Semua Bab Sang Kekasih Berambut Merah: Bab 111 - Bab 120

Lelaki itu benar-benar terkejut.Dia berharap Maria melotot dan memukulnya atau menolak untuk membiarkannya menyentuhnya.Dia tidak menyangka Maria malah menangis.Ratapan keras Maria seakan merobek jiwanya. Lelaki itu tiba-tiba merasa seolah-olah dialah yang terluka.Semua kemarahan yang dia rasakan terhadap Maria yang melanggar janjinya dan bertemu dengan dua bajingan itu menghilang tanpa jejak.Sekarang, dia hanya berharap Maria berhenti merasa terluka."Kau putus asa, Sarkon," pikirnya."Kau jatuh cinta dengan wanita ini, dan kau tidak bisa apa-apa selain cemburu setiap kali dia mendekati pria lain yang lebih baik darimu.""Sialan..." Dia mengutuk dan menarik Maria ke dalam pelukannya.Maria mencoba untuk melawannya dengan setengah hati, lalu membiarkan Sarkon memeluknya dan menang

"Apakah Anda membela Paris Carter?" suara berat itu bergumam tak percaya.Maria menatapnya dengan terkejut. "A-aku hanya-""Kau sangat mengenalnya, bukan?" Sepatang mata berwarna biru safir itu menyempit karena marah."Tunggu, Sarkon. Aku anggota OSIS dan–"BRAK!Meja bergetar karena pukulan keras dari monster itu.Maria melayangkan padangan kepada pecahan gelas yang jatuh, peralatan makan yang berantakan, makanan yang tumpah, dan kemudian pada pria yang membungkuk dengan kedua tangan di atas meja, dipenuhi kemarahan.Seketika, perasaannya terusik. Raksasanya yang tampan marah lagi. Dia tidak bisa berhenti menatap bahu lebar itu, dan otot-ototnya yang naik turun.Pasti ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk membantunya meredakan rasa marahnya."Mungkin ..." dia memulai dengan nada

Sebuah rintihan lolos dari bibirnya.Jari-jarinya menemukan tujuan mereka dan mulai menggodanya di bawah, mengagumi kelembutan kulitnya dan kenyamanan kehangatannya.Dia mendesah dan mengerangan. Berputar dan berputar seperti udang keluar dari air. "Sarkon! Ah... Mmmm... Oh, Tuhan!"Bibir Maria mencari bibir Sarkon, tapi dia menjauhkannya, menggigit, dan mengisap bagian sensitifnya di antara leher dan bahunya.Dengan kedua tangan masih terjepit di atas kepalanya, Maria tidak bisa berbuat banyak kecuali melengkungkan tubuhnya dan mengeluarkan erangan yang lebih keras untuk mengimbangi sensasi intens yang menumpuk di dalam."Kamu datang ke sini sendirian, Maria ... " dia bernafas di kulitnya yang lembab. Suara maskulinnya menciptakan getaran di kulitnya yang memancing merinding di sekujur tubuhnya. "Kamu tahu apa yang akan terjadi padamu ketika kamu melakukannya ... "

Bibirnya menempel di bantal merah jambu.Lengan kuat di pinggangnya seketika mengencang. Menariknya ke depan dan ke atas ke tubuh bidangnya hingga payudara Maria menekannya dengan keras. Tangan besar di sekitar tengkuknya menahan kepalanya di tempat agar lidah Sarkon menyelam jauh ke dalam mulutnya yang manis dan menjelajah dengan liar.Maria mendesah kencang, tidak mampu berpikir ataupun berkata-kata. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah membiarkan Sarkon tahu bahwa dia menyukai apa yang Sarkon lakukan padanya, meskipun agak kasar."Pelan saja," dia ingin berkata. "Aku tak akan ke mana-mana."Sebaliknya, lengan Maria melingkari pinggang Sarkon agar menariknya lebih dekat sampai mereka tergencet seperti jeruk yang dihaluskan untuk jus.Tidak lama kemudian, Sarkon melepaskan ciumannya dan mendorong Maria ke ranjang. Sarkon menindihnya dan menciuminya sekali lagi.Tangannya menjalar ke mana-mana, dari atas ke bawah dan ke

"Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan kepadaku ... Maria ...."Suara yang berat itu membisiki telinganya seperti sutra yang menyentuh kulitnya.Bagaimana bisa dia membuat Maria merasa begitu senang hanya dengan suaranya? Maria ingin bibir lembap dan jari-jari nakal itu membelai sekujur tubuhnya, lekukan demi lekukan. Maria ingin digelitiki napasnya yang hangat dan menggebu serta sentuhan kasar dari ujung-ujung jarinya.Oh, Tuhan ... Maria sangat menginginkannya."Bercintalah denganku, Sarkon," Maria mendengar suaranya sendiri dalam bisikan samar. Dia hampir tidak bisa mengenalinya. Seberapa beranikah dirinya?Seringai melebar di bibir Maria saat jari-jarinya membentang di otot-otot perut Sarkon yang keras itu. Dia merasakan kekencangan kulit yang kasar dan pucat sambil mengagumi otot-otot yang berkedut di balik sentuhan jarinya seperti gelembung yang meletus karena semang