Boo pagi-pagi sekali telah berada di taman belakang. Ia mengamati sekitar saat flowerblast berbisik-bisik mengenai dirinya. Ia bahkan sempat mendengar bahwa salah satunya akan melukai dirinya. Tentu saja itu tak membuatnya bergeming.
Ia hanya ingin menikmati pagi akhir pekan. Setelah beberapa hari sebelumnya cedera punggung membuatnya susah tidur.
Sesekali ia menghirup udara sejuk saat hembusan angin melewatinya. Cuaca saat ini tak begitu buruk. Rasanya ia ingin berkeliling lebih dalam hingga hutan yang berada di perbatasan rumah William ini.
Ini menyenangkan.
Melangkah ringan, kakinya ia bawa menuju ke ujung taman. Di sana terasa lebih dingin dan gelap. Bahkan ia hampir menyangka jika saja, hari berganti begitu cepat. Terlalu dalam dan gelap. Ia bisa merasakan jika suara burung yang sejak tadi berkicauan menjadi sunyi. .
Apa ini yang dimaksud dengan "Disembunyikan alam"?
Ia sungguh menyesal tak membangunkan salah satu dari ke tujuh pria itu. Boo belum menghapal dengan baik sudut-sudut di tempat ini.
Kemarin saja saat ia ingin menyusul Hosea, ia tak bisa membedakan dapur dan kamar pria itu. Payah sekali!
Yang ia tahu adalah bahwa kini, tak ada jalan lain selain ke arah hutan. Tentu saja William tak akan senang mendengar ia mencari masalah lebih banyak lagi. Meski, itu terbilang mustahil.
"Jangan ke sana, berbahaya!"
Boo terhenyak, ia segera menoleh ke sumber suara.
Nihil, ia tak menemukan sosoknya.
Gadis itu kembali bergerak dan mengamati sekitar. Mengingat-ingat jalan kembali.
"Berhenti, jangan ke sana!"
Lagi, suara itu terdengar seperti di belakangnya. Lebih dekat sedikit lagi, seperti tengah berbisik padanya.
Saat ia menoleh, sesuatu yang bercahaya terlihat memutarinya dan sesekali mengeluarkan percikan berwarna kuning terang. Percikan ketiga mengenai wajahnya.
Sosok itu kemudian hinggap di hidungnya. Tentu itu membuatnya terkejut karena sesosok makhluk itu kini terlihat seperti gadis kecil. Begitu kecil hingga ia harus mengamatinya dengan baik.
Tubuhnya seperti kumbang kecil di rumahnya terdahulu. Bising, suka berkeliling dan juga mengganggu. Namun, hanya gadis kelewat kecil ini yang bisa membantunya kini.
"Jangan pergi ke hutan sendirian. Di sana banyak makhluk yang kejam. Aku saja hanya berani di ujung taman ini," ucap gadis mungil itu, masih setia berada di atas hidungnya.
"Kau yang tadi memanggilku?" Boo masih terkejut karena bertemu dengan makhluk selain ketujuh pria itu di sini.
Oh, apakah masih banyak yang belum ia ketahui setelah belasan tahun pergi?
"Panggil aku gadis kunang-kunang. Aku diperintahkan Ketua William untuk berjaga-jaga di taman ini. Kau sendiri, siapa? Aku belum pernah melihatmu."
Oh, si William lagi.
SebenarnyaWilliam itu pria macam apa hingga membuat seluruh penghuni takluk padanya?
Saat ia lengah, gadis mungil itu mengamatinya begitu rinci. Ia jadi ikut mengamati gaun tidurnya sendiri. Apa yang salah dari penampilannya?
"Aku diminta tinggal di sini oleh si kepa- ah, maksudku si ketuamu itu. Aku Boo."
"Oh, kau penghuni baru. Senang melayanimu. Jika ada sesuatu yang kau inginkan, jangan sungkan untuk memerintahku." Gadis mungil itu tersenyum lembut akhirnya.
"Ah, kau berlebihan sekali. Aku hanya ingin kembali ke ruang utama. Kau tahu, istilah tersesat? Ya begitulah aku, hehe."
Sepertinya gadis mungil ini mengerti keresahannya. Ia bergerak melewatinya dan melayang-layang sebelum berseru, "Ikuti aku."
