Kereta ekonomi yang membawa Wawan ke Jakarta berderak pelan menembus pagi yang muram. Ia duduk di dekat jendela, menatap sawah-sawah yang menghilang satu per satu, digantikan beton, gedung, dan kabut polusi kota. Di tangannya, ada map cokelat berisi bukti lengkap: surat ancaman, rekaman CCTV, video dari flashdisk, serta laporan dari kepolisian daerah. Semua sudah disiapkan. Hari ini, ia bukan hanya suami dan ayah, tapi juga saksi dan korban.Namun jauh di dalam hatinya, Wawan tahu: ia juga orang yang bersalah. Semua ini dimulai karena pengkhianatannya. Tak peduli seberapa keras ia ingin berubah, masa lalu tetap mengikuti seperti bayangan—tak terlihat, tapi nyata.**Sesampainya di Jakarta, Wawan langsung menuju kantor pengacaranya, Pak Budi. Pria itu menyambut dengan serius, tak ada basa-basi.“Kamu yakin mau dorong ini ke tahap pengadilan terbuka?” tanya Pak Budi setelah membaca semua bukti tambahan.“Yakin, Pak. Saya nggak bisa tenang selama Nadia masih bebas. Dia bukan cuma ganggu
Terakhir Diperbarui : 2025-11-06 Baca selengkapnya