Hari-hari setelah malam pengakuan itu terasa berbeda. Seperti badai yang mereda, meski langit belum benar-benar cerah. Pagi-pagi sekali, sebelum matahari muncul, Sebastian, dalam tubuh Jocelyn, berdiri di depan cermin kamar penthouse. Ia mengangkat dagu sedikit, memperhatikan cara ia menghela napas, bagaimana bahunya menegang, bagaimana satu alis terangkat saat ia merasa terganggu. “Tidak... terlalu lembut,” gumamnya. Ia menarik kembali bahunya, mempertegas postur tubuh, lalu mencoba melangkah menyusuri ruangan dengan gaya percaya diri yang selalu dimiliki Jocelyn,elegan dan anggun, namun sedikit menantang. Tapi tetap saja tumit sepatu yang dikenakannya masih menusuk kulitnya. “Kalau perempuan bisa pakai ini setiap hari, mereka lebih tangguh dari yang kita pikirkan,” gerutunya.Di sisi lain kota, Jocelyn, dalam tubuh Sebastian, mengulang kalimat yang sama tiga kali di ruang kerja pribadi Sebastian. “Rapat ini seharusnya disu
Last Updated : 2025-06-24 Read more