___________________€€
Percayalah, ia tak ingin bertemu dengan gadis kuning itu lagi. Hampir satu jam lamanya ia terus berputar-putar tanpa arah. Ia bilang, ia hapal seluruh sudut rumah besar ini dengan baik, ia juga bilang bahwa banyak kamar rahasia di dalamnya dan celotehan lainnya yang membuat kepalanya pening.
Kenyataannya gadis mungil itu kebingungan saat diminta mengambil arah jalan. Awalnya bilang lurus saja, kemudian kembali ke kiri dua kali, ke kanan terus. Tapi, akhirnya mereka berdua semakin tersesat.
Bahkan Boo menyimpan rasa kesalnya sendiri begitu tubuh gadis mungil itu bergetar dan menahan tangis. Rasanya begitu kasihan.
Maka saat keduanya bertemu Valdish dari arah berlawanan, Boo tak banyak berbicara.
Ia langsung menarik lengan pria itu hingga ke dalam.
"Kau kenapa?"
Pertanyaan itu tak terjawab. Boo langsung melempar tubuhnya di sofa ruang utama. Ia kelelahan sekali.
Kepalanya mulai terasa pening dan berat. Tak ada yang ia ingat dengan baik perkataan Valdish. Yang ia bisa dengar adalah "Asapnya begitu tebal. Siapapun coba hentikan dia sebelum Boo merasakan efeknya".
"Terlambat, sepertinya ia telah merasakannya sekarang..."
Boo merasa penasaran.
Apa yang mereka bicarakan?
"... Lalu bagaimana? William akan mengamuk nanti."
"Biarkan saja, kita hanya bisa menunggu."
Suara bising dan kacau terdengar, seperti beberapa orang yang berlari. Menekan pijakannya, decitan kursi dan ntah hal apalagi yang sedang berlangsung.
Tunggu dulu, ada apa dengan tubuhnya? Mengapa rasanya ruangan ini begitu berkabut dan melemahkan kerja tubuhnya?
"Sial, efek Blue candle begitu kuat, aku tak tahan lagi."
Itu suara Christ yang ia kenal. Apa efek asap ini begitu menyiksanya?
Kepalanya masih pening namun ia mulai bisa menyesuaikan. Bahkan tubuhnya dapat ia gerakan dengan perlahan.
"Bawa dia ke kamarku."
Lagi, ia bisa mendengar bahwa Valdish mencoba membuat keputusan. Suaranya begitu terburu dan sarat akan kekhawatiran. Oh, mungkinkah karena pria itu menyukainya?
"Kau gila? Dengan pengaruh Blue candle sialan iu yang masih mempengaruhi kita? Will akan membunuhmu."
Itu suara Jackson yang tertangkap olehnya. Pria itu memang selalu merespon spontan. Seperti Hosea. suara protes itu membuatnya merasa lebih baik. Setidaknya akan ada yang mencegah Valdish nantinya.
Sebenarnya mereka tengah membicarakan hal apa? Apa itu blue candle?
Tiba-tiba saja tubuhnya beranjak dan terhuyung bebas. Seseorang dengan sigap menangkap tubuhnya.
Boo tak dapat mengelak bahkan menjaga beban tubuhnya sendiri.
Wajahnya memerah dan tubuhnya terasa begitu sesak dan panas.
Bagaimana bisa Blue candle membuat dirinya seperti ini? Benda sialan apalagi itu?
Seseorang yang ia kenal masih memegangi pinggul Boo dengan kuat. Suara geraman tertahan terdengar saat tubuh kurang ajarnya menyentuh sesuatu yang hangat seperti kulit telanjang.
Tiba-tiba tubuhnya terangkat dan berpegangan pada bahu seseorang.
Ia merasa begitu aman namun was-was. Otaknya tak dapat berpikir jernih hanya untuk mengingat siapa dan bagaimana semua ini terjadi.
Yang ia dapat rasakan adalah detak jantung yang berpacu dan tubuh yang hangat merengkuhnya saat ini.
"Sudah kubilang, 'kan? Boo memilihku."
"Sialan!"
Itu jelas umpatan Judish. Setelah teriakan antara Valdish dan Jackson yang bisa ia dengar terakhir kali sebelum semuanya terasa lenyap perlahan.
P.s Blue candle di sini adalah lilin terapi yang bisa mempengaruhi.
