Home / Fantasi / Miss Villain and the Protagonist / Chapter 08 — Grand Duke : Revel Rex Alucio

Share

Chapter 08 — Grand Duke : Revel Rex Alucio

Author: Scarlet Crown
last update Huling Na-update: 2021-06-23 10:00:00

Revel Rex Alucio.

Sedikit latar belakang tentangnya. Grand Duke Alucio adalah anak resmi dari raja dan ratu terdahulu.

Beberapa puluh tahun yang lalu, saat kekaisaran ini masih dipimpin oleh raja terdahulu, saat itu raja memiliki seorang anak dari permaisuri yang resmi serta seorang anak dari selir.

Kekacauan dimulai saat sang raja meninggal, tentu saja, sebagai pewaris tahta yang resmi, anak dari sang permaisuri akan dinobatkan menjadi raja berikutnya. 

Namun saat itu terjadi kudeta kekuasaan yang dilakukan oleh anak sang selir yang iri. 

Alhasil, anak dari permaisuri, sang pewaris resmi, berhasil diasingkan ke tempat yang tak seorangpun tahu. Sedangkan kini, anak dari sang selir berhasil dinobatkan sebagai raja saat ini.

Tanpa ada yang tahu, anak dari sang pewaris resmi ternyata telah memiliki keturunan, ia bernama Revel Rex Alucio— seorang pria dengan aura menyeramkan yang sedang berada dihadapan Aquila saat ini.

Sedangkan, keturunan dari sang raja saat ini ialah Zero de Athanasius— yang akan dinobatkan sebagai raja berikutnya.

Revel Rex Alucio, ia yang telah mengetahui asal-usulnya akhirnya berusaha merangkak, untuk kembali mendapatkan hak-haknya sebagai penerus resmi. Dan kini ia berhasil mendapatkan gelar sebagai seorang Grand Duke.

Meskipun begitu, sang raja saat ini— ayah dari Zero, terus mengawasi gerak-gerik Revel, takut seandainya Revel berencana untuk merebut kembali singgasananya.

Tak ada yang tahu tentang sejarah kelam ini. Semuanya telah disamarkan. Buku sejarah yang saat ini beredar, semuanya adalah rekaan. Semua orang menganggap kalau raja yang saat ini memerintah adalah penerus yang asli. Sedangkan anak yang diasingkan adalah anak dari sang selir.

Lalu darimana Aquila mengetahui tentang semua sejarah ini?

Tentu saja dari narasi novel 'Cinta Sejati'!

"Apa yang kau pikirkan? Cepat bangun!" Grand Duke Alucio, pria menawan nan menyeramkan ini berucap dengan nada ketus.

Aquila mengerjap berkali-kali. Ia baru sadar kalau posisinya saat ini begitu memalukan. Jatuh terduduk di hadapan seorang tokoh yang tidak memiliki belas kasih.

Bukannya Aquila tak ingin segera bangkit. Hanya saja ... Kepalanya kini dihantam rasa pening yang luar biasa. 

"Nona!" Melihat majikannya yang sedang menahan rasa sakit, Ahn dengan sigap segera membopong tubuh Aquila.

Aquila memegangi kepalanya yang terasa begitu berat. Sekilas, ia menatap wajah Revel. Tidak ada reaksi apa-apa, Revel memang kejam!

Aquila terbatuk beberapa kali. Tak ada lagi yang dapat ia pikirkan. Yang ia tahu, kini semuanya menjadi gelap.

***

Guncangan yang terasa pada kereta kuda ini saat melintasi sejumlah kerikil berhasil membangunkan Aquila. 

"Nona!" Ahn yang kini duduk di sampingnya berseru senang melihat Aquila kembali membuka matanya. 

Aquila mengedipkan matanya berkali-kali. Terlalu banyak pertanyaan bersarang di kepalanya. Seperti apa yang tadi terjadi? Sekarang ia ada dimana? Dan apa yang sedang dilakukan oleh orang di hadapannya?

Aquila tidak salah lihat, kan?

Dia ... Grand Duke Alucio, sedang duduk dihadapannya, menatap lurus dengan tatapan tajamnya.

Aquila melihat ke samping. Sekarang ia sedang berada di dalam perjalanan menuju kediamannya. 

Kali ini ia menatap wajah Ahn dengan raut wajah penuh pertanyaan. Apakah Grand Duke Alucio sang manusia menyeramkan sedang menolongnya?

Ahn tidak tahu apa arti dari tatapan Aquila, tapi ia hanya mengangguk.

"Anu... Tuan," Aquila berujar canggung. "Terimakasih sudah menolong saya." 

Revel yang saat itu sedang bertopang dagu hanya menatap Aquila sekilas, lalu kembali memalingkan pandangannya tanpa menjawab apa-apa.

Aquila mendengus, ia sebenarnya merasa kesal dengan reaksi orang beraura seram ini. Tapi ia hanya diam, tak menyahuti apa-apa.

Kereta kuda berhenti secara perlahan. "Turun." Revel berucap ketus saat mereka sudah sampai ke pekarangan tempat kediaman Duke.

Aquila mengangguk pelan, lalu ia berdiri dari tempatnya. 

"Tunggu." Revel berujar lagi, membuat Aquila dan Ahn kompak menoleh kepadanya.

Revel turun terlebih dahulu dari kereta kuda itu. Lalu ia menjulurkan tangannya, membantu Aquila untuk turun.

Sungguh, tingkahnya ini sangat tidak selaras dengan ekspresinya yang menyeramkan.

"Terimakasih tuan Alucio." Aquila menunduk hormat.

