Tiga Minggu Setelah Revolusi Tambang Jiwa Berdarah tidak lagi terdengar seperti neraka. Aku—kami—berdiri di tepi plaza yang dulunya menjadi saksi eksekusi publik, sekarang diubah menjadi ruang berkumpul. Suara-suara yang dulu adalah erangan dan tangisan kini bercampur dengan diskusi, terkadang perdebatan, bahkan sesekali tawa. Bukan tawa yang penuh, bukan kebahagiaan murni—luka terlalu dalam untuk itu—tapi ada sesuatu yang menyerupai harapan. "Kau terlihat seperti sedang meratapi kemenangan," kata Tua Bangka, yang kini duduk di kursi kayu sederhana—bukan di lantai sel yang dingin. Wajahnya yang keriput terlihat lebih rileks, meskipun mata tuanya tetap waspada. "Atau mungkin kau meratapi apa yang kau korbankan untuk mencapainya." Aku menoleh padanya. Dalam kolektif kami, empat suara lain mendengarkan—Jiao, Mei Ling, Hong, Feng—masing-masing sibuk dengan tugas mereka sendiri tapi tetap terhubung. Dan lebih dalam lagi, Yang Terkubur berdenyut dengan tenang, seperti laut dalam yan
Last Updated : 2025-10-26 Read more