Home / Fantasi / NIGHTALE / Flower Guinea says

Share

Flower Guinea says

Author: invictuswings
last update Last Updated: 2021-04-18 15:40:33

Charlie sibuk menggendong tubuh Boo setelah pelajaran terakhir usai. Di belakangnya, Christ dan Valdish membawa beberapa barang milik gadis itu. Jujur saja si kelinci manis berubah diam saat memasuki ruang kesehatan tadi. Bukan hanya Boo yang merasakan, semuanya yang berada di mobil pun ikut merasa bahwa Charlie tengah menebus kesalahannya.

Setidaknya Charlie tak lepas tanggung jawab dan merengek minta perlindungan. Ia justru begitu fokus menatap jalanan. Hari ini memang gilirannya menyetir. Ditambah beberapa kali ia menanyakan keadaan Boo seperti, 

"Apa punggungmu masih sakit? Beritahu aku" 

atau

"Jangan terlalu menekan punggungmu di kursi. Biar Christ yang menjadi sandaranmu sampai kita tiba di rumah."

Dan lebih parahnya, kalimat terakhir Charlie membuat dirinya takut

"Kau tidur denganku untuk sementara. Aku izinkan sampai kau pulih."

Ia mengucapkan kalimat terakhir dengan sorot mata yg tajam dan khawatir. 

Tentu saja Boo menolak halus dengan berkata bahwa ia bisa tidur di kamarnya sendiri.

Gadis itu mengetahui jika si kelinci semok tengah melakukan tanggung jawabnya. Taoi toh, Boo tak menyalahkannya atas apa yang terjadi. 

Keduanya saat itu memang saling dorong. Namun, tak pernah ada di benaknya bahwa Charlie sengaja mendorongnya terlalu keras karena pria itu membencinya.

Kau tahu, jika dilihat, Charlie itu manis sekali. Ia suka menggodanya. Apalagi saat telinga panjang itu terlihat bergerak ke sana-kemari saat ia senang. 

Sampai di pintu utama kediaman William, ketiganya keluar satu per satu. 

Charlie yang keluar mendahului yang lain dan bergerak cepat membukakan pintu Boo. Menuntun gadis itu perlahan. Juga, menyangga lengannya di punggung Boo.

Mereka berharap bahwa William belum pulang sampai malam nanti. 

"Selamat datang, Judish sudah menunggu kalian di ruang makan," ucap Paman Kaki Emas tanpa ekspresi. Tubuhnya yang dibalut logam itu berjalan menjauh setelahnya. Ia kembali ke ruang tempat peralatan berat berada. 

"Ia Paman Kaki Emas. Terbuat dari campuran emas dan logam. Penjaga rumah ini. Kau tahu, ia uhm sedikit menjengkelkan. Tapi sangat setia. Kau akan menyukainya nanti," jelas Christ pada Boo yang terus memandang Paman Kaki Emas hingga menghilang di ujung lorong.

"Menarik," balasnya tersenyum.

"Mau kugendong sampai ruang makan?" suara Charlie tiba-tiba berada di sampingnya. Hamoir membuatnya terjatuh.

"Aish, kau ini. Aku bisa berjalan dan tolong jangan terlalu khawatir, oke?" ucap Boo sedikit kesal. 

Namun sepertinya ucapannya itu membuat Charlie terluka. Ia tetap di belakang mereka, tertunduk sedih.

Boo dengan langkah terseok kembali mendekatinya, menepuk punggung kelinci manis itu, "Maaf, maksudku kau tak perlu cemas begitu. Punggungku baik-baik saja. Hanya tiga hari dan aku akan kembali sehat. Jangan menangis, ya, kelinci manis." Boo dengan cepat mengecup pipi gembil itu. 

Charlie mengangkat wajahnya dan mendapati Boo tengah tersenyum tulus padanya. Ditambah usakan kecil di rambutnya membuat  pipi pria kelinci itu memerah. 

"Kau, aish cepat ke ruang makan. Judish tak akan suka jika menunggu terlalu lama," kilah Charlie dengan wajah yang masih memerah.

