Kyra yang malang itu kehilangan orang tuanya dalam sebuah tragedi perampokan saat berusia 16 tahun. Ia menjadi yatim piatu, tanpa memiliki satu kerabat pun yang mampu merangkulnya dari rasa sedih dan keinginan dari mengakhiri hidup. Tidak ada satu pun. Sampai ia menyadari, satu keluarga baik hati yang tinggal di depan rumahnya lah yang selalu memeluknya, merawatnya, membantunya tumbuh dan sembuh. Menyayanginya selayaknya Kyra adalah bagian dari keluarga tersebut. Sayangnya, itu tidak gratis. Saat Kyra berusia genap 20, Mama Mona meminta bayarannya merawat Kyra. Meminta perempuan muda itu untuk menikah dengan anak sulungnya --Ersya Jean Arditto-- yang merupakan seorang dosen muda di kampusnya, yang terpaut 10 tahun usianya dengan Kyra. Dan hutang budi itu memaksa Kyra menerima keputusan itu sekalipun aik dirinya maupun Ditto tidak tertarik satu sama lain. Lebih gilanya lagi, Ditto lah yang menyarankan pada Kyra untuk melakukan pernikahan sandiwara dan menyembunyikan status mereka di mata semua orang.
View MoreLampu itu telah menyala. Mengambil rasa pengap dan sesak yang dibawa gelap beberapa menit lalu. Mengembalikan kelegaan dan sedikit rasa malu karena sisa-sisa basah di pipinya.Kyra menunduk, mencoba diam-diam menghapus jejak air matanya."Ini akan sedikit perih, jadi ... tahan."Kyra yang duduk di sofa itu, kembali menatap lurus pada eksistensi laki-laki yang sedang berjongkok di hadapannya. Tangan si laki-laki cekatan, membasuh luka sobek akibat pecahan vas bunga itu dengan alkohol. Membuat perih menguar, Kyra meringis menahan."Cuma sebentar sakitnya, tahan."Kyra masih tak menjawab. Ia membiarkan saja suasana aneh berada di sekitar mereka. Sepi dan dingin. Karena di ruang tamu itu, hanya tersisa mereka berdua kini. Mama Mona, Papa Shandi dan Gio sudah kembali ke rumah."Padahal aku bisa sendiri," ujar Kyra, sesaat setelah Ditto menyelesaikan pertolongan pertamanya dan menutup kotak obat. "Aku 'kan bukan bocah."Ditto menghela napas, bangkit dan menjauh. Ia memilih duduk di sofa yan
"Kata Deasy, kamu diusir dari kelas Pak Ditto, ya?"Kyra sedang double cleansing ketika panggilan dari Sesil meminta dijawab. Ia lantas menerima panggilan tersebut namun dibiarkan dalam mode speaker. Jadi sekarang, ketika Sesil masih sibuk berceloteh, Kyra belum juga menanggapinya."Menurut kamu, Pak Ditto itu sudah punya pacar atau belum ya?"Pertanyaan Sesil mengejutkan Kyra. Perempuan itu lantas meletakkan kapas yang semula sedang diusapkan ke pipinya. "Mana aku tahu," jawabnya ketus."Dih ... sensi banget yang habis diusir dari kelas. Salah sendiri, tumben-tumbenan telat. Mana telatnya nggak sadar diri lagi, sampai dua puluh menit."Kyra mendengus. "Namanya telat itu ya nggak bisa memilih. Aku juga maunya telat cuma lima menit biar si nyebelin itu nggak bikin malu."Terdengar tawa Sesil dari seberang telepon sana. "Meskipun nyebelin, Pak Ditto itu seksi tahu."Kyra memutar matanya; jengah. Ia tidak mengerti mengapa teman-temannya -khususnya yang perempuan- selalu mengatakan sikap
Katanya, obat segala gundah itu adalah bertemu dengan orang tersayang. Pada sang pujaan hati, ketika keluh kesah terluah, akan datang lega setelahnya. Begitulah yang ada di dalam keyakinan Kyra. Oleh karena itu, sekarang ini, kantin fakultas FISIP dan eksistensi seorang Zikri di hadapannya.Pipinya masih basah, sisa tangisannya beberapa menit lalu. Tepat setelah laki-laki itu tiba, Kyra memberinya sapaan dengan air mata."Sayang, kenapa? Hey, sayang?"Zikri atau lebih akrab disapa Ikri jelaslah bingung. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Jangankan berselingkuh, telat membalas pesan pun rasanya tidak ia lakukan. Ia juga sudah memposting foto Kyra yang cantik di instagramnya walau dengan resiko menjadi olok-olok teman tongkrongannya karena level bucinnya sudah akut."Sayang ... sudah dong. Kamu cerita, kenapa nangis? Biar aku nggak clueless begini."Kyra benar-benar berhenti menangis. Ia mencebik, memasang wajah memelas yang bisa membuat siapapun yang melihatnya terenyuh. Tapi
