All Chapters of Pesona Suami Wasiatku: Chapter 31 - Chapter 40

Sore itu Zhang Yichen dan Mei Lin berada dalam satu mobil menuju rumah utama keluarga Zhang. "Kira-kira ... papa mau bicara apa, ya?" tanya Mei Lin gelisah. "Kalau aku tahu, tidak usah kita ke rumah utama," jawab Zhang Yichen santai. Mei Lin mendesah panjang. "Iya, juga, sih!""Jangan takut, ada aku."Mei Lin menoleh, menatap Zhang Yichen yang sedang menyetir. Pria yang delapan tahun lebih tua darinya tampak tenang seperti biasa. Dari sikap tenangnya itu, Mei Lin tahu ... suaminya akan terus berada di garda terdepan.--Mobil hitam Zhang Yichen sudah terparkir di halaman mansion yang paling mewah di kota Haicheng. Ya, rumah utama keluarga Zhang. Pasangan suami-istri itu bergegas turun, sampai akhirnya tiba di ruang kerja Zhang Haoren yang terlihat megah, tetapi terkesan dingin menurut Mei Lin. Di dinding tergantung potret hitam-putih keluarga. Terlihat wajah-wajah tenang, tetapi penuh harapan.Di sana, di kursi kebesaran Sang Komisaris, sepasang mata tengah menatap mereka. Zhang

Hari yang direncanakan tiba.Ruang konferensi Zhang Group yang megah, kini penuh oleh wartawan dan kamera dari berbagai media, berikut dengan spanduk besar di belakang panggung. 'Zhang Group Education Initiative. Menebar Kesempatan, Menyemai Masa Depan'. Zhang Yichen berdiri di sisi kiri panggung dengan jas hitam elegan, ekspresi tenang seperti biasa. Di sisi kanan ada Mei Lin, memakai setelan krem sederhana, tetapi berkelas, dan rambut disanggul rapi. Tangannya menggenggam catatan dengan gugup."Oke, Lin … kau cuma harus bicara 3 menit. 3 menit tanpa salah sebut, tanpa tergelincir lidah, dan tanpa menatap pria di sebelahmu terlalu lama. Fokus. Fokus!" ucapnya dalam hati. Tiba-tiba Zhang Yichen menoleh, seolah bisa baca pikirannya."Kau baik-baik saja?""Aku baik.""Kau kelihatan gugup.""Aku cuma deg-degan karena ... eh, karena lampunya terlalu terang.""Bukan karena aku?""Kau terlalu percaya diri."Zhang Yichen menahan senyum kecil. "Kalau gugup, lihat aku.""Tapi itu justru bik

Senin pagi di kantor Zhang Grup berjalan seperti biasanya. Semua tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing, termasuk Mei Lin. Sekretaris magang itu tengah berkutat dengan jadwal CEO, menyusun laporan mingguan, serta data administratif lainnya. Suasana hati yang senang tentu saja membuat pekerjaannya terasa ringan. Sampai akhirnya tak terasa waktu beranjak siang. Mei Lin menguap, tetapi harus segera ke ruangan CEO. Namun, ia memilih pergi ke pantry terlebih dahulu dengan map di tangan. Tiba di pantry, Mei Lin lekas mengambil kopi saset dan menuangkannya di cangkir. Setelah diseduh, ia meminumnya setengah, lalu meninggalkan ruangan itu.Mei Lin jalan tergesa-gesa menuju ruangan CEO. Namun, yang didapati ia melihat wajah para manajer dan direktur tampak lebih serius, beberapa berjalan cepat sambil membawa dokumen. Bahkan udara di koridor lantai 31 terasa dingin. Hawa yang mencekam. Mei Lin menghentikan langkah dan menatap mereka dengan dahi berkerut. Ia merasa ada sesuatu yang tidak

Hari-hari di kantor, Mei Lin lalui terasa lebih panjang dari biasanya.Sejak rapat gabungan dengan Jinmei Corporation, ia resmi ditugaskan sebagai koordinator lapangan magang untuk proyek mahasiswa internasional, proyek yang dikepalai langsung oleh Qi Yueran. Tugas besar itu datang bersamaan dengan tekanan yang lebih besar pula."Tiga minggu ini, aku makan lebih banyak stres daripada nasi," gumamnya sambil menatap layar laptop yang penuh file proposal.Chen lewat sambil membawa kopi. "Nona terlihat lelah.""Aku merasa seperti nasi goreng yang terlalu lama di wajan.""Nona mau istirahat?""Nggak bisa. Deadline presentasi besok."Chen menatapnya sejenak. "Aku kagum. Nona sudah magang hampir lima bulan, tapi sekarang kau udah ngomel kayak senior manajemen.""Itu bukan prestasi, itu efek samping hidup dengan CEO Zhang, Chen."Chen tersenyum simpul. "Wah, efek samping yang sangat luar biasa itu, lebih dari pil."Mei Lin terkekeh-kekeh. "Tergantung jenis pilnya, Chen. Kalau seperti CEO-mu,

Lima bulan sudah berlalu. Dalam waktu sesingkat itu, dunia gadis berumur dua puluh dua tahun itu berubah total. Dulu, hidupnya hanya berkutat antara tugas kuliah dan drama kampus.Sekarang?Namanya muncul di artikel bisnis, di media sosial, bahkan di meja makan keluarga Zhang. Akan tetapi, seperti permukaan kaca yang tampak halus, ada retakan kecil yang mulai muncul di bawahnya.--Pagi itu, Haicheng tampak mendung.Mei Lin berdiri di dapur, mengenakan sweater besar milik Zhang Yichen, rambutnya diikat asal.Aroma kopi memenuhi udara. Ia menatap dua cangkir di depannya sambil bicara sendiri."Satu kopi pahit untuk si Bos Dingindan satu kopi manis buat istri yang masih menyesuaikan diri jadi dewasa.""Kau bicara sendiri lagi?" Suara Zhang Yichen terdengar dari belakang."Aku latihan public speaking.""Dengan cangkir?""Kau tahu nggak, cangkir ini lebih suportif daripada sebagian direkturmu."Zhang Yichen mengangkat alis, menahan senyum. "Kau tahu, kadang aku lupa kau masih mahasiswi