¶¶______________________________¶¶

"Kalian berkelahi lagi?" tanya Judish setelah ketiganya berada di ruang makan. Wajahnya begitu serius. Padahal sejak tadi tak ada yang membahas kecelakaan itu.

Ketiganya saling berpandangan. Namun lebih ke arah Charlie dan Boo. 

"Boo, bisa jelaskan padaku?" tanya Judish langsung. 

Tolong ingatkan ia jika hari ini Judish terlihat mengerikan. Seperti akan menerkamnya dan mencabik tubuhnya saat itu juga.

"Je-jelaskan apa?" ucapnya terbata. Ia merasa tertekan saat ini. Ditambah rasa nyeri di punggungnya kembali datang.

"Tentang cedera di punggungmu." Judish segera bergerak ke arah di mana Boo duduk, tepat di samping Charlie.

Pria itu secara tiba-tiba menarik lengan Boo kencang dan langsung terdengar pekikan dari gadis itu. 

"Judish!" Charlie menatapnya bengis. Ia pastinya yang merasa paling bersalah. Apalagi melihat wajah Boo yang kesakitan. 

"Char, sudah kukatakan jangan menyakitinya. Kau akan terkena masalah besar jika William—"

"Will tak akan tahu jika kau tutup mulutmu itu!" Christ ikut menimpali. 

"Kau—" 

"Sudahlah. Charlie telah bertanggung jawab dan kau Judish, kuharap kau bisa menahan emosimu." Valdish yang sejak tadi memperhatikan. Akhirnya ikut dalam percakapan itu.

Charlie sudah menangis saat itu juga. Ia menunduk dan tubuhnya bergetar ketakutan. Boo bahkan seakan lupa rasa sakitnya. Ia langsung mendekap pria itu. Menenangkannya.

"Ayo ke kamarmu," ajak Boo sambil memapah tubuh Charlie yang lebih besar darinya. Berjalan tertatih hingga masuk ke salah satu kamar di dekat ruang utama. 

Sepertinya menenangkan Charlie memang begitu sulit. Gadis itu telah beberapa kali mengatakan bahwa itu bukan kesalahannya. Namun, si kelinci tetap saja merengek dan menyalahkan dirinya sendiri. 

Jika seperti ini, ia ingin menangis juga rasanya. 

¶¶____________________¶¶

Tok!

Tok!

Tok!

Suara ketukan itu berasal dari luar. Boo segera membukanya dan terlihat Jackson terengah-engah seakan berlari menuju ke kamar Charlie 

"Aku, akh membawa Flower Guinea pesanan  Charlie," jelasnya sambil menstabilkan napasnya.

"Apa itu?" tanya Boo saat Charlie langsung menarik lengan Jackson hingga masuk ke kamarnya. 

"Berikan itu, cepat," pintanya dengan mata yang berbinar. 

"Tenang dulu. Ah, aku lelah. Flower blast sampai mengejarku dan berteriak saat aku mengambil Flower Guinea tanpa izin. Kau harus membalas itu." 

Jackson mengeluarkan sebuah kotak persegi tembus pandang. Di dalamnya terdapat sebuah bunga berwarna ungu- merah muda. Cantik sekali.

"Nah, Boo, makanlah," ucap Charlie dengan mata yang membesar dan gigi kelincinya menyembul. 

"Untuk apa?" Boo tentu tak ingin memakan sesuatu yang mencurigakan.

"Aih, itu bunga penyembuh segala penyakit. Kunyah dan telan. Memang rasanya pahit sekali, sih. Tapi dalam semalam, kau akan sembuh," tutur Jackson dengan semangat.

"Benarkah?" tanya Boo kembali.

Keduanya mengangguk, membenarkan.

"Sampai kalian berbohong padaku. Awas saja," ancam Boo main-main.

Ia mengambil kelopak bunga itu. Memandangnya sejenak. Dilihatnya kelopak itu sendu dan begitu merana. 

Sialnya, ia baru ingat jika semua hal di sini hidup dengan caranya masing-masing. Termasuk Flower Guinea. Ia seperti bayi kecil.

"Cepat kunyah sebelum khasiatnya menghilang dalam 10 menit jika kau tak memakannya." Jackson memaksa Boo mengunyah cepat.

