Share

Chapter 07 — FIGURAN PERGI SAJA!

Lega sekali rasanya.

Pada pagi hari ini, Aquila bangun dengan perasaan berbunga-bunga serta semangat yang meluap. 

Ia masih tak percaya ia telah berhasil mengatakannya. Terserah kalau ada yang berpikir dirinya berlebihan, tapi bagi Aquila ini adalah salah satu pencapaian yang besar. 

Pada kehidupan sebelumnya, saat ia masih menjadi seorang 'Alena' begitu sulit rasanya untuk mengemukakan pendapatnya, ia selalu takut akan reaksi orang lain atau kalau pendapatnya tidak sesuai dengan opini orang lain.

Tapi kini, ia berhasil mengatakan semua unek-uneknya di depan Yang Mulia. Sekali lagi, rasanya begitu lega.

"Nona, hari ini kau terlihat begitu bahagia." Komentar Ahn, yang kini tengah menata rambut Aquila, seperti biasanya.

"Eh, begitukah?" Aquila tersenyum, ia tidak dapat menahan senyumnya. "Nona Ahn, apakah hari ini ada jadwal yang harus aku hadiri?"

Ahn, yang kali ini sedang sibuk berkutat dengan pengait pada kalung permata Aquila hanya menggeleng.

"Hari ini anda tidak ada jadwal, nona." Ujarnya ketika selesai mendandani Aquila. "Tapi esok anda harus menghadiri pesta dansa dari putri Count Loviche." 

Aquila mengangguk paham, ia menatap pantulannya di cermin. Meskipun wajahnya tidak semanis Zeline, Aquila tetap saja memiliki visual yang cantik dan memukau. 

Aquila heran, padahal wajahnya begitu cantik, tentu saja ia bisa mendapatkan pria manapun yang ia mau. Tapi kenapa Aquila dalam versi novel malah memilih Putra Mahkota yang jelas-jelas menolaknya?

"Kalau begitu hari ini aku akan jalan-jalan." Aquila bergumam semangat. Aquila memang sangat nyaman di kediamannya ini, tapi sesekali keluar dan melihat keadaan di luar sana bukan masalah, kan?

"Tidak bisa nona." Sahut Ahn.

"Eh? Kenapa tidak bisa?!" Aquila bertanya bingung, "bukankah tadi kau bilang hari ini aku tidak memiliki jadwal?"

"Hari ini Yang Mulia Putra Mahkota datang berkunjung. Kau harus menemuinya, 'kan?"

Apa lagi ini?!

Ada urusan apa si Zero itu datang berkunjung?????

"Nona, kau tidak lupa, 'kan?" Menyadari ekspresi bingung Aquila, membuat Ahn bertanya memastikan.

Aquila menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ada urusan apa putra mahkota kemari?"

"Astaga." Ahn menepuk jidatnya. "Aku tidak percaya hal ini. Putra mahkota datang kesini untuk membahas masalah pertambangan di barat. Bagaimana kau lupa?"

Oh iya. 

Benar juga. 

Aquila baru ingat, sejak dulu, putra mahkota memang sering datang ke kediaman Duke untuk membahas masalah bisnis dengan Duke Charles—ayah Aquila. 

Kalau dulu, Aquila selalu menanti-nanti saat itu untuk mendekati sang putra mahkota, tapi kini tentu saja ia tak akan begitu.

"Kalau begitu, yang dicari putra mahkota adalah ayahku, 'kan?" Aquila bertanya. "Aku tidak ada kewajiban untuk menemuinya."

"Memang nona tidak ada kewajiban, tapi tetap saja terasa janggal, bukankah nona selalu menanti saat-saat seperti ini?" Ahn merasa ada yang aneh dengan majikannya.

"Aku sudah Move On, Ahn." Aquila berjalan menuju balkon, pas sekali, ia melihat putra mahkota yang datang memasuki kediamannya dengan kereta kuda yang mewah. Banyak penjaga yang langsung memberi salam kepada orang penting itu.

