Home / Fantasi / NIGHTALE / Intinya (2)

Share

Intinya (2)

Author: invictuswings
last update Huling Na-update: 2021-03-23 22:03:31

Boo mengunyah kacang almond dan beberapa kudapan lainnya. Ia sungguh lapar. Bahkan sampai lupa jika semua orang terkecuali Charlie memandangnya begitu lekat.

"Apa?" tanyanya ketus. Ia masih kesal dengan keadaan yang membuatnya gila. Bagaimana bisa ia terjebak dengan mereka semua.

"Ekm. Baiklah sesuai surat wasiat ayahmu, Boo. Kau harus tinggal di sini bersama kami. Kau juga sekarang bagian dari kami. Jika kau bingung, mereka adalah makhluk setengah manusia 

yang aku temui. Hanya kau yang tahu masalah ini. Juga, benda-benda di sini yah seperti yang kau lihat, hidup. Mereka hidup sebelum kami semua di sini. Jadi, tolong hormati mereka." William serius dengan ucapannya. Ditambah tak ada bantahan dari siapa pun di sini.

"Aku tak peduli mau kalian semua bahkan kau, Will. Tapi, benda-benda di kamarku yang membuatku tak nyaman. Kau pikir bagaimana bisa aku tidur jika semuanya meracau dan berteriak bahkan ada yang menangis juga semalaman karena halamannya robek. Kau tahu? Tak masuk akal! Aku rasanya sudah gila. Jika kau ingin aku tinggal di sini, tolong pindahkan aku ke kamar lain." Boo bernapas lega karena berhasil menjelaskan begitu rinci. Ia menoleh ke arah William yang memandangnya sejenak. Ntah apa yang ada di kepala pria itu.

"Biar ku beritahu. Walaupun kau ku pindahkan ke kamar lainnya, semua benda hidup, Boo. Mereka hidup bukan atas keinginanku. Kau harus membiasakannya mulai sekarang. Dan juga, kau akan bersekolah lagi. Aku dengar kau putus sekolah saat tingkat pertama. Aku sudah urus semua berkasnya dan lusa kau akan sekelas dengan Charlie, Valdish dan Christ. Untuk kalian, tolong jangan membuat Boo terkejut seperti tadi. Mengerti?"

Tak ada yang berani menatap William. Hanya anggukan kecil yang dilakukan mereka.

"Judish tak bersekolah denganku? Ah, maksudku kami?" tanya Boo yang kemudian mendapat gelengan dari semuanya dan tentu saja senyuman pria bernama Judish.

"Aku tak sekolah, Boo. Aku, William dan Jackson bekerja. Sementara Hosea masih mengerjakan tugas kuliahnya," jelas pria manis itu.

Boo rasanya ingin merosot saja. Judish tak bersamanya? Lalu, untuk apa aku sekolah?

"Aku ingin protes," celetuk Charlie yang mengembungkan pipinya hingga sebesar biji kenari.

Duh, dia lagi

"Baiklah. Katakan," ucap William

"Aku tak mau sekelas dengannya. Satu sekolah sih oke. Tapi, untuk satu kelas? Aku tak mau," protes Charlie dengan wajah memerah. Ia kesal pada gadis itu. Ntah kenapa.

"Kau masih kesal dengannya karena menarik telingamu waktu itu?" tanya Hosea yang ikut bertanya. Pria tampan nan ceria itu penasaran juga.

"Bukan. Aku hanya merasa gadis ini tak baik. Ia saja tinggal dengan Paman Hwang. Kau kan tahu bahwa Paman Hwang itu—"

"Char, berhenti. Kau membingungkannya," sergah Judish yang mencoba menghentikan ucapannya.

"Ugh. Maafkan aku," ucapnya menundukkan kepala karena William memandangnya tajam.

"Kenapa dengan Paman Hwang?" tanya Boo yang ikut terpancing.

"Kita akan membahasnya nanti. Aku tak akan bohong padamu, Boo. Tapi, untuk saat ini, kebenaran tak akan berarti. Suatu saat nanti kau bisa tahu sendiri." William mencoba mencari celah sentimentilnya.

"Baiklah. Rasanya pembahasan ini terlalu berat. Jadi intinya kau membawaku ke sini untuk apa?"