Boo segera mengunyah kelopak itu dan menelannya. 

Hampir memuntahkannya kembali. Namun, Charlie dan Jackson segera menahannya dan memberikan segelas air untuk memudahknnya menelan.

Kemudian, tubuhnya mulai memberikan reaksi aneh. Matanya mulai memejam, punggungnya terasa dihantam kembali dan nyeri mulai menyerang. Ia memekik kesakitan. 

Baik Charlie maupun Jackson saling memandang. Mengamati reaksi yang membuat keduanya ikut meringis. Seakan ikut merasakan sakitnya. 

Charlie merasa bersalah karena melakukan itu. Ia bahkan bersumpah jika terjadi sesuatu pada Boo, ia sendiri akan meminta hukuman paling buruk pada William nanti. 

Tubuh Boo perlahan menyentuh tempat tidur dengan lemah. Ia kehilangan kesadaran dan akhirnya terlelap.

"Kau yakin ini berhasil?" tanya Jackson takut.

"Kupikir kau tahu tentang Flower Guinea. Jangan bilang kau—"

"Ah, itu aku hanya diberitahu Flower Blast. Tapi, aku tak tahu efek sampingnya nanti."

"Kau benar-benar akan membunuhku, Jack!" 

Charlie dilanda khawatir. Setelah memastikan Boo terlelap, ia mendorong tubuh Jackson untuk keluar dari kamarnya. 

"Pergilah. Aku akan menjaganya sampai William datang. Tapi, tolong tanyakan Mrs. Nursea tentang ini. Aku takut jika obatnya tak manjur," titah Charlie serius. Jackson mengangukkan kepalanya.

Si kelinci kembali ke kamarnya dan duduk di sisi ranjangnya. Mengamati Boo yang terlelap.

Sesuatu yang bersinar terlihat dari punggung Boo yang terbaring membelakanginya. 

Sinar itu berwarna biru muda cantik, menari-nari di sekitarnya dan kemudian menghilang. 

Ia harap itu pertanda baik. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • NIGHTALE   Save me

    Setelah melewati gerbang utama, Will memutar setir ke arah kanan dan melaju dengan tenang melewati deretan bunga-bunga yang menggantung di sana. Ia terkejut mendengar pekikan dari bunga Rose yang masih terjaga saat ia sedikit menurunkan kaca mobilnya. Sekadar menunjukkan siapa gadis yang ia bawa."Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan... Willku membawa gadis cantik!" teriaknya lagi yang kemudian berhasil membangunkan bunga lainnya yang mulai sahut-sahutan.Hingga pria jangkung itu mematikan mesin, Boo masih terlelap tanpa terganggu gurauan seseorang yang menyambutnya di pintu utama."Selamat datang Ketua Will. Senang bertemu denganmu dan—" Ia melirik sekilas seseorang lewat kaca mobil yang sengaja dibukanya."Tolong siapkan satu kamar di samping milikku. Boo sepertinya terlalu lelah," pintanya yang kemudian disegerakan oleh Kepala Pelayan Song.Segera setelah Will memerintahkannya, beberapa p

  • NIGHTALE   Love love

    Boo sudah diwanti-wanti agar kaki telanjangnya diam saat Isabelle mewarnai kuku kakinya yang tampak pucat. Sesekali gadis berambut perak itu memekik jengkel saat Boo malah menggelitiki tubuhnya yang duduk di lantai hingga akhirnya cat kuku itu tumpah mengenai bagian sudut sofa lembut itu."Kubilang diam, Boo," titah Belle yang jengah karena ulah Boo yang sejak tadi terus menggodanya. Lihat saja nanti jika Paman Hwang datang, ia akan mengadukan gadis nakal itu hingga ia tak dapat jatah makan malam."Adukan saja. Nanti cat kukumu akan ku tumpahkan lagi. Lihat, masih ada emerald dan gold di sana," goda Boo sambil menunjuk kotak kaca berbentuk kubus yang ada di tengah meja."Sudah cukup main-mainnya. Kau tahu 'kan nanti malam Ketua William akan datang menjemputmu. Jangan banyak tingkah!" seru Isabelle dengan kesal, atau mungkin gadis itu terlampau cemas setelah mengucapkan nama pemuda asing itu.

