Semua Bab Dulu Mereka Buang Aku, Kini Mereka Bersujud: Bab 21 - Bab 30

Bu Ratna tersenyum sambil melangkah maju, melepas gelang emas di tangannya dan memakaikannya ke pergelangan tangan Adelina."Anggap saja ini hadiah pertemuan dari Ibu, ya."Adelina tahu jelas kalau Kakek Herman sedang memberinya sandaran kekuatan. Ia menekan perasaan harunya, tersenyum tipis dan berkata, "Terima kasih, Bu Ratna."Bu Ratna pura-pura menunjukkan wajah tidak senang. "Masih panggil Bu Ratna segala?"Adelina menarik napas dalam-dalam, lalu berkata pelan, "Ibu angkat."Bu Ratna langsung tersenyum sumringah dan menoleh ke arah Nathaniel. "Kakekmu sudah memenuhi keinginanmu punya adik perempuan, kan? Ayo, kenalan sama adikmu."Nathaniel menekan rahang belakangnya dengan ujung lidah, menahan amarah di dalam dada, lalu menyeringai dingin."Adik."Adelina menundukkan pandangan, suaranya pelan, "Kak Nathan.""Selamat datang semuanya dalam perayaan ulang tahun ayah saya. Saya mendoakan semoga beliau sehat dan panjang umur."Suara Pak Satrio terdengar lantang, mengawali acara.Bersa

"Emang kalau kamu bilang bukan, ya bukan? Aku juga bisa bilang papan catur giok itu punyaku."Adelina mengabaikan ucapan perempuan itu, memungut sebiji bidak giok, suaranya jernih dan dingin, "Kalau matamu rabun, lihat lebih teliti. Koleksi Keluarga Paramitha bukan yang seperti ini."Jari-jarinya yang putih memegang bidak itu, dengan cahaya lampu aula perjamuan, di bawah bidak giok itu ada bunga teratai yang sedang mekar."Hss, ini papan catur giok Teratai Es?""Benar juga. Aku tahu, ini memang bukan koleksi Keluarga Paramitha. Papan catur giok Teratai Es ini adalah karya kebanggaan dari master ukir giok Teratai, terkenal di seluruh dunia, nilainya jauh lebih tinggi dibanding milik Keluarga Paramitha."Melihat opini mulai berbalik, ada yang tak senang dan berkata, "Kalian bilang ini lebih berharga dari koleksi Keluarga Paramitha, masa mungkin bocah kecil seperti Adelina bisa dapat ini?"Seseorang berpikir keras dan berkata, "Setahuku, papan catur giok Teratai Es terakhir dikoleksi oleh

Nathaniel tertawa dingin karena kesal. "Tadi di depan Kakek, kamu manggil aku Kak Nathan, sekarang langsung jadi Tuan Nathaniel?""Kamu memang pintar, dibuang setelah dipakai."Kalimat terakhir itu mengandung nada geram seolah menggertakkan gigi.Adelina mengernyit sedikit. Dia pikir Nathaniel pasti paham, semua ucapan waktu itu cuma agar bisa lancar memutuskan pertunangan.Bukankah itu juga yang dia inginkan? Kenapa sekarang malah seolah-olah dia yang jadi orang tak tahu diri?"Tuan Nathaniel, kalau tidak ada urusan lain, aku permisi dulu.""Adelina."Suara Nathaniel agak dingin, mengandung amarah, "Kamu benar-benar mau menjaga jarak seperti ini sama aku?"Begitu matanya menangkap pandangan dingin Adelina, dadanya seakan dipenuhi rasa sesak. Akhirnya, dia pun melunak, nada suaranya ikut mereda, "Sudahlah, Kakek nyuruh aku antarkan kamu pulang. Kamu juga nggak mau aku langgar perintah Kakek, kan?"Begitu menyangkut Kakek Herman, kata-kata penolakan Adelina pun tertelan kembali. "Maaf m

Adelina menatapnya dengan dingin, “Maksud harfiahnya. Kamu nggak ngerti?”Leonard saking marahnya sampai napasnya memburu, dan dia menggertakkan gigi, “Adelina, kamu punya hak apa ngomong kayak gitu ke aku? Emang aku lebih menjijikkan dari kamu? Kamu sudah batal tunangan sama Keluarga Laksana, tapi masih biarin Nathaniel antarkan kamu pulang. Kamu pasti mau berusaha menggoda dia, kan?”Begitu kata-kata itu keluar, wajah Pak Hartanto dan Bu Nadya langsung berubah.Adelina tiba-tiba tertawa, tawa yang sangat menyindir, “Ternyata benar, hati yang kotor memang melihat segalanya juga kotor. Leonard, aku tarik kata-kataku sebelumnya.”Sebelum raut wajahnya sempat tenang kembali, Adelina melanjutkan, “Kamu lebih menjijikkan dari yang aku kira.”Wajah Leonard langsung makin muram.Pak Hartanto membentak, “Adelina! Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu ke kakakmu sendiri? Minta maaf pada dia!”Bu Nadya juga ikut menasihati, “Adelina, walaupun ucapan kakakmu memang agak kasar, tapi dia itu pedu

Adelina menggumam pelan sebagai jawaban, tapi tidak langsung bergerak.Davin agak tidak sabar. Saat menoleh melihat ke arahnya, dia mendapati wajah gadis itu sangat pucat, seolah baru saja kena syok.Dia pun mengernyit. "Mimpi buruk?""Nggak." Adelina menekan sisi sofa, mengatur napas pelan-pelan.Davin melirik sekilas. "Landasan bandara cuma kasih waktu 15 menit untuk parkir. Jangan lambat-lambat."Adelina pun berdiri dengan menopang tubuh di sofa.Tadi wajah Davin yang muncul mendadak begitu dekat saat dia membuka mata, memang sempat membuatnya terkejut. Di penjara dulu, dia sering mengalami hal seperti ini, begitu terbangun, orang-orang sudah mengelilinginya, lalu tanpa aba-aba langsung memukul dan menendangnya. Mereka biasa memilih waktu saat dia tertidur dan petugas jaga malam tidak ada, untuk menyerangnya diam-diam.Begitu turun dari pesawat, Davin langsung membawa Adelina ke sebuah mobil sedan hitam. Dia mempersilakannya masuk lebih dulu, lalu sendiri kembali untuk menjemput Dir