Share

NIGHTALE
NIGHTALE
Penulis: invictuswings

Malam Panjang

Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat  Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu.

"Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam.

"Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja.

"Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.

"Untuk apa aku menurut? Dia itu hanya kesayangan Paman Hwang dan aku tak suka padanya." Boo lihat jemari kakinya yang telah diwarnai dengan cantik dan rapih sekali. Ia tak suka. Sungguh. Jika saja Isabelle tak memohon padanya untuk merusak hasil kerjanya itu, maka bisa dipastikan ia akan memasukkan kakinya ke ladang rumput.

"Kau harus tetap tinggal bersamanya. Walau kau tak suka sekalipun. Ia tetap bagian dari keluargamu," jelas Isabelle yang lantas menggenggam jemari Boo. Rasanya memang berat melepas Boo yang merupakan teman dekatnya itu untuk pergi ke rumah besar milik keluarga Will. Namun, ia tak dapat berbuat apapun.

Boo menghela napas panjang sebelum beranjak dari sofa empuknya. Gadis itu berjalan menuju kasur busa miliknya yang telah rapih oleh perbuatan Isabelle tadi siang.

Tubuhnya langsung menerjang guling besar itu dan mulai terlelap.

Malam nanti ia akan melakukan perjalanan panjang bersama pria bernama William itu. Pria yang bahkan enggan ia temui beberapa tahun lalu setelah Paman Hwang mengatakan bahwa pria kaku itu adalah saudara jauh ayahnya.

Ia selalu mengutuk nama itu.

William, William, William... jangan muncul dihadapanku!

Batinnya akan selalu berkata begitu.

Boo mengintip dari celah rambutnya yang tergerai menyentuh selimut. Mengamati Isabelle yang memandangnya sendu. Tentu gadis itu menangkap jelas kegelisahan teman satu-satunya itu.

"Belle, aku ingin tidur siang. Tolong kunci pintunya, ya. Aku mencintaimu," ucap Boo sembari merapatkan selimut yang ia tarik menutupi tubuhnya.

Ia tak ingin melihat wajah sendu itu lebih lama lagi. Isabelle anak baik dan teman baiknya. Hanya saja mereka tak bisa bersama hingga malam nanti.

Sampai ia mendengar suara pintu tertutup, matanya terbuka dan mulai membuka selimutnya kembali. Ia mendapati Isabelle tak ada di sana lagi dan itu membuatnya lega.

¶¶_______________________________________________¶¶

Malam harinya Isabelle meneriakinya saat ia kelepasan tidur hingga petang. Jika dihitung, gadis itu tertidur cukup lama sekitar lima jam sejak pukul dua lalu.

"Bangunlah, Boo. Jangan sampai Ketua Will kemari dan menyeretmu sampai ke rumahnya," celetuk Isabelle yang lagi-lagi harus menerima pekerjaan sulit. Membangunkan Boo adalah salah satunya.

"Iya, aku bangun," ucap Boo dengan suara parau. Ia menggaruk tubuhnya yang mulai gatal. Tentu saja karena ia melewatkan jam mandinya.

Gadis itu terus menggaruk tubuhnya dengan mata terpejam. Isabelle sampai harus menghentikannya karena takut kuku Boo malah melukai tubuhnya sendiri.

"Jangan merengek terus, Boo. Cepat bangun dan mandi. Ketua Min dan Paman Hwang sudah datang. Aku akan membawa kopermu keluar setelah kau mandi."

Isabelle, gadis itu yang paling sibuk malam ini. Membuat Boo mandi dan memastikan gadis itu melakukannya dengan benar, merapihkan kamar, memasukkan beberapa barang yang nanti dibawa gadis itu ke rumah besar Ketua Will dan menghias wajah Boo diakhir nanti.

"Cepatlah sedikit, pemalas. Aku harus menghiasmu juga dalam waktu sepuluh menit," teriak Isabelle memperingati Boo yang mengambil waktu mandinya terlalu lama.

Mereka harus cepat. Ingat, 'kan? Kebetulan Ketua Will bukan orang yang mudah memberi toleransi.

"Iya, aku dengar. Tunggu Belle sepertinya pengait bra-ku lepas. Tolong ambilkan yang baru, ya."

Tak tahu diri! Tak tahu diri!

Mungkin itu yang menjadi umpatan Isabelle setelah mendengar suara Boo.

Kegaduhan mulai mereda saat Boo telah selesai dan didudukkan di kursi rias dengan berhadapan dengan cermin besar di kamarnya.

Isabelle jelas-jelas merasa dongkol sekali sebab mendapati cat kuku di kedua jemari itu lenyap dan rusak akibat Boo yang terburu-buru hingga membentur kayu di sudut ranjangnya.

Ia lebih banyak diam  karena Isabelle murka dan mengatakan hal-hal menggelikan. Boo bahkan lebih baik mendengar ceramahnya ketimbang ia mengatakan macam ini,

"Kau tahu mengapa kau terlambat bangun? Karena aku yang menyumpal mulut ayam di samping rumah ini."

"Kau juga pasti tak tahu jika aku diam-diam mencampur air mandimu dengan lem keras hingga membuat tubuhmu kaku dan membentur sisi ranjang."

