All Chapters of Kamulah Jodohku, Alyana!: Chapter 201 - Chapter 210

"Jangan lanjutkan." Sam memasang wajah serius. "Bagaimanapun juga, Alya tetap adik kita. Jangan terus-terusan ngomong soal mati segala, apa kamu benar-benar berharap dia celaka?""Kak, awalnya aku juga kasihan dia sakit, juga tulus ingin dia kembali. Tapi, hasilnya? Kamu juga lihat sendiri, hati Alyana itu keras seperti batu, kita nggak bisa menghangatkannya!""Dia benar-benar menganggap kita musuh. Kalau kita nggak ikut mati sama dia, kita dianggap bersalah. Kak, coba kamu pikir, di dunia ini ada keluarga seperti dia?"Sambil bicara, Arifin kembali bersin, mengusap hidung sambil menggerutu, "Kalau dia nggak punya hati, ya kita juga nggak usah sok bermoral. Nggak ada yang utang apa-apa ke siapa pun."Sam terus diam. Meski enggan mengakuinya, dia tidak bisa menyangkal ucapan Arifin.Alyana memang sudah tidak bisa diselamatkan, perjalanan ini pun sia-sia.Saat itu, ponsel di saku berbunyi.Sam mengangkat dan menempelkannya ke telinga. Suara Imelda langsung terdengar panik bercampur tangi

Kebetulan sekali, tepat saat itu, Cecilia keluar dari rumah ...."Harison, asal kamu janji nggak akan ada hubungan lagi dengan Keluarga Imano, aku bersedia percaya padamu sekali lagi."Demi mempertahankan Cecilia, dia langsung bersumpah kutukan, bahwa jika dia melanggar sumpah, maka dia akan mandul seumur hidup.Cecilia memercayainya, lalu dengan senyum lebar memeluknya erat-erat.Saat ini pun, Harison masih bisa merasakan hangatnya pelukan itu dalam lamunannya ...."Tuan Muda Harison, kamu datang!"Suara Imelda yang penuh kegembiraan membuyarkan lamunan Harison, membawanya kembali ke realitas.Belum sempat Harison bereaksi, lengannya sudah digenggam Imelda, yang menariknya ke arah ruang perawatan."Bagus sekali kamu datang! Alin demam tinggi seharian ini, pikirannya kacau, terus memanggil namamu!""Kebetulan dia baru sadar. Aku juga bawa bubur putih dari rumah. Ada kamu di sini, dia pasti senang, dan mungkin bisa makan sedikit."Sepanjang jalan Imelda terus berbicara, sama sekali tida

"Pelankan suara." Sam mengingatkan pelan, "Jangan sampai Alin dengar."Dia menoleh ke arah Imelda, lalu bertanya dengan wajah serius, "Bu, apa Ayah punya cara untuk mengurus masalah di internet itu?""Awalnya, ayahmu masih ingin menjaga muka masing-masing, tapi setelah kejadian dengan Alin, tentu saja kami nggak bisa membiarkan opini publik terus berkembang."Imelda menyeka sudut matanya yang basah. "Kalian tahu, semua bukti dari masa lalu ada di tangan kita."Saat Alyana pergi dari Keluarga Imano, dia tidak membawa apa-apa, apalagi berkas asli semua karya di pameran fotografi dulu.Awalnya, mereka enggan mengungkapkannya karena tahu posisi mereka lemah, dan kalau sampai ditelusuri bisa berujung bumerang. Namun sekarang, setelah Alina sampai mencoba bunuh diri, mereka tidak bisa diam lagi dalam menghadapi kericuhan di dunia maya."Kalau begitu, mungkin Ayah sependapat denganku."Sam terdiam sejenak. "Kalau Alyana tetap nggak mau berhenti, maka kita hanya bisa memberikan respons terbuka

....Sam melangkah maju, menghalangi mikrofon para wartawan. "Saya tahu kalian punya banyak pertanyaan, tapi saat ini kami belum bisa memberikan tanggapan.""Tolong bersabar sedikit lagi. Setelah Alin pulih, dia akan mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan situasi ini kepada publik, termasuk detail pameran fotografi tahun itu."Mendengar itu, para wartawan makin bersemangat. "Benarkah?""Apa ini berarti Alyana benar-benar memfitnah adiknya sendiri?""Dengan kelakuan Alyana seperti itu, apa Anda nggak punya pesan khusus untuknya?"" ... "Nama "Alyana" terus disebut-sebut, membuat Royan kesal. Kakinya yang baru saja melangkah keluar kembali ditarik.Wajahnya menegang saat menatap kamera. "Alyana sudah lama memutuskan hubungan dengan Keluarga Imano. Mulai sekarang, apa pun yang dia lakukan nggak ada sangkut pautnya dengan keluarga kami."Pernyataan itu langsung membuat suasana ricuh. "Maksud Anda, Nona Alyana yang meminta memutuskan hubungan?""Apa Nona Alyana menjadi seperti ini ka

Dalam kepanikan, dia tidak tahu sudah menelan berapa banyak obat. Dia hanya memperkirakan jumlahnya sudah cukup, lalu terbaring di lantai menunggu efek obat mulai bekerja.Setengah jam berlalu, rasa pahit di mulutnya masih belum hilang.Alyana menatap langit-langit, merasakan dengan jelas bagaimana rasa sakit itu perlahan-lahan surut.Dia teringat saat hari itu berbicara lewat telepon dengan Jacob, dia sempat bertanya apakah dosis obatnya bisa ditingkatkan.Nada suara Jacob seketika berubah serius. "Nona Alyana, jujur saja, apa belakangan ini frekuensi sakit kepalanya makin sering?"Menghadapi seorang dokter, Alyana hanya bisa menjawab dengan jujur, "Mm, beberapa kali aku sampai terbangun tengah malam karena sakitnya, dan rasanya lebih parah dari sebelumnya.""Dokter Jacob, aku nggak ingin melanjutkan kemoterapi. Nggak perlu diperiksa pun aku tahu kondisiku pasti makin memburuk.""Sisa waktu yang kupunya nggak banyak, biarkan aku melakukan hal-hal yang benar-benar kuinginkan. Jangan me