihnya dari atas sofa. Liora urung melanjutkan tidurnya, ia bangun dan meraih botol minum dari atas meja, meneg

⚠⚠TRIGGER WARNING⚠⚠ Bab memuat konten yang mengandung kekerasan dan dapat memicu rasa tidak nyaman. Harap bijak dalam membaca! ———— Tubuhnya telah terkulai tak berdaya setelah jatuh dari puluhan anak tangga. Helaian rambutnya menutupi wajah saat dirinya tergeletak di bawah sana. Nyonya Lin hampir tak bergerak lagi, selain suara lemahnya yang berulang kali menggumamkan, "T-tolong ...." Pada Irina yang berjalan menuruni tangga dan berdiri di sampingnya. Gadis itu tersenyum setelah menoleh ke sekitar, seakan memastikan tak ada yang melihatnya. Ia membungkuk dan berbisik di dekat telinga sang Ibu. "Mama terlalu berisik," katanya. "Sudah cukup mengaturnya, hm?" Irina tak menunggu jawaban beliau. Ia bangun dan meninggalkan Nyonya Lin begitu saja. Beranjak pergi meninggalkan tubuh sang Ibu yang semakin melemah, tertelungkup di lantai, meregang nyawa. Suara langkah Irina terdistorsi, kemudian menghilang di kejauhan, meninggalkan Nyonya Lin yang tidak bisa menggerakkan tubuhnya bahk

.... Sepertinya, semua terjadi begitu cepat. Donny tak sempat meraba apa yang akan dilakukan oleh Evan. Pria itu sama sekali tak terduga. Tubuhnya limbung sekali lagi ke jalan aspal seperti seonggok kayu yang dilemparkan dengan sebelah tangan. Tendangan kaki Evan mengenai bagian belakang kepalanya, dan itu adalah hal terakhir yang bisa diingatnya sebelum ia tersadar saat dadanya ... sesak! Ia tak bisa bernapas, pandangannya buram, kumpulan air memenuhi wajahnya. Ia mencoba menarik kepalanya ke tempat yang kering yang memiliki banyak oksigen, berharap ini hanya mimpi buruk yang menghantuinya mengingat ucapan Kayden dan Evan yang menyebut bahwa ia harus diperlakukan sama seperti Liora—ditenggelamkan. Tapi, Donny sadar bahwa ini bukan hanya sebatas mimpi. Ia bisa merasakan nyeri di kedua tangannya, ia terikat. Rahangnya yang bergeser akibat ditendang oleh Evan semakin tak tertangguhkan perihnya. Ia berdiri, tahu tubuhnya sedang dipaksa membungkuk, tapi tak bisa memberikan perlawana