บททั้งหมดของ Empat Tunanganku: บทที่ 11 - บทที่ 20

Gadis bermata cokelat itu tersentak dari lamunan, ingatan tentang kejadian satu jam yang lalu berkelebatan jelas di benak. Membuat napas Emily sedikir sesak, ia mengalihkan tatapan ke pintu, terdengar kembali di telinga ketukan pintu yang tak berhenti. "Mily! kamu kenapa gak keluar-keluar. Mau bertelur di sana," teriak Ethan. "Vera, kamu kenapa? Jangan buat kami khawatir," seru Owen dengan tangan terus mengetuk pintu. "Ily, cepat buka pintunya!" perintah Michael dengan suara tegas namun terdengar nada khawatir. "Anne, kamu gak apa-apa kan? Kata mereka kamu belum keluar sejak tadi, apa aku salah beli merk pembalutnya? Atau apa? Ayo beritahu aku. Kamu jangan kaya gini," tutur Daniel berusaha membujuk dengan nada lembut. "Mily ... cepat buka pintunya! Kalau enggak aku dobrak nih," kata Ethan sekali lagi. Emily menarik napas dan mengembuskan pelan-pelan, mengatur detak jantung yang berkerja tidak n

Emily berpura-pura tidak mendengar bisikan beberapa orang yang terdengar, ia memilih memandang sekeliling studio. Perempuan tersebut menyadari dia menjadi pusat perhatian, ada yang menatap dengan pandangan penasaran dan rasa tak suka. "Apa mereka gak takut matanya loncat, melihatku sampe segitunya," gumam Emily pelan. Ethan mendengar suara Emily menoleh, lelaki tersebut segera menyuruh orang yang merias menyingkir dan berdiri. Ia menarik kursi lalu duduk di dekat sang perempuan, membuat periasnya mengikuti. "Karena kamu terlalu cantik. Gak usah pedulikan mereka, kalau kamu bosan bisa jalan-jalan sekitar sini," lontar lelaki tersebut. Mendengar balasan Ethan, gadis tersebut melotot membuat sang empu terkekeh. "Paman Han! Jangan bercanda ah," tegur Emily suaranya sedikit keras dan memukul lengan Ethan. Lelaki tersebut mendapatkan serangan itu segera menahan tangan Emily, membuat sang empu me

Pria dengan tinggi seratus delapan puluh tiga centimeter ini berlari dengan apron masih melekat di tubuh, Owen segera menyentuh jemari Emily lalu berputar memperhatikan dengan teliti. "Paman Alex, sudah! aku gak apa-apa kok. Cuma syok dikit doang, aku kira pertunangan kita bakal terbongkar," kata Emily dengan lemah. Daniel memasang wajah datar dan sinis ke arah Owen, lelaki ini segera memegang lengan pria tersebut membuat sang emp spontan berjongkok. "Apa yang kamu lakukan!" omelnya dengan nada penuh amarah. Emily didudukkan ke sofa dengan perlahan, gadis itu menyingkirkan tangannya di leher Daniel. Sedangkan sang empu segera duduk di samping wanita tersebut, terlihat dia tengah mengatur napas. "Apa aku sangat berat?" tanya Emily dengan suara lemah. Daniel hanya membalas dengan lirikan, pria tersebut tak menjawab. Dia memilih menyandarkan

Emily berada di balik dinding koridor, tepat disamping tangga yang mengarah ke ruang tengah. Ia baru saja hendak turun untuk mengisi rasa hausnya, tetapi terhenti kala mendengar percakapan mereka. Gadis itu diam, matanya menatap ke araah lain, tetapi telinga berusaha menangkap percakapan yang terdengar. _"Kalau gara-gara kalian Ily menjauh dari kita gimana? Selain gak bisa bersama dia, kita juga gak bisa menjaga dia. Itu kan sudah tugas kita sebagai tunangan sekaligus Paman bagi Ily."_ Gadis itu menggigit bibir kala ucapan Michael meletak di kepalanya. Jantung berpacu begitu cepat, seperti ingin keluar dari tempat dia. Perkataan lelaki itu menyentuh sisi hatinya yang paling dalam, ia mengalihkan pandangan ke lantai. Merasakan dada terasa sesak. _"Dia memaksa Vera buat memilih, kalau terlalu memaksa gitu aku juga takut gara-gara dia! Kita juga kena imbasnya."_ Perempuan itu mengintip kala mendengar ucapan Owen, tatapannya

"Aduh, Mily. Sakit tau! Kamu tuh ya dari kecil suka banget nyubit aku," protes Ethan. Dia mengusap lengan yang masih terasa bekas cubitan sang tunangan, tatapan mata sok tersakiti membuat Emily mendengkus. "Dan kamu, Paman Han. Selalu aja drama gini," balas gadis itu santai. Dia segera berjalan meninggalkan Ethan lalu segera mendekati Owen membantu pria tersebut membawa hidangan. Michael menyeringai kecil melihat interaksi mereka, lalu tatapannya teralihkan mendapati gadisnya membantu pria lain. "Ily, kamu duduk aja! Biar aku yang bantu owen," seru lelaki tersebut. Michael berlari kecil dan saat berada di dekat Emily ia menarik lengan gadis tersebut. "Gak perlu Paman Mikey, biar aku aja," tolak wanita itu dengan halus. "Gak! Aku gak menerima penolakan, kamu cukup duduk di sana. Biar aku yang bantu Owen," balas pria tersebut lagi. Emily menghela napas mendeng