  • NIGHTALE   Valdish

    ValdishSejak Boo memberikan hadiah pada Valdish, pria itu terus mengekorinya. Ia mengucapkan terima kasih lagi malam ini. Tentu saja gadis itu merasa tak nyaman. Sebab, jika dipikir lagi, Valdish sepertinya telah salah paham. Ia menjelaskan bahwa hadiah itu dari seseorang bernama Alexa. Namun, pria itu tak percaya.Sampai akhirnya Valdish meminta Boo pergi bersamanya ke hutan. Kebetulan hari ini ia tak menemui Azua karena pria itu tengah berada di luar. Tak ada kecurigaan awalnya. Meski hatinya mengatakan jika ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Valdish menggenggam jemarinya erat saat mereka melewati bagian timur hutan. Gadis itu terpana melihat sesuatu yang bercahaya mengelilinginya. Kegelapan dalam hutan seakan lenyap begitu saja.“Kau menyukainya? Ini kerabat dekat flowerblast. William membawa mereka kemari.”Boo terus terkesima saat melihat seekor rusa. Warnanya yang merah kecoklatan, seakan terlindungi. Rusa itu terus be

  • NIGHTALE   Sweet

    Hari ini terik sekali. Boo, Christ, Valdish dan Charlie masih berkutat dengan ujian tengah mereka. Rasanya seperti neraka. Mrs. Zoe terus mengawasi dengan ketat. Bahkan tak ada murid yang berani membuka suara. Sebab, jika terlihat gerakan mencurigakan, wanita itu tak segan mengambil kertas ulangan dengan paksa.Kali ini Mrs. Zoe melewati bangkunya dan Valdish. Mengentakkan sepatu pantofelnya nyaring. Tinggal satu soal lagi yang harus Boo kerjakan. Ia sedikit melirik kertas Valdish yang telah terisi hampir seluruhnya. Sulit sekali. Padahal pria itu telah membuka lebar kertas miliknya dan bergumam pelan. “Cepatlah salin,” ujarnya begitu perlahan sambil mengamati guru mereka yang untungnya telah berada di bangku lainnya.Boo segera menyalin jawaban di soal terakhir. Ia tak lupa mengatakan terima kasih. Valdish yang gemas, mengusak surai panjangnya. Ah, pria itu tampan sekali.“Mrs. Zoe, aku telah selesai,” ucap Valdish yang kemudian bangkit

  • NIGHTALE   Tenang

    Boo meringis kesakitan saat Azua membersihkan sisa luka yang mengering di tubuhnya. Beberapa menit setelah gadis itu limbung, tiga jamur yang menggigitnya telah dimasukkan ke dalam kantung khusus penahan makhluk. Lukanya cukup dalam bagi manusia lemah. Azua sampai harus repot memindahkan tubuh gadis itu ke tempat tidurnya. Ia sibuk meracik ramuan penyembuh. Sesekali melirik ke arah Boo. Sungguh gadis lemah yang malang, pikirnya. Azua berpikir untuk melatih gadis itu agar kebal saat diserang para makhluk. Sudah jelas jika enam hari ke depan, ia akan menghadapi berbagai makhluk yang akan digunakan sebagai ramuannya. Azua bisa saja melakukannya sendiri. Bahkan jika dipikir, lebi cepat ia lakukan tanpa bantuan seseorang. Namun, melihat gadis itu hampir sekarat karena gigitan anak jamur, rasanya ada simpati yang muncul. Ia harus melindungi gadis ini. Ramuan penyembuh racikannya telah dibuat sempurna. Di

