“Ah!” jeritku, kemudian aku pun dipukul oleh Dimas.Pada saat ini, rasa sakit dan membara di atas bokongku telah menutupi rasa maluku. Aku bagai seekor kucing yang siap untuk dieksekusi saja, dengan empat kaki menghadap ke atas langit-langit.“Ikuti apa kataku. Kalau nggak, nggak bisa maksimal,” omel Dimas dengan raut dingin.Seketika aku pun dikagetkan. Aku sungguh takut tidak bisa mencapai hasil yang maksimal, jadi aku pun menuruti kemauannya dengan diam.Disusul, aku melihat Dimas mengeluarkan sebuah kaleng dari ujung ruangan. Dia mengoleskan sesuatu berbentuk pasta yang berwarna putih ke depan tubuhku, paha, dan juga bagian bawah tubuhku.“Apa ini? Kenapa baunya berat sekali? Warna putih lagi ….” Aku bergumam dengan kening spontan berkerut.“Ini zat penenang, biar kamu nggak begitu gugup. Sudahlah, jangan bicara lagi, kamu sudah mengganggu konsentrasiku,” jelas Dimas dengan raut dingin setelah mendengar pertanyaanku.Tidak lama kemudian, Dimas mengeluarkan sepotong saputangan, lalu
Read more