Semua Bab Pesona Suami Wasiatku: Bab 61 - Bab 70

Jarum jam terus berputar mengiringi setiap aktivitas para staf Zhang Grup sedari pagi sampai akhirnya bertemu dengan matahari yang perlahan tenggelam, kembali ke peraduan. Malam turun perlahan di atas gedung Zhang Group. Lampu-lampu kota Haicheng berkelap-kelip, memantul di jendela ruang kerja Zhang Yichen yang masih terang sampai larut. Ya, pewaris perusahaan ternama itu memilih lembur. Mei Lin memilih duduk di sofa dengan laptop di pangkuan, tetapi pikirannya melayang. Di seberang, Zhang Yichen sibuk membaca laporan. Suara ketikan keyboard terdengar pelan, seperti detak waktu di antara mereka.Beberapa menit berlalu dalam diam,lalu akhirnya Mei Lin bersuara pelan."Bos …""Hm?" Zhang Yichen masih fokus pada laptopnya. "Aku mau nanya sesuatu.""Silakan.""Tapi jangan jawab kayak robot, ya."Zhang Yichen menoleh sebentar, lalu berkata, "Aku tidak punya mode robot.""Kau punya. Mode logika tanpa perasaan."Lagi, Zhang Yichen menatapnya sekilas. "Pertanyaannya apa?"Mei menutup lapt

Pagi menjelang. Pagi di rumah keluarga kecil Zhang itu dimulai dengan keanehan yang tidak pernah dibayangkan siapa pun.Bukan suara burung, bukan pula aroma roti panggang.Akan tetapi, suara quack pelan dari speaker ponsel Mei Lin yang jadi alarm barunya.'Bebekku sayang, bangun! Quack … quack …'Zhang Yichen membuka mata pelan, masih setengah sadar. Ketika begitu pandangannya fokus, yang pertama ia lihat adalah Mei Lin berdiri di ujung ranjang, pakai piyama bebek kuning itu, sambil menari kecil."Bos, selamat pagi! Quack-quack edition!"Zhang Yichen mengusap wajahnya. "Aku mimpi atau ini hukuman dari kehidupan masa lalu?""Hidupmu butuh warna, Bos.""Aku sudah cukup berwarna. Lihat under-eye-ku.""Itu hitam, bukan warna.""Itu hasil kerja keras.""Kerja keras harus dirayakan dengan sarapan bebek!""Sarapan bebek?" Zhang Yichen duduk bersandar. "Bukan bebek beneran, Bos! Telur mata sapi bentuk bebek! Aku bikin sendiri!"Mei Lin meminta Zhang Yichen untuk mandi dan ia akan menunggu d

Hari itu Zhang Group terasa lebih sibuk dari biasanya. Mobil hitam berderet di parkiran eksekutif,karpet merah digelar, dan para staf senior sibuk menyambut tamu-tamu besar.Di antara mereka, dua sosok paling berpengaruh di dunia bisnis Haicheng akhirnya bertemu. Zhang Haoren --Komisaris utama Zhang Group dan Qi Mingzhao --pemegang saham besar di perusahaan mitra.Mereka berjalan berdampingan menuju ruang rapat direksi. Dua pria berjas mahal, dengan senyum yang sama halusnya dan agenda berbeda di kepala masing-masing."Haoren, kali kedua kita berbincang santai setelah beberapa tahun lalu aku di luar negeri," kata Qi Mingzhao, suaranya ringan."Benar,"jawab Haoren, "perusahaan masing-masing sibuk menjaga keseimbangan pasar.""Dan keluarga juga, tentu."Zhang Haoren tersenyum kecil. "Keluarga adalah investasi terbaik.""Setuju sekali."Suasana tampak ramah, sampai kalimat berikutnya meluncur seperti peluru berlapis sutra dari mulut Qi Mingzhao."Ngomong-ngomong soal keluarga …""Hm?"

Malam itu, rumah Zhang Yichen terasa lebih hidup dari biasanya. Di meja ruang makan, ada dua gelas wine, piring kecil berisi daging panggang, dan sepiring kue favorit Mei Lin yang bentuknya lebih mirip eksperimen kimia daripada makanan. "Untuk keberhasilan misi bebek digital!" seru Mei sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. "Kau yakin itu istilah yang pantas untuk operasi rahasia perusahaan?" tanya Zhang Yichen tenang. "Pantas banget! Bebek selalu jadi simbol kemenangan!" "Aku kira simbol kebisingan." "Itu bonus karakter." Zhang Yichen hanya menggeleng kecil, tetapi ikut mengangkat gelasnya. "Untuk kerja keras kita." "Dan untuk kemenangan cinta, eh--ehm, maksudku, tim kerja." Mei Lin yang tadinya tersenyum lebar, mendadak canggung karena perkataannya sendiri. "Tentu saja," jawab Zhang Yichen datar. "Kau bisa berhenti pura-pura nggak ngerti, Bos?" "Aku tidak pura-pura." "Oh ya? Tatapanmu sejak tadi jelas bukan tatapan profesional." "Itu tatapan supervisi."

Langit malam Haicheng memantulkan cahaya emas dari gedung-gedung tinggi. Restoran bergengsi --Jade Terrace, malam itu dipesan khusus. Tidak ada tamu lain, hanya beberapa pelayan berpakaian hitam yang berdiri tegak di sisi ruangan.Di tengah ruangan, sebuah meja panjang berlapis kain putih dengan lilin kecil di tengahnya tampak megah dan steril.Zhang Haoren duduk di ujung kiri meja, menghadiri undangan makan malam dari Qi Mingzhao --pria berambut perak dengan senyum ramah yang menyembunyikan niatnya.Di sebelah kanan, duduk Zhang Yichen. Tenang, dingin. Formal seperti biasa. Namun, di matanya ada jarak yang sulit disembunyikan.Beberapa detik kemudian, muncul sosok perempuan dengan gaun merah anggun dan senyum penuh perhitungan, Qi Yueran."Tuan Zhang, Tuan Muda Zhang," sapanya lembut. "Terima kasih sudah datang.""Nona Qi," jawab Zhang Yichen datar.Qi Yueran menunduk sopan, tetapi matanya tidak beranjak dari wajah Zhang Yichen. Antara tatapan suka dan tatapan menilai seperti pemain