Efek untuk orang yang menghirupnya adalah:
- hilang kesadaran perlahan
- napsu meningkat
Setelah melewati gerbang utama, Will memutar setir ke arah kanan dan melaju dengan tenang melewati deretan bunga-bunga yang menggantung di sana. Ia terkejut mendengar pekikan dari bunga Rose yang masih terjaga saat ia sedikit menurunkan kaca mobilnya. Sekadar menunjukkan siapa gadis yang ia bawa."Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan... Willku membawa gadis cantik!" teriaknya lagi yang kemudian berhasil membangunkan bunga lainnya yang mulai sahut-sahutan.Hingga pria jangkung itu mematikan mesin, Boo masih terlelap tanpa terganggu gurauan seseorang yang menyambutnya di pintu utama."Selamat datang Ketua Will. Senang bertemu denganmu dan—" Ia melirik sekilas seseorang lewat kaca mobil yang sengaja dibukanya."Tolong siapkan satu kamar di samping milikku. Boo sepertinya terlalu lelah," pintanya yang kemudian disegerakan oleh Kepala Pelayan Song.Segera setelah Will memerintahkannya, beberapa p
Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu."Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam."Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja."Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.
ValdishSejak Boo memberikan hadiah pada Valdish, pria itu terus mengekorinya. Ia mengucapkan terima kasih lagi malam ini. Tentu saja gadis itu merasa tak nyaman. Sebab, jika dipikir lagi, Valdish sepertinya telah salah paham. Ia menjelaskan bahwa hadiah itu dari seseorang bernama Alexa. Namun, pria itu tak percaya.Sampai akhirnya Valdish meminta Boo pergi bersamanya ke hutan. Kebetulan hari ini ia tak menemui Azua karena pria itu tengah berada di luar. Tak ada kecurigaan awalnya. Meski hatinya mengatakan jika ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Valdish menggenggam jemarinya erat saat mereka melewati bagian timur hutan. Gadis itu terpana melihat sesuatu yang bercahaya mengelilinginya. Kegelapan dalam hutan seakan lenyap begitu saja.“Kau menyukainya? Ini kerabat dekat flowerblast. William membawa mereka kemari.”Boo terus terkesima saat melihat seekor rusa. Warnanya yang merah kecoklatan, seakan terlindungi. Rusa itu terus be
Hari ini terik sekali. Boo, Christ, Valdish dan Charlie masih berkutat dengan ujian tengah mereka. Rasanya seperti neraka. Mrs. Zoe terus mengawasi dengan ketat. Bahkan tak ada murid yang berani membuka suara. Sebab, jika terlihat gerakan mencurigakan, wanita itu tak segan mengambil kertas ulangan dengan paksa.Kali ini Mrs. Zoe melewati bangkunya dan Valdish. Mengentakkan sepatu pantofelnya nyaring. Tinggal satu soal lagi yang harus Boo kerjakan. Ia sedikit melirik kertas Valdish yang telah terisi hampir seluruhnya. Sulit sekali. Padahal pria itu telah membuka lebar kertas miliknya dan bergumam pelan. “Cepatlah salin,” ujarnya begitu perlahan sambil mengamati guru mereka yang untungnya telah berada di bangku lainnya.Boo segera menyalin jawaban di soal terakhir. Ia tak lupa mengatakan terima kasih. Valdish yang gemas, mengusak surai panjangnya. Ah, pria itu tampan sekali.“Mrs. Zoe, aku telah selesai,” ucap Valdish yang kemudian bangkit
Boo meringis kesakitan saat Azua membersihkan sisa luka yang mengering di tubuhnya. Beberapa menit setelah gadis itu limbung, tiga jamur yang menggigitnya telah dimasukkan ke dalam kantung khusus penahan makhluk. Lukanya cukup dalam bagi manusia lemah. Azua sampai harus repot memindahkan tubuh gadis itu ke tempat tidurnya. Ia sibuk meracik ramuan penyembuh. Sesekali melirik ke arah Boo. Sungguh gadis lemah yang malang, pikirnya. Azua berpikir untuk melatih gadis itu agar kebal saat diserang para makhluk. Sudah jelas jika enam hari ke depan, ia akan menghadapi berbagai makhluk yang akan digunakan sebagai ramuannya. Azua bisa saja melakukannya sendiri. Bahkan jika dipikir, lebi cepat ia lakukan tanpa bantuan seseorang. Namun, melihat gadis itu hampir sekarat karena gigitan anak jamur, rasanya ada simpati yang muncul. Ia harus melindungi gadis ini. Ramuan penyembuh racikannya telah dibuat sempurna. Di
