Semua Bab Sang Kekasih Berambut Merah: Bab 131 - Bab 140

"Masuk," suara Sarkon dari dalam ruang kerja menggelegar kesal.Maria menarik napas dalam-dalam, meraih gagang pintu yang dingin dan berat, dan memutarnya. Terdengar bunyi klik. Maria mendorong pintu tersebut dan melangkah masuk.Tiga wajah terkejut menatapnya: wajah Karl, Sanders, dan Sarkon.Pria tinggi kekar itu segera berdiri dengan alis yang berkerut khawatir, tetapi ia masih tersenyum ketika dia menatap Maria, "Maria? Apa terjadi sesuatu?"Maria hanya menatap balik dalam diam. Mengapa Sarkon selalu bertanya apa terjadi sesuatu seolah benar-benar ada sesuatu yang salah terjadi?'Hentikan,' Maria menegur dirinya sendiri. 'Kamu di sini untuk membicarakan beberapa hal dengan Sarkon, bukan untuk terlibat dalam pertengkaran kekanak-kanakan dengannya lagi. Pikirkan bayinya.'Mendengarkan suara di pikirannya, wanita cantik berambut merah itu menarik napas dengan tajam dan tersenyum, "Tidak ... aku hanya ... ingin membicarakan sesuatu denganmu."Sanders

Seseorang menghela napas dari pengeras suara. Sekretaris itu kemudian berbicara dengan nada bosan, "Meskipun Maria sangat tidak terduga, dia tidak bodoh, Sarkon. Dengan semua yang telah Anda ajarkan padanya, dia dapat dengan mudah dianggap sebagai seorang intelektual dengan IQ tinggi.""Jadi dia menggunakan hal itu untuk melawanku!" Pria beringas itu memukul kursi. Maria pasti menemui bajingan itu.Seakan membaca pikiran Sarkon, sahabatnya menimpali tanpa mengubah nada bicaranya. "Paris Carter sedang sibuk mempersiapkan pesta pertunangannya dengan putri taipan minyak. Jadi, dia tidak akan bisa bertemu dengan Maria bahkan jika dia mau."Alis tebal Sarkon terangkat karena terkejut kemudian berubah lembut menunjukkan kelegaan."Kamu masih belum memberitahuku ke mana kamu akan pergi," kata sekretaris itu dengan nada acuh tak acuh. "Apakah kamu akan kembali ke kantor? Mengingat Maria sudah tidak ingi

Sophie mengangguk. "Y-ya."Ia menjentikkan jari untuk menyuruh sang pelayan keluar. Pelayan itu bergegas keluar dari ruang kerja, lalu menutup pintu di belakangnya."Gadis keras kepala itu," Sarkon menggeram dalam hati, memikirkan Maria. "Dia harus diikat ke kursi agar tetap terlindungi dan terhindar dari bahaya." Dia menghela napas berat, berdiri, berjalan ke jendela, dan menatap laut biru di luar.Langit tampak berkilau kebiruan di matanya yang melotot. Apa yang akan dilakukannya?Tangannya dihempaskan ke langkan. Ia mencengkeram ambang jendela dengan erat. "Kenapa dia tidak bisa menurut saja seperti dulu? Kenapa dia harus membuatku sangat marah dan khawatir? Argh!!""Dan Karl si bajingan itu ... Kenapa dia mau saja mengantar Maria pergi? Apakah dia tidak tahu risikonya? Dia hamil kurang dari tiga bulan, sialan! Apapun bisa terjadi!"Pintu ruang ke

Seperti robot, Maria turun dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu. Perlahan, dia memutar kenop pintu yang berat dan membukanya.Tampak dalam pandangan Maria wajah cemas Sophie. Pelayan itu sedang duduk di tanah. Di sampingnya ada sepiring roti panggang keju Fisherman.Setelah mengamati makanannya, pandangan Maria tertuju ke wanita tua itu. Air mata pun kembali menggenang di matanya.Segera, pelayan itu melangkah maju dan dengan lembut memeluk Maria seperti seorang ibu kepada putrinya."Di sana, di sana, Nona." Dia menepuk Maria dengan kasih sayang keibuan.Maria terisak, suaranya teredam oleh seragam pelayan, "Sudah berakhir... Sophie. Semua sudah berakhir..."Sophie terus menepuk punggung Maria yang gemetar, lalu berbicara dengan nada pelan, "Ceritakan semuanya saat Nona makan. Nona pasti lapar."Perlahan pelukan mereka t

Maria buru-buru membuang muka untuk menahan air mata kekhawatirannya, ia lalu berbalik dan mengangkat dagunya."Baiklah!" pria beringas itu bersuara, napasnya terengah-engah. "Kamu dapat memegang perkataanku.""Dan aku juga akan melakukan hal yang sama," jawab Maria dengan bergegas pergi.Begitu pintu tertutup lagi, bahu lebar itu tenggelam di bawah beban ketidakberdayaan yang dibawa oleh kenangan masa lalu yang menghantui dan saat-saat masa kini yang tenggelam.Pria beringas itu memusatkan perhatiannya ke meja sampai pandangannya kabur.Setetes keputusasaan yang tak terlihat jatuh ke permukaan coklat tua yang mengkilap dan berceceran ke segala arah kenyataan.Air mata itu akan menguap dalam waktu dan akan selamanya tak terlihat dan terlupakan.*****Maria membanting pintu hingga t