Revel memalingkan wajahnya sejenak, "Revel. Panggil aku Revel." 

Aquila tidak tahu itu perintah atau sebuah permintaan, tapi dari nadanya terdengar seperti perintah. 

"Baik, Revel, sekali lagi aku berterimakasih karena telah—"

"Jangan berbicara menggunakan bahasa formal denganku."

Itu perintah lagi, kan? Aquila lebih baik menurut saja kalau ingin selamat.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Revel berbalik, menuju kereta kudanya.

Namun baru beberapa langkah berjalan, Revel menoleh lagi. "Saranku, lebih baik kau kunjungi rumah kekasih putra mahkota." Itu adalah kalimat terakhirnya sebelum memasuki kereta kuda.

Aquila menggaruk tengkuknya bingung. Apa maksud Revel?

Kenapa ia harus mengunjungi Zeline?

Tidak tahu dan tidak peduli!

Lebih baik dipikirkan nanti saja, karena sekarang ia benar-benar merasa lelah.

***

Jadi ini yang dimaksud lepas dari kandang singa, masuk ke kandang buaya. 

"Aquila..." Zero menggenggam pergelangan tangannya. Tatapan matanya menatap lurus ke bola mata Aquila. "Kau tidak benar-benar berniat menjauhiku, 'kan?" Zero tersenyum meremehkan.

Sialan, sialan, sialan! Bagaimana bisa Zero masih ada di kediamannya?

Padahal di dalam novel, Zero selalu pulang dengan cepat karena ia merasa risih dengan kehadiran Aquila.

Seharusnya saat ini Zero juga sudah pulang. Tapi kenapa....

Zero memberi tatapan tajam terhadap Ahn, seolah memberi sinyal supaya Ahn segera pergi meninggalkan mereka berdua. 

Ahn yang peka langsung menurut, ia meninggalkan Aquila berdua dengan putra mahkota.

Sayangnya Ahn tidak cukup peka untuk menyadari tatapan 'minta tolong' Aquila.

Putra mahkota berjalan mendekat, memblokir jalan Aquila yang kini posisinya semakin terjepit.

"Aku tidak mengerti." Zero menghela napasnya. "Apa ini cara baru untuk mendekatiku?"

"Apa maksud Yang Mulia?"

"Kau sengaja menjauhiku supaya aku merasa merindukanmu dan mulai membuka hatiku untukmu, 'kan?" 

Aquila tak bisa berkata-kata. Orang dihadapannya ini benar-benar punya imajinasi yang luas, ya?

"Apa kau sengaja menjauhiku karena merasa takut...?"

"Takut?" Aquila mengulangi kata terakhir sang putra mahkota.

"Takut kalau kejahatanmu terhadap Zeline akan terungkap." 

Mendengar itu, Aquila hanya menghela napas panjang. Ia merasa lelah. "Terserah anda ingin berpikir seperti apa." Aquila mendorong pelan tubuh Zero yang sejak tadi menghalanginya. "Saya lelah, Yang Mulia, tolong biarkan saya masuk."

Zero tak membiarkan itu terjadi, ia menarik pergelangan tangan Aquila, serta mengunci pergerakannya. "Aku belum selesai bicara." Tatapan matanya begitu menusuk.

"Lelaki yang tadi, Grand Duke Alucio." Zero berucap dengan nada rendahnya. "Bagaimana ia bisa mengantarmu pulang?"

Aquila mengalihkan pandangannya, tak sanggup menatap pandangan menusuk Zero. "Saya tidak tahu." Ujarnya singkat.

Zero mendekatkan wajahnya, ia mengendus aroma dari tubuh Aquila.

Sialaaaaaaaan!!! Aquila terus saja mengumpat dalam hati. Ia benar-benar merasa tidak nyaman.

"Kau mabuk?"

"Itu bukan urusan anda." Aquila berusaha menjawab setenang mungkin. Meskipun kini degup jantungnya tidak karuan.

Zero melepaskan cengkramannya, ia menatap Aquila sekilas, lalu kembali berucap, "aku tidak tahu ada hubungan apa diantara kalian berdua." Matanya menatap manik Aquila dengan mendalam.

"Tapi jauhi dia. Grand Duke Alucio bukanlah pria yang baik." Zero berujar serius, terlihat dari raut wajahnya yang meyakinkan.

Aquila menggelengkan kepalanya. Ia hanya mempercayai apa yang ia lihat. "Revel baik terhadapku." Bagaimana bisa Zero mengatakan kalau Revel bukan pria yang baik? Memang Zero memiliki aura yang menyeramkan, tapi itu bukan berarti ia pria yang jahat, 'kan?

"Revel?" Zero mengulangi nama panggilan dari Aquila terhadap Grand Duke Alucio. "Kau sudah sedekat itu dengannya?"

Tidak. Tentu saja tidak! Ia bahkan baru saja bertemu barusan. "Sekali lagi, itu bukan urusan anda."

Zero terdiam. Ia menatap Aquila tidak percaya.

Bagaimana bisa perempuan yang selalu mengejar-ngejarnya ini tiba-tiba menjadi sangat ketus terhadapnya?

"Ah, terserahlah!" Kesal Zero yang langsung meninggalkan Aquila.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Miss Villain and the Protagonist   AFTERWORD

    Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 160 — Kembalinya Aquila Yang Asli (END)

    “Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 159 — Setelahnya...

    Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 158 — Paman dan Keponakan

    “Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 157 — Perpisahan

    “Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y

  • Miss Villain and the Protagonist   Chapter 156 — Dendam Seorang Anak Laki-laki

    “Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status