"Untuk memperkenalkanmu dengan anggota keluargamu. Semua yang ada di sini, meski flowerblast yang kau temui tadi, adalah keluarga."

"Maaf mengganggu suasana sentimentil kalian. Tapi, bisakah kita membahas hal yang biasa saja seperti pesta penyambutan? Aku baru datang dari Swiss dan butuh hiburan, bukan begitu Hosea?" ujar Jackson yang sejak tadi hanya memperhatikan mereka. Ia jengah juga. Ditambah Charlie yang sempat rewel.

"Wah, bagus juga. Kita adakan pesta saja, bagaimana Will?" tanya Hosea yang begitu senang. Ia tengah penat karena dosen pembimbingnya dan butuh sekali penyegaran pikiran.

"Tidak bisa. Aku ada pesta di sekolah malam ini. Bagaimana kalau besok saja?" Charlie buru-buru menghentikan.

"Itu urusanmu manis. Aku dan yang lainnya akan berpesta malam ini." itu Christ yang menyahuti.

"Tidak boleh! Aku juga mau ikut pesta." Charlie tak ingin tertinggal pesta. Tentu saja ia tak mau melewati hidangan mewah dan kue-kue manis di sini.

Sekadar informasi, tiap pesta yang diadakan di rumah ini, dari dekorasi sampai lampu-lampu kecil akan dibuatnya mewah.

Apalagi saat perayaan akhir tahun lalu. Semuanya mengadakan jamuan besar-besaran.

Tak bisa dilewatkan!

"Tak ada pesta untuk hari ini atau selanjutnya jika tak ada hal istimewa lainnya. Lagipula aku yang akan miskin nanti. Kalian seperti babi kelaparan saat pesta," keluh Jackson yang merupakan anggota tertua.

Ia jadi ingat saat semua mengadakan pesta dan berakhir dirinya harus membayar semuanya.

Sahut-sahut kecewa terdengar dari Charlie, Valdish dan Christ karena ketiganya begitu menyukai pesta. Jika diizinkan, mereka bisa mengadakan pesta tiap hari.

"Jika tak ada pertanyaan, kita akhiri pertemuan ini," tegur William yang melihat keadaan sedikit tak terkendali.

"Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan denganmu, Will. Hanya berdua saja." Boo berucap serius.

Will mengangguk setuju, "Di Kamarku," lanjutnya lagi.

"Mengapa tak di sini saja?" tanya Judish sedikit menyelidik. Pikirannya saja atau memang pria itu terlihat tak suka.

"Jika ia ingin berdua, bagaimana?" balas William sembari meneguk minumannya yang tersisa.

"Tak masalah sih. Tapi, sebaiknya tak ada yang dirahasiakan." Judish kemudian tersenyum pada Boo.

Suasana berubah tegang kembali saat Judish tiba-tiba mengubah dirinya menjadi serigala besar dan bergerak melewati semuanya.

Boo tentu saja menjadi satu-satunya yang begitu terkejut. Alasannya bahwa ini pertama kalinya Judish mengubah dirinya menjadi serigala.

"Tenanglah, Boo. Mungkin Judish mengendus musuh di sekitar sini. Biasanya ia berubah menjadi serigala saat keadaan genting," jelas Christ menenangkan.

"Lalu, kalian membiarkan dia sendiri melawan musuh? Kau gila?" Boo kesal mendengarnya. Ia memandang sengit pada tiap orang di sana.

"Judish akan baik-baik saja. Aku kenal dia dengan baik. Ia pasti memiliki urusan sendiri. Tapi, jika itu musuh, ia akan memberitahu kami semua," timpal William ikut menjelaskan.

"Pikiranmu picik sekali, sih. Memang gadis lemah dan penakut," hardik Charlie yang kemudian meninggalkan gazebo.

"Char, aish anak itu. Maafkan dia ya. Dia memang begitu menyayangi Judish jadi ia tak ingin kakaknya itu dibicarakan tak baik." Christ mulai menyusul kelinci itu cepat. Takut-takut mengamuk di dalam.

Bisa bahaya jika ia menangis lagi di tengah malam. Maka ia akan mendapat masalah dan umpatan dari Paman Berkaki Emas.

"Will, aku dan Jackson akan beristirahat. Kalain juga ya. Kami permisi."

Hosea dan Jackson mulai ikut pergi meninggalkan ketiganya.

