Cahyani tetap tenang dan malah menghibur Maya, "Jangan khawatir. Ada yang lebih cemas dari kita."Maya segera memutar otak. "Maksud Nona, si Ningsih?"Cahyani melirik ke arah pintu, lalu memberi isyarat pada Maya, "Pergilah.""Baik! Aku akan segera sebarkan kabar ini!"Pada saat jam tidur, Satya tiba di Paviliun Ombak. Sebelum memasuki rumah, dia sudah melihat bayangan indah Cahyani terpantul di jendela. Hatinya pun berdebar untuk sejenak.Sesungguhnya, Cahyani memang sangat cantik. Jika tidak, Satya tidak akan begitu cepat berkompromi setelah dipaksa ayahnya untuk menikah dulu. Hanya saja ... masih ada rasa gelisah yang mengganjal di hatinya.Istri yang Satya idamkan seharusnya adalah seseorang seperti kakak iparnya. Wanita yang lembut, berpendidikan, tahu tata krama, dan bisa berbincang soal sastra bersamanya. Bukan seseorang yang hanya tahu cara berdagang dan mementingkan uang.Kehadiran Cahyani terus-menerus mengingatkan Satya pada utang 100 ribu tahil emas Kediaman Adipati, serta
Baca selengkapnya