  • NIGHTALE   Tugas

    Boo ditemukan seekor rubah merah yang kebetulan tengah melintas. Rubah itu kemudian mengubah dirinya menjadi manusia. Ada rasa penasaran saat mencium aroma tubuh gadis ini. Tercium aroma citrus yang segar menguar dari tubuh Boo. Rubah itu terus mendekat hingga menghirup ceruk leher gadis itu. "Hentikan dan bawa gadis itu ke tempatku!" seru Azua yang datang dari arah sebrang. Rubah itu terlihat ketakutan. Ia segera membawa gadis itu menuju tempat tuannya. Azua, pria yang merupakan penguasa dalam hutan mengikutinya dalam diam. Ada semacam tali transparan yang mengkilat di sekitar pondok Azua. Ia sengaja memantrainya agar tak ada makluk yang dapat masuk, kecuali manusia. Maka, setelah berada di sekitar tali pembatas, rubah itu memberikan Boo dalam dekapan Azua. Kemudian, ia kembali ke bentuk semula. "Tuan, gadis itu siapa?" tanya rubah sambil terus memperhatikan Boo dari dekat. Azua mengernyit tak suka, "Pergil

  • NIGHTALE   Break up

    "Aku ingin salad," ucap Boo yang baru tiba di meja makan. Seluruh makhluk dan William menoleh ke arahnya. Sejak kejadian semalam, Boo hanya mengurung diri di kamar. Bahkan gadis itu melewatkan jam makannya. Tak ada yang mencegahnya. Tak ada siapa pun yang diizinkan William untuk mendatangi kamar gadis itu termasuk Judish yang bersikeras untuk menjelaskan sesuatu. Hari ini pun Boo terlihat murung. Charlie yang di sampingnya tak berani protes saat gadis itu justru mengambil roti isinya. William terus memperhatikannya. Jadi, tak ada yang bisa membantah. "Bagaimana urusan sekolah kalian? Kudengar akan ada ujian minggu depan." William mengunyah roti isinya tanpa minat. "Ya. Kau tahu, di dunia manusia itu rumit. Aku malas belajar, Ketua." Charlie menyahut dengan cepat. Ia tak menyukai hal yang berkaitan dengan sekolah, kecuali bagian olahraga. "Kau memang bodoh," celetuk Boo s

  • NIGHTALE   Penawar

    Boo merasakan lengannya menyengat saat bersentuhan dengan Hosea. Sensasinya tak melukai. Namun, aneh. "Sebenarnya apa yang kalian bicarakan? Dan mengapa Azua itu begitu mudah memberikan penawarnya?" Hosea menanyakan berbagai pertanyaan perihal botol penawar yang ia kalungkan. "Tak ada. Ia hanya mengatakan akan membantu," jawab Boo sekenanya. Hosea dan Zia melaju membelah hutan. Setelahnya tak ada percakapan di antara mereka. Boo segera berlari begitu turun dari tubuh Hosea. Ia mengambil jalan melewati samping. Hanya untuk sampai lebih cepat. Gadis itu pergi ke dapur untuk meracik minuman yang diberi penawar. Jika ia tak salah ingat, penawar ini cukup ditetesi sebanyak 10 kali. Boo mulai meneteskan sebanyak yang dibutuhkan. Ia mengaduknya perlahan. Terlihat sesuatu yang menguar di atas cawan. Sesuatu yang indah seperti ribuan kupu-kupu yang terlepas. Apakah ini pertanda baik?

  • NIGHTALE   Danger comes

    Boo mendekati Judish yang tengah berbicara dengan para tamu. Ia menarik kekasihnya itu ke sudut ruangan yang jauh dari suara musik yang memusingkan. “Ada apa?” tanya Judish sembari menghabiskan minumannya. Ia kemudian merangkul Boo dan mengecup pipinya sekilas. Boo terhenyak. Ia mendorong tubuh Judish yang terlihat aneh. “Judish, bantu—“ Ucapannya tenggelam dalam kebisingan. Boo mengamati sekitar. Di sana, Daisy melihatnya. Sial, gadis itu tahu jika ia mencoba meminta bantuan Judish. “Akh, lenganku sakit sekali,” ucap Judish tiba-tiba. Boo terkejut saat melihat lengan Judish membiru. Apa Daisy juga memberi ramuan itu pada Judish? Tapi kapan? Ia melihat Daisy menunjukkan sebuah botol kecil dan mengarahkannya ke minuman yang disajikan untuk para tamu. Satu per satu, para makhluk di sana meringis kesakitan karena ramuan itu. Pesta yang tadi meriah berubah jadi teriakan kesakitan di mana-mana. Boo panik seba

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status