Semua Bab ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA: Bab 21 - Bab 30

Ia bersenandung riang. Langkahnya terasa ringan sekali, seolah ia baru saja mendapatkan doorprize. Sesekali, ia bahkan melihat pada ponselnya untuk kemudian terkekeh geli. Lampu ruangan menyala sebentar, mengikuti gerak matanya, lantas kemudian kembali mati. Ia terus melangkah, menapaki anak tangga dan membuka pintu kamarnya dengan tak sabaran."Ya Tuhan!"Lalu terkejut sendiri."Kirain nggak ada orang," pekiknya hampir setengah berteriak. "Mas Ditto kapan sampai? Tadi katanya masih di jalan."Tapi, seseorang yang berbaring sambil memunggungi perempuan itu bergeming. Tidak menjawab, tidak bereaksi yang bagaimana-bagaimana. Kyra mendekat, lebih dekat. Ia melihat dengan hati-hati ke arah laki-laki yang masih mengenakan kemeja berwarna putihnya. "Oh sudah tidur," gumam Kyra lalu memilih duduk di tempat tidur yang sama. Ia kembali memusatkan pandangannya ke arah si laki-laki. Terlihat sekali bahwa Ditto sangat lelah. Ia bahkan tidak mengganti pakaiannya sebelum beranjak tidur. Tercium ti

(Ayo dukung cerita ini dengan menekan vote dan komen yang banyak ya) *** Tahun 2021, Pasca Kejadian Usianya masih 16 tahun saat itu. Tinggi tubuhnya mungkin menampilkannya sebagai seseorang yang bisa dianggap dewasa. Sayangnya, anak sekecil itu sudah berkelahi dengan perasaan sedih luar biasa atas tragedi yang merenggut nyawa ayah dan ibunya. Yang pergi dengan tragis. Ada suatu waktu, dia tersenyum. Di hadapan Mama Mona yang memeluknya, di hadapan Papa Shandi yang membelikannya novel baru, di hadapan lelucon-lelucon garing milik Gio, juga di hadapan Ditto -meski tidak terlihat tulus sama sekali. Tapi ... tidak selamanya senyuman itu merupakan kesungguhan hatinya. Sebab sesekali, itu hanya topeng. Ia menyembunyikan luka yang sesungguhnya, terlihat baik-baik saja di hadapan orang-orang. Sore itu, Ditto baru saja pulang dari tempatnya kuliah. Ia sedang sibuk mengerjakan thesisnya di tengah kesibukan lain yang mulai menyergap. Kerja paruh waktu sebagai tenaga pengajar di beberapa te

Hidup itu penuh misteri. Segalanya bisa terjadi tanpa pernah diduga-duga. Padahal, manusianya tidak ingin. Yang menjalaninya tidak suka. Tapi takdir, kadang memang suka bercanda dan seenaknya.Kyra boleh jadi tidak menyukai keadaan yang saat ini menghimpitnya. Kehidupan rumah tangga -sandiwaranya- dengan Ditto misalnya. Tapi, apa mau dikata. Kyra menyayangi Mama Mona sebesar ia menyayangi mendiang ibunya. Dan lagi-lagi, takdir mengharuskannya memilih. Padahal jelas, itu sama sekali bukan pilihan. Ia didesak. Ia harus mau.Tapi siang itu, di dalam kantin yang riuh, Kyra jadi tidak merasa sendirian dipermainkn oleh takdir. Ada Edo dan juga Sesil ternyata."Sebentar ... sebentar. Aku masih loading nih," potong Kinara cepat. "Undangan. Dari you dan you. Ini maksudnya bagaimana sih?"Yang bingung, yang tidak paham keadaan, dan yang butuh banyak penjelasn, nyatanya bukan hanya Kinara. Di sisi lain, ada Hasan dan Azril yang saling memasang wajah cengo. Ada juga Ikri yang masih sibuk memutar

Kyra menatap pemandangan di depan sana dengan mata yang berkaca-kaca. Pada Sesil yang nampak cantik sekali dalam balutan gaun berwarna putih dan Edo dengan jas berwarna senada. Pada kedua mempelai yang saling bergandengan tangan, walau sesekali saling melirik dengan tatapan ingin membunuh.Rasanya apa, ya?Kyra tidak mudah mendeskripsikannya. Bagi perempuan itu, perjodohan yang dialami Sesil seperti mengingatkannya kembali kondisi dirinya kini. Yang sama, telah menjadi istri seseorang.Hanya saja, ada bedanya.Ia dan pernikahan Sesil berbeda.Karena sikap keras kepalanya, ia menyembunyikan pernikahan itu. Jadi, ia tidak punya kenangan di mana teman-temannya hadir untuk tertawa dan menangis bersama dengannya.Ia juga tidak bisa bersikap seperti Sesil yang belajar ikhlas dengan takdir tersebut. Perlahan menerima Edo, sekalipun tentu saja tidak mudah. Setidaknya, Sesil dan Edo saling mencoba."Kenapa melamun, sayang?"Sedangkan ia, edikitpun tidak pernah mencoba. Untuk ikhlas, untuk meng

Dadanya berdebar-debar. Sangat hebat. Sampai-sampai, telinganya ... bisa mendengar suara degupan itu. Ia lantas menyalakan air di westafel, membasuh wajahnya berulang-ulang, berharap suara kecipak air dan bunyi kran yang mengalir mendistraksi telinganya dari suara-suara degupan aneh itu.Yang dilakukannya kemudian adalah memandang wajahnya di cermin. Pipinya bersemu merah. Mungkin malu, mungkin hanya karena gerah."Wajar kok deg-degan, namanya juga manusia hidup."Ia bermonolog sendiri, mencari-cari alasan untuk membenarkan atas apa yang terjadi pada dirinya. "Wajar kok. Benar wajar. Deg-degan itu muncul karena kaget. Iya, karena kaget. Jatuh dari atas ranjang ke peluk --nggak, maksudnya ke karpet bulu-bulu ... siapa sih yang nggak kaget? Ini bukan hal aneh apalagi sebuah anomali. Oke, Kyra, calm down."Malam itu, setelah insiden yang tiba-tiba terjadi dan membuatnya harus lari tunggang langgang ke dalam toilet, Kyra terus berusaha meyakini satu hal.Tidak ada yang berubah.Hatinya,