All Chapters of (Not) One Night: Chapter 51 - Chapter 60

Jam menunjukkan pukul 10 pagi, dan Alan tetap berada di rumah sakit. Dia tak pergi bekerja dan memutuskan untuk tetap menemani Evelyn di rumah sakit. Dia tak mau meninggalkan Evelyn. Dia ingin menjadi orang yang pertama Evelyn lihat saat wanita muda itu sadar nanti. Pagi ini, Tiana tiba di Jakarta bersama dengan suaminya. Mereka hanya datang berdua saja. Sedangkan dua anak mereka tetap di Singapura bersama mertua Tiana. Mereka tak bisa ikut karena harus sekolah. Setelah menemui anak sulungnya yang masih syok dan terguncang, Tiana lalu berangkat ke rumah sakit bersama Karina. Sedangkan suaminya menemani Zara di rumah. "Jadi, calon istri Alan itu sahabat Zara yang bernama Evelyn itu?" Tiana bertanya dengan ekspresi terkejut. Dia memang sudah diberitahu oleh Alan tentang adik bungsunya tersebut yang akan segera menikah lagi. Namun Alan tak memberitahu Tiana siapa yang akan dia nikahi. Bahkan Zara pun tak pernah bercerita. "Iya. Secara tak langsung, Zara juga yang mempertemukan mereka

"Evelyn. Dia adalah anak mereka." Pengakuan Alan tak menimbulkan reaksi yang luar biasa dari Tiana, dan itu membuat Alan heran sendiri. "Jadi benar perkiraanku selama ini?" ucap Tiana dengan suara pelan. Tatapan matanya berubah menjadi kosong, dan perkataannya barusan mengundang tanya dalam benak Alan. "Saat Zara mengenalkannya sebagai teman dan mengirimkan foto mereka berdua, aku sadar kalau Evelyn mirip dengan Vina. Namun Mas Reno selalu bilang kalau saja itu sebuah kebetulan mengingat cerita Zara tentang Evelyn yang tumbuh di panti asuhan, dan aku tak berpikir kalau mereka akan membuang anak mereka seperti itu," ucap Tiana. Alan menunduk sesaat mendengar itu. Agak lega sebenarnya, karena Tiana tak marah besar. Padahal Alan sudah khawatir kalau saja Tiana akan marah mendengar ini. Marah karena tahu kalau perempuan yang akan dinikahi adiknya adalah anak dari orang-orang yang sudah menyakitinya di masa lalu. "Selingkuh itu penyakit, dan Darren mengulanginya saat Vina sedang hamil.

Hari ini, tepat 10 hari sejak kecelakaan itu terjadi dan sampai saat ini juga Evelyn masih belum sadarkan diri. Alan sudah bisa mengatasi rasa terpuruknya dan berusaha bangkit. Dia kembali bekerja di kantor, dan menyerahkan penjagaan Evelyn pada Karina juga Tiana. Selama bekerja di kantor, Alan juga berusaha semaksimal mungkin agar dalang di balik pembunuhan berencana itu segera terungkap. Dan hari ini, tepatnya pada pukul satu siang, Alan mendapatkan telepon dari pihak kepolisan yang memberitahunya kalau supir minibus itu sudah berada di kantor polisi. Bukan tertangkap, tapi menyerahkan diri secara suka rela. Setelah mendapatkan telepon itu Alan pun langsung berangkat ke kantor polisi. Dia menghubungi Vino agar mereka bertemu di sana. Seorang pria berusia 65 tahun dengan rambut yang sebagian sudah memutih, namun tubuhnya terlihat masih cukup bugar. Keriput di wajahnya terlihat menandakan usianya sekarang yang tak lagi muda. Alan hampir saja meninju pria tua itu jika saja Vino tak m

Alan berjalan cepat di koridor rumah sakit menuju ruangan tempat Evelyn berada. Di belakangnya ada Vino, yang berusaha mensejajarkan langkah. Vino tersenyum melihat Alan yang terlihat sangat tak sabar untuk segera melihat Evelyn, setelah Karina mengabari tentang wanita itu yang sudah sadar. Alan membuka pintu dengan tak sabar dan langsung masuk. Perhatiannya langsung terarah pada Evelyn yang masih berbaring di atas ranjang. Senyum haru Alan timbul, dan dia hendak berjalan mendekati Evelyn. Namun langkahnya di tahan oleh Karina. "Sabar. Evelyn sedang diperiksa dulu. Dokter sedang memastikan tak ada masalah lain karena cedera kepalanya yang cukup parah," ucap Karina. Alan tersentak kaget mendengar itu. "Evelyn tak hilang ingatan kan?" tanya Alan dengan panik. Karina terlihat berusaha keras menahan tawa sekarang. "Tentu tidak. Saat bangun dia langsung menyebutkan namamu dan mencari keberadaanmu," jawab Karina dengan senyuman tipis. Alan menghela nafas pelan mendengar itu. Matanya mas

Zara menangis di samping ranjang Evelyn, dan berkali-kali mengucapkan maaf karena merasa bersalah. Evelyn maupun Alan juga sudah mengingatkan Zara agar jangan merasa bersalah. Karena ini memang bukan kesalahannya. Andai waktu itu mereka tak bertemu pun, pasti Evelyn tetap mengalami kecelakaan di tempat lain karena itu memang sudah direncanakan. "Justru aku lega karena masuk ke dalam taksi. Setidaknya Mas Alan tidak ikut jadi korban kecelakaan. Walau ya, aku turut bersedih juga karena supir taksinya meninggal dunia di tempat," ucap Evelyn. Alan sudah menceritakan semuanya, jadi Evelyn tahu. Zara sebenarnya juga sudah tahu tentang itu. Namun dia tetap merasa bersalah atas kecelakaan yang menimpa Evelyn. "Kamu harus cepat sembuh dan pulang ke rumah. Aku kangen cerita lagi sama kamu," ucap Zara dengan mata berkaca-kaca. Tiana yang melihat itu tersenyum. Tanpa bisa ditahan, ingatannya kembali menjelajah masa lalu, mengingat persahabatannya dulu dengan Vina yang sangat dekat bagai saudara