Januari, 2024Kyra dan laki-laki yang menuduhnya main petasan itu, kini sedang berhadap-hadapan. Saling memandang dengan sorot yang sengit. Tidak ada satupun di antara keduanya yang ingin mengalah. Kyra bersedekap dada, mencoba bersikap pongah. Tiba-tiba ia ingat janjinya pada diri sendiri untuk tidak bersikap ramah pada laki-laki tersebut. Apalagi dalam situasi seperti ini, dimana ia bahkan tidak bisa diajak kerja sama."Coba ulangi kalimatnya," pinta Kyra dengan nada yang ketus.Ditto menghela napasnya panjang. Ia selalu merasa sudah lelah duluan setiap kali menghadapi manusia diusia 20-an. Belum juga bicara, energinya rasanya sudah terserap habis. Apalagi manusia usia 20-an ini adalah Kyra Aruma Wahid.Si kepala batu."Kamu boleh membatalkan rencana pernikahan ini."Kyra menggeleng pelan. Ia mendengus. "Kenapa harus aku?"Ditto mengernyit. "Jadi harus aku?""Iya dong!" tegas Kyra.Ditto semakin mengernyit. "Tapi 'kan kamu yang ingin rencana pernikahan ini batal."Kyra terkekeh. "Do
Januari, 2018, Hari KepindahanGadis kecil dengan cepol yang tinggi itu menggerutu pelan. Kakinya dihentak-hentak kasar ke jalanan saat tangannya sibuk membawa sebuah boneka beruang besar. Di sampingnya, sang ibu menatap dengan helaan napas panjang. Tidak ingin memperkeruh suasana, membiarkan rajukan-rajukan itu bagai angin lalu.Satu demi satu, barang-barang itu telah berhasil masuk ke dalam rumah. Memenuhi setiap sudut, berantakan. Dua orang dewasa itu tidak langsung membenahinya, asik dengan segelas es teh sambil membiarkan kaki mereka selonjoran di lantai."Nona manis, nggak tertarik dengan ice tea ini, kah?"Laki-laki berbadan tambun itu, menggoyang-goyangkan gelas es-nya. Ia juga membiarkan gelas itu menyentuh pipi si gadis kecil yang dibalas dengan rengekan ketus."Kenapa sih, nona manis?" Ia mendekat, meletakkan gelas es-nya di atas meja. "Nggak suka rumahnya?"Gadis kecil dengan cepol tinggi itu menoleh sekaligus mencebik. Matanya nanar, hampir tumpah ruah isinya. "Bukan ngga
PROLOG***"Mama ingin sekali melihat Kyra dan Ditto menikah."Kalimat itu, meluncur bebas dari perempuan paruh baya yang kini memeluk tubuhnya. Mengalirkan angin dingin yang menerpa tengkuknya, membuat perasaannya meremang, sesungguhnya tak senang. Gagasan sekaligus seperti titah itu, sekalipun tidak ia sukai, anehnya ia balas dengan senyuman. Seolah itu adalah usulan paling brilian."Kyra sama Mas Ditto, Ma?" ulangnya dengan senyuman yang terpatri. Ia merenggangkan pelukannya, menatap sebentar pada laki-laki yang dimaksud. Hanya sebentar, ia tidak kuat menatap sorot mata datar itu. Lalu kembali menatap perempuan paruh baya yang masih suka memakai lipstik merah. "Mama nggak salah?"Perempuan itu menggeleng. Ia menepuk pelan punggung tangan Kyra. Lembut dan berulang-ulang. "Mama yakin, Ditto pasti bisa jagain Kyra andai mama dan ayah sudah nggak ada di bumi ini."Kyra masih terus tersenyum. Tapi tidak ada sepatah kata yang muncul sebagai jawaban. Jelas saja, kepalanya masih sibuk seka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments