Semua Bab Cinta Diam-Diam Sang Bos: Bab 81 - Bab 90

Malam itu, aku lagi-lagi tidur nggak nyenyak. Malah, aku nangis sampai ketiduran begitu tahu Aditya ternyata pernah tidur sama si Lastri yang nyebelin, di masa saat dia minta maaf ke aku. Aku capek banget, rasanya semua energi hilang.Pagi ini, saat kerja baru dimulai, aku duduk di mejaku ngobrol bareng bos dan Vivi. Saat ini Vivi lagi cerita dengan semangat."Bos, sumpah deh, istrimu bakal suka banget sama bar kakakku. Pokoknya harus bawa dia ke sana!" kata Vivi semangat."Kayaknya bar kakakmu itu bakal jadi tempat favorit dia sih," sahut Guntur sambil senyum.Nggak lama, Minda datang dan berhenti di antara kita, kelihatan mukanya serius banget kayak ada yang penting mau dia omongin."Maaf ya, Pak Guntur, boleh aku pinjam dua orang ini sebentar?" tanya Minda sopan."Tentu, Minda, santai aja. Mereka malah lagi berusaha yakinkan aku bawa istriku ke bar kakaknya Vivi," jawab Guntur sambil ketawa."Oh, beneran deh, harus banget bawa! Katanya istri bapak suka nari, ‘kan? Tempat itu cocok b

Sudut Pandang Lukman.Makan siang bareng cewek-cewek itu benar-benar seru. Mereka bukan cuma cantik, tapi juga pintar dan asyik diajak ngobrol. Dan ngerjain tiga cowok bego itu rasanya puas banget. Pokoknya, siang itu sangat berkesan. Tapi jujur, aku nggak bisa berhenti mikirin Citra. Cewek ini beda dari yang lain.Sejak pertama ketemu Citra di bar-ku, aku langsung jatuh terpana. Adikku sudah memperingatkanku untuk nggak terlalu berharap karena dia sangat mencintai Aditya, yang tampaknya terus buat dia marah. Jadi ya... mungkin aku punya peluang?Waktu aku iseng bahas soal anaknya Citra, reaksi Aditya kayak singa kelaparan, galak banget kayak aku mau culik anaknya aja. Aneh, soalnya aku tahu Citra itu ibu tunggal, dan ayah anak itu sudah lama hilang entah ke mana. Terus waktu si brengsek Aditya mulai suapin pai ke mulutnya sambil pamer, sumpah, aku pengin banget hajar dia sampai jatuh ke lantai. Tapi aku tahan diri.Setelah makan siang, aku balik ke kantor, tapi pikiranku masih melayan

Ketika kami tiba di bar karaoke, tempat itu benar-benar penuh sesak. Lukman berikan nama kami di pintu, dan seorang anggota staf yang ramah bawa kami ke meja yang dipesan di dekat panggung, lalu segera memanggil seorang pelayan. Pelayan pun cepat datang menghampiri.Kami duduk santai dan mulai pesan minuman. Di atas panggung, ada sepasang cowok-cewek lagi nyanyi lagu "Lukisan Cinta" dari Indah Sundari. Jujur aja, suara mereka agak fals, tapi anehnya semua orang di bar malah seru banget nyanyi bareng dan kasih semangat. Suasananya santai banget, energinya luar biasa, orang-orang ketawa, nyanyi, joget, tepuk tangan, bahkan siulan-siulan ramai kayak lagi di konser terbesar di dunia. Tempatnya keren, lampu remang-remang romantis, dan band-nya juga keren banget.Kami baru saja duduk ketika Vivi sudah mendaftar untuk sebuah lagu dan mulai memaksa semua orang di meja untuk melakukan hal yang sama. Ketika giliranku tiba, aku terhenti dengan mengatakan aku ragu tentang lagu mana yang harus dipi

Begitu aku ngerasain ada tangan nyentuh pundakku, aku langsung tahu siapa pelakunya. Badanku langsung kesemutan dari kepala sampai kaki. Belum sempat aku nengok, suara familier terdengar di belakangku, "Lagi-lagi nih, Tina? Tiap kali aku lihat kalian, pasti dikerubungin cowok-cowok kayak gini!" oceh Robin. Kami semua langsung ngakak kayak orang gila.“Kamu pintar juga ya?" celetuk Aditya sambil masih naruh tangannya di pundakku. "Kamu sengaja gini, kan?""Nggak ada yang nyuruh kamu datang ke sini juga, kok!" balas Minda ketus tanpa melirik sedikit pun ke arah Fajar.“Oh, gitu. Jadi istriku tersayang pulang dan memberitahuku dengan tepat di mana dan kapan dia akan berada hanya karena dia ingin aku tahu?" Robin ngomel setengah frustasi."Aku cuma ngasih kamu jalan pintas aja supaya kamu nggak capek-capek ngelacak aku lagi. Tapi aku nggak pernah manggil kamu dan teman-temanmu," jawab Tina dengan nada santai.Sementara itu, Lukman dan teman-temannya kayaknya malah menikmati banget drama k

"Ayo, kita mulai permainannya!" seru Vivi semangat.Babak pertama pun dimulai. Kartu dibagikan, dan nggak butuh waktu lama, Fajar langsung tumbang. Lukman pun ikut tersingkir, dan itu bikin Aditya kelihatan puas banget. Di akhir ronde pertama, Angga keluar sebagai pemenang dengan dua puluh poin, sementara Fajar cuma bisa meringis di kursinya."Maaf ya, Fajar, aku nggak bakal nyia-nyiain kesempatan emas ini," kata Angga, lalu matanya beralih nakal ke arah Minda yang sudah senyum-senyum jail. "Cepet, hitung waktunya!"Angga mengusap jari-jarinya di pipi Minda, lalu menggerakkan tangannya ke tengkuknya, menariknya dalam ciuman lembut di bibirnya. "Dua puluh detik! Selesai!" teriak Peter cepat-cepat sambil melirik jam.Angga melepaskan ciumannya dengan senyum puas, sementara Minda kelihatan kayak orang baru bangun mimpi indah. Fajar? Mukanya malah makin nggak karuan. Minda melempar senyum ke Angga lalu menoleh genit ke Fajar."Lihat kan, sayang? Nggak separah itu kok," katanya sambil meng