Iya, ketiganya. Masih ada Valdish bersama keduanya.

"Kau tak ingin pergi?" tanya William

"Tidak, aku tak ada urusan apapun," jawab pria itu yang terus menatap Boo dengan senyumannya.

"Kalau begitu, Boo dan aku akan pergi."

Boo mengangguk setuju. Ia perlu membicarakan hal lain dengan William. Namun, Valdish menahan dirinya sejenak. Tersenyum lagi.

Ia meraih jemari Boo dan mengecupnya singkat.

Astaga, singa tampan ini

"Sebagai ucapan penyambutan dariku."

¶¶________________________________¶¶

William dan Boo memasuki kamar tamu yang terlihat rapih. Sepertinya para maid yang membuat hiasan bunga mawar berbentuk hati ini di lantai kamarnya lagi.

Astaga, aku bukan pengantin baru!

Boo mengabaikan hiasan-hiasan dan aroma lilin yang memabukkan itu. Ia duduk di tepi ranjang dan membuat William duduk di hadapannya.

"Kau— kau jenis makhluk apa?" pertanyaan pertama yang ada dalam pikiran Boo akhirnya terdengar.

William mengerutkan keningnya. Ia kemudian mengamati beberapa benda yang ikut menguping mereka.

Pria itu lupa bahwa benda-benda akan lebih aktif pada malam hari.

"Aku... Tentu saja manusia biasa," jelas Will masih mengamati sekeliling.

Benda-benda di sini memang genit.

"Tapi yang lainnya hybrid, 'kan? Jangan membohongiku." Boo mulai pusing.

Bau-bauan di kamarnya begitu pekat dan membuat kepalanya berputar.

"Aku tak bohong padamu, Boo." lagi, William mengamati sebuah lilin berwarna biru di antara lainnya.

"Baiklah. Sepertinya aku mulai pusing. Kau pergilah," ucapnya lemas.

Ia sungguh merasa pusing.

"Tidrulah. Aku di sini." William lantas membenahi selimut gadis itu. Memastikan ia tak kedinginan karena ulah Mrs Fan .

"Matikan lilin pembuat pusing itu atau aku yang akan mematikannya sendiri!" seru William setelah memastikan Boo telah terlelap.

Dengan cepat Mrs. Fan meniup lilin itu agar padam. Sementara yang lain bersora kecewa.

"Ku ingatkan pada kalian. Jangan ganggu Boo. Ia tamu di sini. Mengerti?"

Sekiranya keadaan mulai terasa normal kembali, pria pucat itu beranjak dan mengecup pelan kening Boo.

"Selamat malam."

"Selamat malam Ketua Will," balas semuanya serempak.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
sabar, nanti juga bakal terungkap kalo Will jenis apa
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • NIGHTALE   Save me

    Setelah melewati gerbang utama, Will memutar setir ke arah kanan dan melaju dengan tenang melewati deretan bunga-bunga yang menggantung di sana. Ia terkejut mendengar pekikan dari bunga Rose yang masih terjaga saat ia sedikit menurunkan kaca mobilnya. Sekadar menunjukkan siapa gadis yang ia bawa."Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan... Willku membawa gadis cantik!" teriaknya lagi yang kemudian berhasil membangunkan bunga lainnya yang mulai sahut-sahutan.Hingga pria jangkung itu mematikan mesin, Boo masih terlelap tanpa terganggu gurauan seseorang yang menyambutnya di pintu utama."Selamat datang Ketua Will. Senang bertemu denganmu dan—" Ia melirik sekilas seseorang lewat kaca mobil yang sengaja dibukanya."Tolong siapkan satu kamar di samping milikku. Boo sepertinya terlalu lelah," pintanya yang kemudian disegerakan oleh Kepala Pelayan Song.Segera setelah Will memerintahkannya, beberapa p

  • NIGHTALE   Love love

    Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu."Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam."Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja."Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.

