All Chapters of Cinta Dingin Tuan Besar : Chapter 41 - Chapter 50

Marla sebenarnya pernah beberapa kali kembali ke panti. Namun, dia meminta ibu panti untuk merahasiakan. Dia meminta ibu panti untuk mencarikannya pekerjaan. Dan, dia mendapatkan kepercayaan untuk mengajarkan anak—anak bermain piano. Meski uang yang dihasilkan tidak seberapa. Asalkan dia bisa menghidupinya saja itu sudah cukup.Meski tidak dengan kemewahan, Marla sudah menyukai hidupnya. Bahagia tanpa dia harus memiliki beban atau membalas budi pada siapapun.Ketika berjalan, tanpa disengaja, Jodhy yang memang selalu mencarinya setiap hari. Dia terus mengikuti gadis itu. Marla pergi ke sebuah pemakaman dan menabur bunga di pusara seseorang.Makam yang bertuliskan Alicia. Dalam kurun waktu tersebut, Marla memang mencari makam ibunya. Mencari informasi kesana—kemari dan kesabarannya membuahkan hasil setelah dia mendatangi tempat kelahiran sang ibu.“Marla!” gadis itu sangat familiar mendengar suara panggilan tersebut. Dia berbalik dan menatapnya dingin. Marla masih belum membayangkan sa

Tidak ada respon dari sang nenek. Marla hanya bisa menatap neneknya sekarang seperti menatap sesuatu yang kosong. Dia pun tidak tahu apa ucapannya tadi didengarkan atau tidak. Madam Ester kembali dengan teh hangat dan camilan di baki.Richard yang baru saja tiba dan matanya menyadari kehadiran gadis itu. Dia seolah melupakan semua kemarahan, yang penting gadisnya pulang itu sudah merupakan kebahagiaan yang indah buatnya.Marla menyadari kehadiran kakaknya saat dia meneguk teh yang disediakan madam Ester. Saat dia berjalan mendekat, Marla dengan sengaja meletakan cangkir, berdiri dan berlalu dari hadapannya.Tentu saja kaki Richard akan terus mengekor. Dia mengikuti gadisnya pergi. Tapi, dia berhenti saat tahu gadis itu ingin ke kamarnya.Saat dia membuka kamarnya, gadis itu masih saja terkejut, keadaanya masih sama. Tetap bersih dan rapi meski berbulan—bulan tidak ditempati. Marla kembali untuk mengambil kotak peninggalan ibunya.Ketika turun Richard sudah berada tepat di hadapannya.

“Kenapa? Kenapa memang kalau aku memilihnya? Apa ada yang salah?” Marla berteriak lantang. Untuk pertama kalinya gadis itu berteriak di hadapan Richard.Richard bahkan tidak menyangka kalau gadis itu berani menjawab, “Aku mencintainya. Dan kau nggak berhak mengatur atau menghalangi keputusanku. Ini pilihanku. Dia yang aku pilih dan aku nggak mengizinkan siapapun menyakitinya!” dan untuk pertama kalinya dia bersikap kasar di hadapan kakaknya.Lalu dia kembali berbalik dan memapah Jodhy masuk ke mobil.Richard bahkan tidak menyangka begitu besar cintanya untuk membela laki—laki itu. Namun, dia tidak tahu kalau air mata gadis itu pun terjatuh, sakit yang dia rasakan pun berkali lipat.Tapi, dia lagi-lagi harus menyembunyikannya.“Marla, tolong jangan bersikap kejam seperti ini,” tetap saja Richard masih bersikeras dan mencegahnya pergi. Dia menarik tangannya lagi.“Lepaskan!” ucap Marla tetap menyakitkan dan menghempaskan kembali tangan Richard.“Kak Chard cepat ke sini Kak, Nenek, Nenek

Lima tahun kemudian“Sebaiknya kamu datang. Sudah lama sekali kamu tidak pernah keluar. Ajaklah Judith. Sepertinya dia sudah lama tidak mengunjungi kakek dan neneknya,” kata ibu Anya sedang membujuk Marla untuk ikut ke sebuah pesta.Dia terlihat sibuk di dapur mempersiapkan makanan. Marla kini tinggal di rumah kecil yang sudah Jodhy persiapkan.Marla mengenakan celemek. Sosoknya sekarang sudah terlihat seperti seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya. Dua tahun lalu, nenek juga sudah tiada. Tinggal mama dan papa yang selalu berharap dikunjungi olehnya dan sang cucu.Sama halnya dengan keluarga Austin. Dia mendapatkan warisan yang sama. Dia benar—benar menjadi wanita miliarder. Tapi, jika dilihat dengan kehidupannya yang sederhana, mereka semua tidak akan pernah menyangka.Dia bukan tidak ada uang, bahkan keuntungan perusahaan yang dia dapatkan dari wasiat kedua neneknya selalu masuk ke dalam rekening. Meskipun ditolak dan dikembalikan, itu malah membuatnya mendapatkan berkali lipa

Marla beserta keluarga juga Judith, Erika dan ibu panti terlihat sibuk. Hari ini mereka berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Ini kali pertama mereka keluar sebagai keluarga. Marla juga ingin membuat anaknya gembira.Mengajak jalan—jalan Judith dan tentu saja kebutuhan panti yang sedang dicarinya adalah buku dan perlengkapan lukis. Mengisi waktunya, Marla mengajari anak—anak di panti dengan melukis. Dia ingin, bakat yang dimiliki meski tidak seberapa, anak—anak bisa merasakannya juga.“Syukurlah dia mau menerima usulannya,” kata papa Marla, dia terlihat mengamati dari kejauhan saat Marla sibuk membantu Judith membelikan beberapa baju juga gaun.“Tadinya saya juga sedikit ragu, namun, dia akan mengabulkan apapun yang berhubungan dengan Judith. Bagi kami, Judith sudah sangat membantu untuk kesembuhannya,” kata ibu Anya yang juga turun tersenyum saat melihat Marla sedikit—sedikit kembali tersenyum.“Kami sekeluarga banyak berhutang budi pada Anda. Kalau dulu putriku tidak diselamatkan,