Sahabat Kakak, Pacarku! のすべてのチャプター: チャプター 11 - チャプター 20

Yuki terbangun dengan wajah masih lengket oleh sheet mask yang sudah kering setengah jam lalu. Laptop di sampingnya masih menyala, menampilkan adegan drama Korea yang sudah entah berapa episode lewat sejak ia ketiduran. Lampu kamar redup, tapi layar laptop bersinar terang menyoroti wajahnya yang masih setengah sadar."Duh, kenapa sih aku selalu ketiduran pas adegan seru..." gumamnya pelan sambil melepas masker dan melemparkannya ke tempat sampah.Tenggorokannya terasa kering sekali. Ia menguap besar, lalu berdiri dengan langkah malas, rambut awut-awutan ke segala arah seperti singa bangun tidur. Tanpa repot-repot menyisirnya, Yuki menuruni tangga untuk mengambil air ke dapur.Tapi belum sempat ia mencapai kulkas, terdengar suara seseorang di ruang tengah."Loh—""WAAAAH!" teriak Arga refleks sampai hampir menjatuhkan gelas di tangannya.Yuki langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Loh! Kak! Tenang-tenang... ini aku, Yuki!"Arga masih memegang dadanya, berusaha menenangkan napas.

Setelah puas memanjakan diri di luar rumah, menyeruput kopi sambil scrolling Instagram dan menatap hasil pengumumannya berkali-kali, Yuki akhirnya memutuskan pulang. Langit sudah berubah oranye, dan matahari seakan perlahan pamit pulang ke rumahnya sendiri.Begitu sampai di depan pagar, Yuki mengerutkan kening. Rumahnya gelap gulita. Biasanya lampu teras menyala, dan aroma masakan mama sudah tercium dari dapur. Tapi kali ini? Sunyi. Bahkan mobil mama tidak tampak di garasi."Mungkin ada pasien mendadak lagi..." gumamnya pelan sambil menenteng tas. Ia menatap rumah yang sepi itu dengan ekspresi lelah, pikirannya sudah berencana langsung mandi, pakai piyama, lalu rebahan sambil nonton drakor.Langkahnya berat tapi tetap ia lanjutkan. Ia membuka pintu perlahan, dan..."SURPRISE!"Teriakan itu membuat jantung Yuki hampir copot. Lampu ruang tamu langsung menyala terang, dan di sana berdiri tiga orang yang membuatnya nyaris menangis bahagia: mama, Kairo, dan... tentu saja, Arga, teman kakak

Setelah menyadari Yuki tak juga kembali, Arga mulai gelisah. Tatapannya sempat berpindah dari Luna ke arah kerumunan pengunjung, dan seolah insting pelindungnya aktif, ia segera berpamitan sopan.“Lun, aku duluan ya. Adikku gak balik-balik dari tadi,” katanya cepat.“Oh iya, hati-hati ya, Ga,” balas Luna sambil melambaikan tangan.Tanpa pikir panjang, Arga berjalan cepat menelusuri jalur pengunjung kebun binatang, matanya awas ke segala arah. Detak jantungnya sedikit tak beraturan—bukan karena takut Yuki hilang, tapi lebih ke… panik yang bahkan ia sendiri tak mengerti alasannya.Hingga akhirnya, langkahnya berhenti di depan kandang reptil.Dan di sanalah Yuki berdiri, dengan ekspresi cerah dan antusias khas dirinya, sedang ngobrol dengan seorang pria asing berkaus hitam yang memegang brosur edukasi hewan.Namun bagi Arga, yang pertama kali dilihat bukan siapa-siapa.Melainkan posisi Yuki yang terlalu dekat.Tanpa berpikir, ia melangkah cepat, berdiri di depan Yuki, menghadang pria itu

Hari pertama Yuki menjalani perkuliahan terasa lebih melelahkan dari yang ia bayangkan.Slide dosen tentang anatomi hewan berlembar-lembar, dan setiap kata yang diucapkan rasanya seperti mantra kuno yang tidak bisa diuraikan."Bagian ini disebut musculus sternocephalicus, fungsinya untuk—"Yuki berhenti mencatat, menatap kertasnya yang penuh coretan misterius."Zara, lo ngerti gak?" bisiknya pelan."Ngerti... tapi gak tahu maksudnya apa," jawab Zara jujur.Yuki menatap papan tulis lagi, mencoba fokus, tapi yang bisa ia pikirkan cuma: kenapa leher sapi aja punya lebih banyak otot dari hubungan aku dan logika?Begitu bel tanda istirahat berbunyi, Yuki langsung bangkit seperti pejuang yang baru bebas dari peperangan. Ia dan Zara berjalan ke kantin, mengantre panjang hanya untuk segelas es teh manis yang terasa seperti hadiah dari surga.Baru saja ia meneguk minumannya, seseorang menepuk bahunya."Hai...""Hai!" Yuki menoleh cepat. "Oh, Justin! Gimana day one lo?"Justin mengangkat tangan

Hari ini adalah kali pertama Yuki mendapat tugas kerja kelompok. Dan entah kebetulan atau nasib, dia sekelompok dengan Justin, si cowok yang sudah kena "label waspada" dari Kairo."Kerja kelompok di mana ya?" tanya Zara pagi itu sambil menenteng buku catatan."Di coffee shop depan kampus aja. Kata Justin tempatnya adem dan ada colokan," jawab Yuki berusaha biasa saja, padahal dalam hatinya sudah mulai gelisah.Sebelum berangkat, Yuki berdiri di depan cermin sambil menatap ponselnya. Jempolnya ragu-ragu sebelum akhirnya mengetik pesan izin.📱: Kak, hari ini aku kerja kelompok sama teman-teman di coffee shop depan kampus. Jangan nyusul ya. Aku janji gak macem-macem.Pesan terkirim. Satu menit, dua menit... tak ada balasan."Yah... pasti lagi praktikum," gumamnya dengan lega tapi juga was-was.Ia pun mengambil tas, mengecek ulang dompet, buku, dan laptopnya, lalu berangkat dengan langkah ringan."Finally... hari tanpa pengawasan Satpam Kakak!" ujarnya pelan sambil tertawa kecil.Di coff