Share

Chapter 06 — Putri Marquis : Charelle Eora Varen

Di dalam novel, Charelle Eora Varen adalah tokoh yang sangat berpengaruh terhadap jalan cerita. 

Aslinya, Charelle lah yang pertama kali menyebarkan rumor tentang rencana pembunuhan yang dilakukan oleh Aquila.

Saat itu, rumor menyebar dengan begitu cepat. Baik di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa.

Hanya saja, di latar waktu yang sekarang, rumor telah menyebar lebih cepat dari aslinya, Aquila tak tahu darimana asalnya. 

Saat ini, Aquila akan berencana menggunakan Charelle sebagai alat supaya rumor buruk ini cepat mereda. Charelle adalah orang yang paling tepat untuk itu, karena sifatnya yang sangat supel dan memiliki banyak koneksi, rumor dapat menyebar dengan begitu cepatnya jika Charelle yang memulainya.

Maka disinilah Aquila.

Aquila turun dari kereta kudanya, ia kini telah sampai di kediaman Marquis Varen. 

Saat Aquila menapakkan kakinya, ia langsung disambut dengan hangat oleh beberapa pengawal di sana.

Gaun mewah berwarna merah gelap, topeng wajah dengan warna yang menyesuaikan, serta tatanan rambut Aquila hasil karya Ahn. Aquila benar-benar terlihat anggun dan memukau!

Banyak pasang mata yang tertuju kepadanya saat Aquila memasuki ruang utama ini.

Aquila mengedarkan pandangannya, tak banyak yang ia kenal di sini, atau boleh di bilang tidak ada sama sekali, wajah mereka semua benar-benar asing...

Tapi tak apa, Aquila hanya perlu mencari seseorang dengan rambut cokelat terang dengan panjang sebahu, persis seperti yang dideskripsikan dalam novel, seseorang itu adalah Charelle. 

"Selamat malam nona, anda benar-benar terlihat memukau." Seseorang ... Sepertinya ia figuran? Menundukkan bahunya di hadapan Aquila. "Apakah anda berkenan berdansa dengan saya?"

Aquila hanya terdiam menatap figuran ini. Ia tidak ada waktu untuk melakukan hal itu. "Maafkan saya, tuan, saya sedang sibuk." Aquila menunduk sopan.

Figuran lelaki itu menunjukkan raut wajah kecewa. "Ah, baiklah. Kalau begitu, maafkan saya karena telah mengganggu." Ia tersenyum.

Aquila tak membalas apa-apa, ia langsung melangkah meninggalkan figuran itu— meskipun Aquila sedikit merasa tidak enak.

Langkah Aquila terhenti lagi. Kali ini bukan karena ada yang mengajaknya berdansa. Melainkan karena ia telah menemukan orang yang ia cari.

"Nona Aquila!" Charelle menyapanya duluan, ia menunduk hormat serta memberikan senyuman. "Saya senang sekali anda berkenan untuk hadir di acara yang saya selenggarakan."

"Eh, saya tidak menyangka anda akan mengenali saya meskipun saya mengenakan topeng." Aquila berbasa-basi. 

"Tentu saja! Kita kan sudah sering bertemu, saya sudah sangat mengenali wajah anda." Jawab Charelle senang.

Ehhh???

Apa maksudnya?

Tunggu. Di novel sama sekali tidak ada narasi yang mengatakan kalau Charelle sering bertemu dengan Aquila. Apakah Aquila yang lupa, atau justru perempuan di depannya ini hanya mengarang cerita?

Charelle menggenggam pergelangan tangan Aquila, dan menariknya menuju salah satu meja dimana bangsawan lain berkumpul.

"Silahkan dinikmati makanannya, nona Aquila." Charelle tersenyum, di depannya tersedia berbagai macam jenis kue aneka bentuk dan warna.

"Hormat kami, nona Charles." Salah satu bangsawan lain menunduk.

Aquila balas tersenyum, ia merasa tidak enak karena tidak mengenal nama orang didepannya ini.

Menyadari raut wajah bingung Aquila, perempuan yang tadi menyapa memperkenalkan dirinya. "Perkenalkan nama saya Ruby, nona. Saya yang kemarin anda undang ke acara minum teh di kediaman anda." Ruby menyikut lengan orang disampingnya.

"Ah, nama saya Anna, salam hormat, nona." Anna tersenyum.

"Salam kenal juga." Aquila berusaha tersenyum ramah. Kini netra Aquila tengah menuju kepada salah satu bangsawan lainnya, satu-satunya yang tidak memperkenalkan diri, dan satu-satunya yang sedari tadi memberikan ekspresi kebencian terhadap Aquila.

"Hei, Theta, perkenalkan dirimu." Ruby berbisik.

Theta. Perempuan berambut hitam tersebut hanya tersenyum sinis, "aku tidak tahu kalau nona Charles benar-benar sombong. Ia bahkan tidak tertarik untuk mengingat nama orang lain." 

Aquila terdiam. Ia tak menyangka akan diperlakukan begini.

"Hey, jaga sikapmu!" Charelle memberi peringatan.

"Nona Varen, kenapa anda begitu hormat terhadap dia? Apakah karena status bangsawannya yang lebih tinggi?" Theta menatap sinis.

"Nona Theta, apa yang sedang kau katakan?" Ruby angkat bicara.

"Nona Charles..." Theta menyentuh rambut pirang Aquila. "Aku benar-benar penasaran akan kebenaran rumor itu. Benarkah kau telah melakukan percobaan pembunuhan terhadap kekasih Putra mahkota?"