"Apa itu move on?" Ahn kebingungan sendiri dengan diksi yang digunakan Aquila.

"Ah, kau tidak perlu tahu." Tanpa sadar Aquila berbicara menggunakan bahasa modern yang ia miliki. "Hari ini aku akan jalan-jalan, kau ikut aku." 

Aquila mengambil salah satu jubahnya yang berwarna hitam. Ahn meringis melihatnya, padahal ia sudah susah payah menata rambut nona-nya itu, tapi Aquila justru menutupinya dengan jubah.

"Kita akan kemana, nona?" 

"Aku sendiri tidak tahu." Aquila menjawab tanpa minat, setelah memberikan salah satu jubah untuk Ahn, ia akhirnya berjalan keluar kamar.

Aquila menatap dari tempatnya berdiri di atas tangga, putra mahkota kini sedang berbincang dengan ayahnya. Posisinya memang membelakangi Aquila, tapi tetap saja Aquila takut kalau putra mahkota menyadari keberadaannya.

Aquila mengendap-endap. Ia berusaha sebisa mungkin untuk mengurangi suara dari sepatu hak tingginya dengan lantai. 

Berhasil. 

Ia berhasil menuruni tangga tanpa ketahuan.

Sekarang hanyalah bagaimana caranya ia dapat menjangkau pintu keluar tanpa terlihat oleh putra mahkota dan Duke Charles.

Aquila terpikirkan sebuah rencana. "Ahn bagaimana kalau kau pura-pura membuat keributan dengan cara—

"Tidak mau." Ahn menolak dengan tegas. Aquila bahkan belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

Aquila menghela napas. Kalau begitu tidak ada cara lain selain berharap pada keberuntungannya.

Aquila kembali mengendap-endap, tanpa sadar ia bahkan menahan napasnya saat posisinya semakin dekat dengan sang putra mahkota.

Sedikit lagi!

"Putriku~"

Tubuh Aquila mendadak terhenti, apalagi dengan posenya yang sungguh memalukan. Gesturnya terlihat seperti maling yang tertangkap basah.

Ia dipergoki oleh ayahnya!

"Putriku, kau sedang apa?" Duke Charles bertanya kebingungan, hal itu membuat Zero spontan menoleh. 

Kedua orang itu, Duke Charles dan Zero, menatap Aquila dengan bingung.

"Aku..." Aquila berusaha mencari alasan.

"Putriku, beri hormat kepada Yang Mulia." Duke Charles memberi perintah.

"Hormat saya yang mulia." Aquila menundukkan badan, memberi hormat. Ahn yang berada di belakangnya juga ikut memberi hormat.

"Putriku, bagaimana kalau kau menemani Yang Mulia—"

"Tidak!" Aquila menolak dengan tegas. Takut menyinggung perasaan Zero, Aquila segera membenahi kalimatnya. "Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap Yang Mulia Putra Mahkota, saat ini saya sedang ada urusan." Aquila kembali menunduk.

"Kalau begitu saya pamit dulu." Aquila tak ingin menunggu respon kedua orang itu, langsung saja ia berlari kecil, tak lupa menarik tangan Ahn di belakangnya.

***

"Segar sekali udaranya." Aquila menghirup udara banyak-banyak, lalu ia melepaskannya dengan sekali embusan.

Kali ini ia sedang berjalan-jalan di Kapital— ibu kota kekaisaran Athanasius. 

Di sini ramai sekali, banyak pemeran figuran berlalu lalang dengan kegiatannya masing-masing.

"Ahn, lihat ini." Aquila menunjukkan salah satu pajangan dari sebuah toko. "Ini indah sekali. Aku akan membelikan satu untukmu."

Ahn ikut menatap dreamcatcher yang dimaksud Aquila. "Terimakasih, nona."

Tangan Aquila yang tadinya hendak menjangkau benda itu seketika terhenti saat mendengar percakapan pengunjung lain yang berada di belakangnya.

"Kau sudah dengar gosip belakangan ini?" Tanya salah satu pengunjung yang mengenakan pita biru di kepalanya.