  • NIGHTALE   Valdish

    ValdishSejak Boo memberikan hadiah pada Valdish, pria itu terus mengekorinya. Ia mengucapkan terima kasih lagi malam ini. Tentu saja gadis itu merasa tak nyaman. Sebab, jika dipikir lagi, Valdish sepertinya telah salah paham. Ia menjelaskan bahwa hadiah itu dari seseorang bernama Alexa. Namun, pria itu tak percaya.Sampai akhirnya Valdish meminta Boo pergi bersamanya ke hutan. Kebetulan hari ini ia tak menemui Azua karena pria itu tengah berada di luar. Tak ada kecurigaan awalnya. Meski hatinya mengatakan jika ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Valdish menggenggam jemarinya erat saat mereka melewati bagian timur hutan. Gadis itu terpana melihat sesuatu yang bercahaya mengelilinginya. Kegelapan dalam hutan seakan lenyap begitu saja.“Kau menyukainya? Ini kerabat dekat flowerblast. William membawa mereka kemari.”Boo terus terkesima saat melihat seekor rusa. Warnanya yang merah kecoklatan, seakan terlindungi. Rusa itu terus be

  • NIGHTALE   Sweet

    Hari ini terik sekali. Boo, Christ, Valdish dan Charlie masih berkutat dengan ujian tengah mereka. Rasanya seperti neraka. Mrs. Zoe terus mengawasi dengan ketat. Bahkan tak ada murid yang berani membuka suara. Sebab, jika terlihat gerakan mencurigakan, wanita itu tak segan mengambil kertas ulangan dengan paksa.Kali ini Mrs. Zoe melewati bangkunya dan Valdish. Mengentakkan sepatu pantofelnya nyaring. Tinggal satu soal lagi yang harus Boo kerjakan. Ia sedikit melirik kertas Valdish yang telah terisi hampir seluruhnya. Sulit sekali. Padahal pria itu telah membuka lebar kertas miliknya dan bergumam pelan. “Cepatlah salin,” ujarnya begitu perlahan sambil mengamati guru mereka yang untungnya telah berada di bangku lainnya.Boo segera menyalin jawaban di soal terakhir. Ia tak lupa mengatakan terima kasih. Valdish yang gemas, mengusak surai panjangnya. Ah, pria itu tampan sekali.“Mrs. Zoe, aku telah selesai,” ucap Valdish yang kemudian bangkit

  • NIGHTALE   Tenang

    Boo meringis kesakitan saat Azua membersihkan sisa luka yang mengering di tubuhnya. Beberapa menit setelah gadis itu limbung, tiga jamur yang menggigitnya telah dimasukkan ke dalam kantung khusus penahan makhluk. Lukanya cukup dalam bagi manusia lemah. Azua sampai harus repot memindahkan tubuh gadis itu ke tempat tidurnya. Ia sibuk meracik ramuan penyembuh. Sesekali melirik ke arah Boo. Sungguh gadis lemah yang malang, pikirnya. Azua berpikir untuk melatih gadis itu agar kebal saat diserang para makhluk. Sudah jelas jika enam hari ke depan, ia akan menghadapi berbagai makhluk yang akan digunakan sebagai ramuannya. Azua bisa saja melakukannya sendiri. Bahkan jika dipikir, lebi cepat ia lakukan tanpa bantuan seseorang. Namun, melihat gadis itu hampir sekarat karena gigitan anak jamur, rasanya ada simpati yang muncul. Ia harus melindungi gadis ini. Ramuan penyembuh racikannya telah dibuat sempurna. Di

  • NIGHTALE   Tugas

    Boo ditemukan seekor rubah merah yang kebetulan tengah melintas. Rubah itu kemudian mengubah dirinya menjadi manusia. Ada rasa penasaran saat mencium aroma tubuh gadis ini. Tercium aroma citrus yang segar menguar dari tubuh Boo. Rubah itu terus mendekat hingga menghirup ceruk leher gadis itu. "Hentikan dan bawa gadis itu ke tempatku!" seru Azua yang datang dari arah sebrang. Rubah itu terlihat ketakutan. Ia segera membawa gadis itu menuju tempat tuannya. Azua, pria yang merupakan penguasa dalam hutan mengikutinya dalam diam. Ada semacam tali transparan yang mengkilat di sekitar pondok Azua. Ia sengaja memantrainya agar tak ada makluk yang dapat masuk, kecuali manusia. Maka, setelah berada di sekitar tali pembatas, rubah itu memberikan Boo dalam dekapan Azua. Kemudian, ia kembali ke bentuk semula. "Tuan, gadis itu siapa?" tanya rubah sambil terus memperhatikan Boo dari dekat. Azua mengernyit tak suka, "Pergil

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status