All Chapters of Pesona Suami Wasiatku: Chapter 41 - Chapter 50

Pagi itu, di ruang makan rumah utama keluarga Zhang yang luas dan rapi, udara terasa lebih ringan dari biasanya.Untuk pertama kalinya sejak gosip melanda, suasana rumah besar itu tidak diliputi ketegangan, melainkan tawa kecil.Madam Zhang meletakkan tablet di meja setelah menonton ulang video viral "Ibu Mertua Hebat dari Haicheng.""Lihat ini," katanya sambil menahan tawa. "Ibu Mei benar-benar luar biasa. Dia bisa membuat gosip yang berpotensi jadi skandal berubah jadi komedi keluarga."Zhang Haoren menyesap tehnya pelan. "Aku tidak menyangka besanku punya kemampuan diplomatik seperti itu meski gayanya agak … tidak konvensional.""Tidak konvensional?" istrinya mengulang dengan geli. "Dia masuk ke rumah putra kita dengan nada seperti jenderal memarahi pasukan, tapi hasilnya … publik malah tersenyum.""Itu karena ketulusannya," sahut sang suami tenang. "Kadang, yang paling jujur justru yang paling menenangkan."Madam Zhang terkekeh-kekeh. "Aku kira awalnya akan tambah heboh. Tapi siap

Langit Haicheng pagi itu masih kelabu, dan di bawah rintik hujan ringan, halaman utama gedung Zhang Group berubah jadi lautan kamera.Puluhan wartawan berdesak, mikrofon terangkat, semua mata menatap satu arah, menunggu sang CEO muda muncul untuk menjawab gosip yang sudah jadi makanan publik selama seminggu terakhir."Benarkah CEO Zhang menjalin hubungan dengan staf magangnya?""Apakah rumor itu benar?"Tagar #KonferensiZhangGroup memuncaki trending topic nasional.Akan tetapi, di balik layar, seseorang justru terlihat tenang.---Di ruang persiapan lantai atas,Zhang Yichen berdiri di depan cermin, dasinya sudah rapi, matanya memantul dingin tapi terkendali.Asisten Chen berdiri di belakangnya, gelisah."Semua wartawan sudah siap, Tuan Zhang. Tim PR masih berharap Anda menggunakan jawaban netral seperti yang kita rancang.""Jawaban yang mereka rancang tidak menjawab apa pun," Yichen menatap bayangannya di kaca."Tapi kalau Anda menjawab terlalu jujur, itu bisa memicu spekulasi lebih

Sudah tiga hari sejak konferensi pers itu. Zhang Group kembali berjalan seperti biasa, tetapi dengan suasana kantor tidak pernah sama lagi.Bisik-bisik di lorong, tatapan penasaran, dan senyum setengah menilai setiap kali Mei Lin lewat dengan berkas di tangan."Itu sekretarisnya Tuan Zhang, tuh!""Iya. Cantik juga, sih. Pantas aja banyak gosip.""Tapi katanya cuma gosip doang.""Hm, mana ada gosip kalau nggak ada apinya."Mei Lin mendengarnya. Ia pura-pura sibuk melihat tablet, dengan langkah yang ia buat sedikit lebih cepat dari biasanya.Dalam lift, ia menatap pantulan dirinya di cermin logam. Wajah lelah, senyum dipaksakan, mata sedikit memerah. Namun, begitu pintu terbuka di lantai CEO, ia kembali tegak. Harus terlihat profesional, bukan emosional.--Suasana ruang kerja Zhang Yichen biasanya sunyi, rapi, dan dingin. Namun, kali ini ada tamu yang sudah menunggu di dalam, Qi Yueran.Ia duduk santai di sofa, menatap layar tablet penuh data proyek baru, Aurora. Rambutnya disanggul el

Langit sore di Haicheng tampak cantik, berwarna jingga keemasan dan jalanan ramai, tetapi di dalam mobil hitam Zhang Yichen, suasananya rumit.Mei Lin duduk di kursi penumpang depan sambil bersedekap. Sudah sepuluh menit sejak mobil meninggalkan kantor, belum ada satu pun dari mereka yang bicara.Zhang Yichen fokus menyetir, ekspresinya tenang. Bagi Mei Lin terlalu tenang dan itu justru tanda bahaya.Mei Lin akhirnya menoleh dan membuka percakapan. "Kau marah? Tidak mau mengantarku?""Tidak. Siapa yang marah?""Bohong!"“"Aku tidak marah dan buktinya aku antar kau pulang.""Tapi, nada suaramu 20% lebih rendah dari biasanya. Itu nada orang marah diam-diam."Zhang Yichen melirik sekilas. "Aku mulai mengerti kenapa semua asisten HRD bilang kau berani mati.""Aku nggak berani mati. Aku cuma nggak tahan kalau suasana terlalu serius.""Rapat tadi harusnya tenang.""Ya ampun! Jadi, kau sedari tadi diam hanya karena rapat tadi? Kenapa? Bukankah kau bilang 'lanjutkan tengilmu'. Dan perasaan .

Hari itu tiba. Aula utama HUBA University siang itu dipenuhi banner biru elegan bertuliskan, 'Peluncuran Program Beasiswa Zhang Group Untuk Generasi yang Berani Bermimpi'. Suara kamera, wartawan kampus, dan dosen memenuhi ruangan, tetapi semua orang hanya menunggu satu hal, yakni penampilan sang CEO muda yang sedang ramai diperbincangkan seluruh Haicheng."Selamat siang, semuanya. Mari kita sambut CEO Zhang Group, Tuan Zhang Yichen."Suara tepuk tangan bergema. Mei Lin yang duduk di barisan tengah langsung membeku. "Astaga … dia datang? Lalu, apa maksudnya semalam dia bilang tidak akan datang?"Zhang Yichen melangkah masuk dengan setelan abu-abu muda, dasi biru tua, dan ekspresi tenang seperti biasa, tetapi bagi Mei Lin, setiap langkahnya terasa seperti ledakan kecil di jantung."Dia datang sendiri?" bisik Qian Qian di sebelah.Mei Lin mengangkat kedua bahunya. "Ah, gak seru, gak ada asisten Chen!""Asistennya sedang cuti," sahut Mei Lin cepat."Kau tahu?""Ehh ... aku ... baca di