"Atau kau tak heran mengapa aku meriasmu malam ini? Supaya besok-besok aku bisa menari-nari karena kau berhasil dinikahi Ketua Will!"

Masih banyak celotehan tak masuk akal keluar dari bibirnya. Boo sampai mual mendengar semuanya.

"Belle aku tak suka rambutku diikat aneh beg—" Isabelle dengan cepat melotot padanya, "Oke— maaf." Setelahnya Boo tak protes lagi.

Sudah hampir tiga menit dan Boo begitu tersiksa saat Belle menyisipkan jepitan kecil-kecil itu di rambut panjangnya. Menurutnya, gadis itu sedang balas dendam dengan menusuk-nusuk rambutnya yang dibuat melengkung itu.

"Sudah siap, kau terlihat begitu cantik Boo. Seperti mempelai wanita Jepang itu loh. Ketua Min pasti suka," ujar Isabelle dengan tersenyum senang. Ia bahkan lupa jika beberapa menit lalu telah membuat Boo tersiksa.

Boo mulai memandang lekat pantulan dirinya di cermin. Isabelle benar-benar menganggap dirinya mempelai wanita. Sungguh berlebihan.

Padahal ia hanya akan pindah ke tempat Ketua Will dan bukan melangsungkan pernikahan.

Jika saja Isabelle dan senyumnya yang tampak bodoh ini membuatnya ikut tersenyum juga, ia pastikan akan menarik-narik rambutnya hingga kusut.

"Cepat, Ketua Will telah menunggumu."

¶¶____________________________________________ ¶¶

"Selamat malam Boo, kau cantik sekali," puji Paman Hwang yang tengah bersandar pada Lambo miliknya. Sementara di seberang sana, Ketua Will terpaku sejenak kemudian mengalihkan wajahnya.

"Terima kasih Paman Hwang. Katakan padaku, kita akan kemana?" kali ini Boo sudah tak tahan lagi. Rambutnya terasa gatal akibat spray rambut yang terlalu banyak.

Isabelle yang di sebelahnya pun dengan cepat menahan jemari Boo yang akan menggaruk lagi.

"Diamlah, Boo. Nanti Ketua tak menyukaimu," bisik Isabelle yang langsung membuat Boo memandang pria itu lagi.

"Kau akan tinggal bersama Ketua Will sesuai dengan wasiat orang tuamu. Hiduplah dengan baik di sana. Aku pasti akan merindukanmu."  Paman Hwang mengucapkannya dengan sungguh-sungguh.

Ia pasti sudah gila!

Namun sebelum Boo bisa mengatakan apapun, Ketua Will menarik lengannya sedikit keras dan membawanya masuk ke dalam Hyundai miliknya.

"Maaf jika sedikit kasar," ucap Ketua Will saat memasukannya seperti rongsokan. Kepala pria itu melongok sekedar melihat Boo yang meringis setelah ia tarik paksa.

"Pasang sabuk pengamannya, aku akan memasukkan kopermu dulu." Ketua Will berjalan menjauh. Boo mengintip lewat spion saat Yoongi berpamitan pada Paman Hwang dan Isabelle.

Anak yang sopan ternyata

Boo kembali melihat peia itu bergerak membuka pintu mobil, menutupnya kembali dengan tepat. Tanpa percakapan lagi, pria itu membawanya menjauh dari rumah serta keluarganya.

"Aku seperti tawanan, tahu? Kau menjengkelkan sekali." Boo mulai bersuara saat perjalanan telah cukup lama ia rasa.

Sementara Will hanya tersenyum tanpa ingin membalas ucapannya.

"Beritahu aku kemana kita akan tinggal! Aku tak suka tinggal bersamamu walau ku tahu kau salah satu keluarga jauh Ayah," ucapnya begitu kesal. Ia harus tahu kemana tujuan mereka. Ia tak tahu sebegini jauhnya perjalanan keduanya untuk sampai di tempat William.

Ia bisa saja nekat turun di tengah jalan dengan membuka pintu. Jika saja ia tak takut mati terlindas di jalan.

"Di rumah peninggalan Ayah dulu.  Kau pernah ke sana saat berumur lima tahun. Aku yang menggendongmu kesana-kemari. Jika kau lupa."

Boo mencoba mengingat kenangan masa lalunya di mana memang benar Will yang menggendongnya saat ia ketakutan melihat sesuatu di salah satu ruangan. Ia tak ingat pasti apa yang ia lihat di sana. Yang ia tahu, pria itu langsung menggendongnya saat ia terisak keras.

"Aku bahkan tak ingat omong kosong itu," bohongnya kemudian mengalihkan pandangan pada pepohonan yang seakan mengejarnya.

"Kau akan ingat kembali setelah sampai di sana. Aku ingin memperbaiki hubungan kita dulu, Boo. Jadi tolong jangan terlalu keras padaku."

Pria itu kemudian kembali memperhatikan jalanan ketika mendapati Boo yang telah terlelap. Atau sengaja terlelap?

Karena ia sedikit melihat gadis itu tersenyum remeh.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
berapa jarak usia Boo & William? kyknya gak jauh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status