Suasana menegang. Charelle, Ruby, dan Anna kompak terdiam. Mereka juga sama penasarannya dengan rumor tersebut.

Aquila membuka mulutnya...

Inilah saat yang paling tepat untuk memantik api.

***

Nona Aquila melindungi kekasih putra mahkota dengan cara menukar  minuman beracun milik putri Zeline dengan gelas miliknya.

"Jadi itu sebabnya mengapa Putri Aquila tiba-tiba pingsan saat berada di acara itu?" 

"Jadi ternyata Putri Aquila baik? Ia hanya korban dari semua ini?"

"Aku jadi bersimpati pada putri Aquila. Selama ini aku salah sangka."

"Aku kasihan kepadanya, ia telah melindungi putri Zeline, tapi ia juga yang terkena rumor tidak benar."

Aquila yang mendengar perbincangan dari beberapa rakyat yang sedang berkumpul itu hanya bisa menahan senyumnya.

Benar, kan? Charelle memang ahli sekali dalam menyebarkan rumor.

Aquila kini sedang menyamar dengan tudung hitamnya, ia juga berpenampilan menyerupai rakyat biasa, supaya tidak terkesan mencolok. 

Aquila sekarang tengah berada di salah satu bar di Kapital, tempat dimana rakyat biasa sering berkumpul. 

Tujuannya sederhana ; ia hanya ingin memastikan kalau upaya untuk membersihkan namanya telah berhasil. Selain itu, ia juga ingin mencoba bir yang terkenal sangat enak itu di sini. 

Bel berbunyi. Menandakan ada pelanggan yang datang. Aquila hanya melihat pelanggan itu sekilas, lalu ia kembali memusatkan konsentrasinya terhadap minuman yang telah ia pesan.

Bir ini lebih enak daripada kedengarannya!

Tapi... Eh? Apa yang terjadi?

Aquila spontan menegakkan badan saat merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Orang itu memblokir pergerakan Aquila dengan kedua tangannya yang berada di sisi kanan dan kiri meja.

"Sebenarnya, kau merencanakan apa?"

Tubuh Aquila merinding seketika saat seseorang di belakangnya itu berbisik tepat pada telinganya. 

Suara ini ... Suara yang begitu ia kenali. 

Putra Mahkota!

"Jawab aku." 

"A... Apa maksudmu?" Aquila tidak dapat menyembunyikan kegugupannya, jantungnya kini seakan berdegup lebih kencang.

Zero menghela napasnya. Hal itu membuat bulu kuduk Aquila berdiri, apalagi dalam jarak sedekat ini. "Kau ingin berpura-pura bodoh rupanya."

"Tolong menjauhlah." Aquila meminta, ia tidak dapat berpikir dengan jernih jika Zero berada sedekat itu.

"Eh, biasanya kau yang selalu mencari-cari kesempatan untuk mendekatiku." Zero menggaruk tengkuknya, ia lalu duduk pada kursi persis di samping Aquila. Zero merasa ada yang aneh dengan sikap Aquila belakangan ini.

Aquila menyipit sebentar saat mendengar perkataan Zero barusan. Huh? Aquila yang dulu mendekati Zero hanya karena kehendak Author, Aquila yang sekarang tentu saja cukup cerdas untuk tidak mendekati malaikat mautnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." Zero mengingatkan.

"Tak perlu ada yang saya jawab karena saya tidak mengerti apa maksud anda." Aquila membalas dengan dingin, tak bisakah Zero berhenti mengganggunya?

"Kau menggunakan bahasa yang baku saat berbicara denganku?" Zero semakin merasa ada yang aneh dengan Aquila. "Biasanya kau tidak pernah seperti itu."

Aquila menahan napas. Benar juga. Aquila yang dulu selalu berusaha mendekati Putra Mahkota dalam kesempatan apapun, ia juga selalu berusaha menyerang Zeline begitu melihat wajahnya. 

Tetapi Aquila yang sekarang sungguh berkebalikan, ia terlihat ingin menjauhi Putra Mahkota, dari gestur tubuhnya juga seperti risih dengan orang disampingnya kini. Sikapnya berubah begitu drastis, wajar kalau Zero merasa aneh.

"Saya..." Aquila berusaha mencari alasan yang tepat. "Anggap saja saya sudah kembali ke jalan yang benar." 

"Pfffttt...."

Aquila menoleh seketika saat Zero menahan tawanya. 

"Maaf," ujar Zero saat menyadari ketidaksopanannya. 

"Saya serius." Aquila berucap sungguh-sungguh, terlihat dari ekspresi dan raut wajahnya. 

"Saya sadar akan sikap buruk saya selama ini terhadap anda dan Putri Zeline. Saya mengaku kalau saya salah." Aquila melanjutkan ucapannya. "Oleh karena itu, saya berjanji untuk berusaha semaksimal mungkin untuk tidak memperlihatkan wajah saya di depan kalian berdua."

Aquila dan Zero sama-sama terdiam, Aquila sungguh merasa lega, ia tak percaya ia berhasil mengatakan semua unek-uneknya! Sedangkan Zero, ia hanya terdiam, masih tak percaya Aquila mengatakan itu.

"Hiduplah dengan bahagia dengan Zeline, saya tak akan menganggu kalian lagi." Aquila beranjak dari kursinya. 

"Aquila, tunggu..." Zero menggenggam tangan sahabat masa kecilnya tersebut, berusaha mencegah ia untuk pergi.

"Kalau begitu saya pamit." Aquila menepis genggaman tangan Zero, dan kali ini ia benar-benar berjalan keluar dari bar.

"Aquila..."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status