All Chapters of Dari Sahabat jadi Mempelai: Chapter 21 - Chapter 30

Ferdy berdiri di tengah keramaian, matanya merah membara dan napasnya terengah-engah. Di depannya, April yang tengah kebingungan, wajahnya datar tanpa ekspresi. Di balik kemarahannya yang meluap, Ferdy merasa dunia seakan runtuh begitu saja."Kau membunuh mereka!" bentak Ferdy, suaranya bergema keras di dalam restoran. "Kedua orang tuaku... mereka sudah mati karena ulahmu!"April menatap Ferdy dengan mata dingin, seolah menimbang kata-kata yang akan diucapkannya. "Ferdy, dengarkan aku baik-baik," katanya perlahan. "Aku memang menculik orang tuamu, tapi aku tidak pernah menyuruh siapapun membunuh mereka. Aku hanya mengancam kamu."Ferdy menggeleng cepat, penuh amarah dan kebingungan. "Kalau bukan kau, lalu siapa? Semua bukti mengarah pada anak buahmu! Mereka yang melakukan itu. Mereka yang membunuh orang tuaku!"April menarik napas panjang, seakan berat untuk mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi. "Anak buahku juga kebingungan, aku yakin ini ada sabotase. Ada yang mau mengambinghita

Lila ditatih oleh Rey untuk duduk. Kemudian dibuatkan teh hangat supaya meredakan mualnya."Minumlah, mungkin kamu kecapean, atau asam lambung kamu naik," kata Rey sambil menyerahkan teh hangat untuk Lila."Iya, Rey, mungkin asam lambung," timpal Lila. Lalu menyeruput teh hangat yang dibuatkan oleh suaminya.-------Matahari sore mengintip malu-malu dari balik tirai jendela sederhana itu. Suara detik jam dinding berpadu dengan denting panci dari dapur, tempat Lila tengah menyiapkan teh untuk dirinya dan Rey. Hari itu berjalan seperti biasa—tenang, tak ada yang luar biasa, kecuali satu hal yang tiba-tiba terlintas di benak Lila saat ia membuka laci tempat menyimpan kalender kecilnya.Lila menatap kalender itu cukup lama. Matanya mengerut, bibirnya tanpa sadar membentuk garis tipis. Sesuatu terasa janggal. Ia membolak-balik halaman kalender hingga akhirnya berhenti di tanggal yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat."Seharusnya aku sudah haid dua minggu yang lalu," celetuk Lila.Pi

Rey pun berdiri, ia terlihat aneh melihat sosok Ferdy yang banyak berubah hanya dalam waktu hitungan bulan. Tampangnya seperti tidak terurus, bahkan wajahnya terlihat lebih tua dari usia."Ferdy, ini beneran kamu?" Rey meyakinkan.Ferdy tersenyum sinis. Kemudian duduk di depan mereka berdua. Tangannya ia ulurkan dan kemudian berjabat tangan dengan keduanya."Kalian apa kabar?" tanya Ferdy."Kami baik, kamu?" tanya Lila sambil terus menatap sepupunya.Ferdy terkekeh."Seperti yang kalian lihat sekarang, aku seperti ini," jawab Ferdy.Lila dan Rey saling beradu pandang."Fer, maafin Mbak ya, sampai nggak tahu kabar meninggalnya kedua orang tuamu," ucap Lila.Mata Ferdy menatap Lila cukup lama. Sampai detik ini pikiran Ferdy masih dikotori oleh hasutan April, ia menganggap semua yang dialami oleh kedua orang tuanya adalah salah Lila. Dendam Ferdy semakin meradang ketika Lila bicara tentang orang tuanya."Aku terpuruk, Mbak, sejak kematian mereka, aku sudah tidak semangat hidup, makanya a

Lila menegakkan punggungnya, merasa firasatnya tak salah."Fer, aku yakin kamu merahasiakan sesuatu, iya kan?" Lila bertanya tapi seolah menuduh."Katakan aja." Rey ikut merasakan apa yang Lila rasakan.Ferdy menunduk sebentar, lalu menatap mata Lila lekat-lekat."Kamu masih ingat dendam April?"Lila mengerutkan dahi. Nama itu terdengar mengerikan untuknya. Lalu kenangan itu muncul, perlahan seperti kabut yang membuka jalan.April. Gadis ambisius yang sangat menginginkan posisi Lila. Namun, setelah membebaskan April dari penjara, Lila tidak pernah mendengar kabarnya lagi."Kenapa kamu sebut nama dia sekarang?" tanya Lila, nada suaranya berubah tegang.Ferdy mengusap lehernya, tampak gelisah. Dari keceplosan tadi, ia jadi menyeret nama April kembali, tapi ini bukan tanpa alasan, Ferdy punya alasan kuat untuk menyeret nama April kembali. "Beberapa waktu lalu, aku ketemu dia… tanpa sengaja, di sebuah seminar. Kami ngobrol sedikit. Dia tahu kamu hamil."Wajah Lila memucat. "Maksudnya, tah

"Sepertinya iya Bu, ada yang lempar ini," kata salah satu penjaga. Ia menyerahkan sebuah benda tajam dengan balutan kain pada Syahma.Syahma segera menghubungi Rey dan Burhan yang masih berada di jalan menuju rumah. Namun, sebelum mereka pulang, Syahma meminta Lila untuk masuk ke kamarnya. Ia memastikan semuanya baik-baik saja, karena di depan kamar Lila akan dijaga ketat, baik di depan jendela, maupun di depan pintu kamar.Setelah keduanya sampai, Syahma menunjukkan benda aneh yang ada di depan kaca jendela."Sepertinya aku kenal benda ini, senjata tajam ini peninggalan orang tuanya April," terang Rey."Lila jangan sampai tahu," usul Burhan."Mama setuju, demi kesehatan Lila dan bayinya," imbuh Syahma."April melakukan ini semua? Tapi orang suruhan Papa bilang, tidak ada yang mencurigakan dari gerak gerik April, gimana ini, Pah?" tanya Rey.Burhan menelan ludahnya."Bisa saja dia nyuruh orang, sama kayak kita," timpal Burhan."Kalau gitu, selidiki lebih dalam lagi dong, atau laporin