Pintu kayu berwarna cokelat tua terbuka pelan. Aroma masakan rumah—mungkin soto atau semur—menyelinap keluar, hangat. Seorang perempuan berusia awal lima puluhan, rambut disanggul rapi, tersenyum ramah. “Eh, Nak Nobu … tumben main ke sini lagi?” suaranya lembut. “Masuk dulu. Hanni lagi di ruang tamu.” Ia melepas celemek. “Panas banget diluar, ya? Nobu mengangguk kikuk, sepatu ketsnya terasa berat di kaki. “I-iya, Bu. Maaf ganggu…” Suaranya serak, seperti baru bangun tidur. Ia menunduk, menghindari tatapan ibu Hanni yang terlalu hangat—mata yang sama dengan Hanni, tapi lebih lembut. Ruang tamu kecil, sofa kain bercorak bunga, meja kaca di tengah, vas bunga plastik di sudut. Hanni duduk di sofa, kakinya diselonjorkan di atas bantal. AC berdengung pelan, tapi udara tetap lembab. Wajahnya sudah tidak pucat lagi—pipi merona, matanya berbinar. Senyumnya muncul saat melihat Nobu, “Nob!” Hanni melambai kecil. “Duduk sini. Lama nggak ketemu.” Nobu duduk di ujung sofa, tangannya di pangku
Terakhir Diperbarui : 2025-11-12 Baca selengkapnya