"Gosip tentang Nona Aquila dan kekasih putra mahkota? Tentu saja aku telah mendengarnya." Balas yang lainnya.

"Bagaimana menurutmu?" 

"Aku dengar, ternyata nona Aquila berusaha untuk menyelamatkan nona Zeline, tapi orang-orang justru menyangka ia pelakunya, aku benar-benar merasa kasihan." 

"Tapi aku merasa ada yang janggal." Pengunjung dengan pita biru berpendapat. "Nona Aquila seakan terburu-buru untuk menyangkal rumor itu, nona Zeline juga diam saja."

"Kau tahu sendiri 'kan, bagaimana perilaku nona Aquila terhadap nona Zeline? Nona Aquila begitu kejam terhadapnya, ia bahkan pernah menampar nona Zeline di depan umum. Jadi bukan tidak mungkin kalau Nona Aquila-lah dalang dibalik semua ini." Si pita biru lanjut berbicara.

"Tunggu, yang kau bilang itu masuk akal." Sahut lawan bicaranya.

Aquila yang tengah menguping pembicaraan mereka hanya bisa menggenggam tangannya kuat-kuat. Berusaha menahan emosi.

Benar-benar tokoh figuran yang menyebalkan!

Memang benar Aquila yang melakukannya, tapi Aquila yang dulu, tidak sama dengan Aquila saat ini, tahu!

"Nona, lebih baik kita pergi saja." Ahn berbisik, ia tahu betul Aquila sedang menahan amarahnya yang meluap-luap. 

Ahn mengenal tabiat majikannya ini, ia tahu Aquila bisa saja gagal menahan amarahnya dan nekat menyerang rakyat yang menggosipkan dirinya. 

Tapi diluar dugaan, sepertinya Aquila dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Aquila bahkan menurut saja saat Ahn menarik tangannya untuk keluar dari toko.

***

"Aku ingin mencari makanan saja."

Itu yang tadi Aquila ucapkan saat keluar dari toko. 

Tapi entah mengapa langkah kaki Aquila membawanya kembali ke tempat ini. Bar kalangan bawah yang meskipun tempatnya terlihat kumuh, namun bir yang dijual sangat terkenal.

Ahn menatap Aquila jera saat majikannya itu sedang meneguk bir. Ahn masih tidak menyangka, Aquila mau ke tempat kumuh ini? Benar-benar tidak seperti Aquila biasanya.

"Ahn, kau tidak suka?" Tanya Aquila saat menyadari Ahn sama sekali tidak menyentuh gelasnya. 

"Nona, jangan minum terlalu banyak," Ahn menjawab dengan nada khawatir. 

"Kau terlalu berisik..." Aquila bergumam pelan. Sepertinya ia mulai merasakan efek samping dari minum terlalu banyak.

Tentu saja Ahn sama sekali tak berniat untuk minum. Kalau ia mabuk juga, bagaimana caranya ia membawa Aquila pulang nanti?

"Nona, sudah cukup." Ujar Ahn saat lagi-lagi Aquila menenggak minumannya. 

"Kita pulang sekarang!" Ahn bangkit, menuntun Aquila yang mulai bergumam tidak jelas.

Aquila merasa kepalanya begitu berat sekarang, tapi ia tetap memaksakan dirinya untuk berjalan. 

Benar-benar pusing! Benda di sekelilingnya terasa berbayang.

Brukk!!

Aquila jatuh terduduk saat tubuhnya tak sengaja menabrak bahu orang di depannya.

Mata Aquila menyipit, kalau ia sedang tidak merasa pusing, pasti ia bisa mengenali orang ini dengan jelas.

Rambut hitam pekat, tatapan mata yang menusuk, serta tubuh tegap yang menjulang tinggi...

Aquila sepertinya tahu siapa orang dihadapannya ini...

Dia adalah Grand Duke Alucio. 

Sialan!

Aquila masih belum ingin bertemu dengan tokoh yang menyeramkan ini sekarang. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status