Boo ditemukan seekor rubah merah yang kebetulan tengah melintas. Rubah itu kemudian mengubah dirinya menjadi manusia. Ada rasa penasaran saat mencium aroma tubuh gadis ini. Tercium aroma citrus yang segar menguar dari tubuh Boo. Rubah itu terus mendekat hingga menghirup ceruk leher gadis itu. "Hentikan dan bawa gadis itu ke tempatku!" seru Azua yang datang dari arah sebrang. Rubah itu terlihat ketakutan. Ia segera membawa gadis itu menuju tempat tuannya. Azua, pria yang merupakan penguasa dalam hutan mengikutinya dalam diam. Ada semacam tali transparan yang mengkilat di sekitar pondok Azua. Ia sengaja memantrainya agar tak ada makluk yang dapat masuk, kecuali manusia. Maka, setelah berada di sekitar tali pembatas, rubah itu memberikan Boo dalam dekapan Azua. Kemudian, ia kembali ke bentuk semula. "Tuan, gadis itu siapa?" tanya rubah sambil terus memperhatikan Boo dari dekat. Azua mengernyit tak suka, "Pergil
"Aku ingin salad," ucap Boo yang baru tiba di meja makan. Seluruh makhluk dan William menoleh ke arahnya. Sejak kejadian semalam, Boo hanya mengurung diri di kamar. Bahkan gadis itu melewatkan jam makannya. Tak ada yang mencegahnya. Tak ada siapa pun yang diizinkan William untuk mendatangi kamar gadis itu termasuk Judish yang bersikeras untuk menjelaskan sesuatu. Hari ini pun Boo terlihat murung. Charlie yang di sampingnya tak berani protes saat gadis itu justru mengambil roti isinya. William terus memperhatikannya. Jadi, tak ada yang bisa membantah. "Bagaimana urusan sekolah kalian? Kudengar akan ada ujian minggu depan." William mengunyah roti isinya tanpa minat. "Ya. Kau tahu, di dunia manusia itu rumit. Aku malas belajar, Ketua." Charlie menyahut dengan cepat. Ia tak menyukai hal yang berkaitan dengan sekolah, kecuali bagian olahraga. "Kau memang bodoh," celetuk Boo s
Boo merasakan lengannya menyengat saat bersentuhan dengan Hosea. Sensasinya tak melukai. Namun, aneh. "Sebenarnya apa yang kalian bicarakan? Dan mengapa Azua itu begitu mudah memberikan penawarnya?" Hosea menanyakan berbagai pertanyaan perihal botol penawar yang ia kalungkan. "Tak ada. Ia hanya mengatakan akan membantu," jawab Boo sekenanya. Hosea dan Zia melaju membelah hutan. Setelahnya tak ada percakapan di antara mereka. Boo segera berlari begitu turun dari tubuh Hosea. Ia mengambil jalan melewati samping. Hanya untuk sampai lebih cepat. Gadis itu pergi ke dapur untuk meracik minuman yang diberi penawar. Jika ia tak salah ingat, penawar ini cukup ditetesi sebanyak 10 kali. Boo mulai meneteskan sebanyak yang dibutuhkan. Ia mengaduknya perlahan. Terlihat sesuatu yang menguar di atas cawan. Sesuatu yang indah seperti ribuan kupu-kupu yang terlepas. Apakah ini pertanda baik?
Boo mendekati Judish yang tengah berbicara dengan para tamu. Ia menarik kekasihnya itu ke sudut ruangan yang jauh dari suara musik yang memusingkan. “Ada apa?” tanya Judish sembari menghabiskan minumannya. Ia kemudian merangkul Boo dan mengecup pipinya sekilas. Boo terhenyak. Ia mendorong tubuh Judish yang terlihat aneh. “Judish, bantu—“ Ucapannya tenggelam dalam kebisingan. Boo mengamati sekitar. Di sana, Daisy melihatnya. Sial, gadis itu tahu jika ia mencoba meminta bantuan Judish. “Akh, lenganku sakit sekali,” ucap Judish tiba-tiba. Boo terkejut saat melihat lengan Judish membiru. Apa Daisy juga memberi ramuan itu pada Judish? Tapi kapan? Ia melihat Daisy menunjukkan sebuah botol kecil dan mengarahkannya ke minuman yang disajikan untuk para tamu. Satu per satu, para makhluk di sana meringis kesakitan karena ramuan itu. Pesta yang tadi meriah berubah jadi teriakan kesakitan di mana-mana. Boo panik seba