"Lupakan sedikit tentang pekerjaan dan bersenang-senanglah, tuan muda."
"Pfft.." Awan sedikit tersedak dan tertawa masam mendengar saran sederhana Zack.
"Anda terlalu banyak menghabiskan waktu untuk kemajuan perusahaan, tidak ada salahnya sesekali anda menikmati masa muda dan bersenang-senang diluar sana." Zack tidak takut jika dianggap lancang menyarankan itu padanya, justru Ia memberanikan diri bicara seperti itu karena kedekatan mereka selama ini.
Awanpun terlihat biasa dan tidak marah karena ucapan Zack barusan.
"Kata Susan, Anda hanya menghabiskan kurang dari seratus juta setiap bulannya. Saya bisa dimarahi Tuan Kelvin karena disangka tidak melayani anda dengan baik." Lanjut Zack dengan sedikit bercanda sambil menatap Awan yang duduk tidak jauh darinya.
Tapi begitulah kenyataannya, Awan menghabiskan sangat sedikit uang dimana jumlah itu tidak bernilai apa-apa untuk orang sekelas dirinya.
Itupun digunakannya, sebagian besar untuk kegiatan sosial atau siapapun yang kebetulan ditemuinya sedang kesusahan. Padahal direkeningnya, uang dalam jumlah T tak berseri angkanya, belum ditambah dengan rekening luar negerinya yang berjumlah ratusan juta dolar.
"Yah, betul katamu paman.." Ujar Awan mengaminkan ucapan Zak.
'Bersenang-senang,, masa muda,' Awan sadar, saat ini usianya akan beranjak 22 tahun beberapa bulan lagi. Dia teringat dengan teman-teman sekoahnya dulu, yang mungkin sedang berkuliah di kampus pilihan mereka masing-masing.
"Saat ini yang terpikir olehku, ingin kuliah.."
"Kuliah ?" Jujur Zack sedikit heran, semula dia tidak menyangka begitu. Maksudnya menyuruh Awan bersenang-senang memang dalam artian yang sebenarnya. Menghabiskan uang layaknya orang kaya lainnya atau bisa bersenang-senang dengan wanita kaya manapun yang disenanginya. Justru Awan memikirkan hal lain dalam mendefinisikan kata 'senang-senang' yang dimaksudnya. Tapi, seorang Awan tetaplah Awan. Bahkan seorang Zack pun tidak akan berani untuk membantahnya.
"Kenapa Paman, ada yang salah ?"
"Oh tidak, tuan muda. Tentu saja saya senang jika itu pilihan anda. Silahkan tunjuk saja, kampus mana yang anda inginkan. Saya bisa memasukan anda kesana." Jawab Zack gugup.
"So, ada pilihan apa yang saya punya Paman Zack ?"
"Semua kampus bebas, tuan muda. Anda tinggal tunjuk saja. Saya akan mengurusnya untuk anda."
"Baiklah, kalau begitu saya serahkan pada Paman. Kirimkan saya lisnya."
"Baik, tuan muda. Saya akan memerintahkan Susan untuk mengemailkan daftar Universitas terbaik untuk tuan muda."
"Oke, kalau begitu saya serahkan pada paman. Saya harus balik dulu untuk beristirahat." Ujar Awan berdiri dari duduknya.
Zack pun tau diri dan membungkuk hormat pada bos nya tersebut. Seperti biasa, Ia tidak mengantar Awan turun ke parkiran karena tau pemuda itu sangat tidak suka dengan formalitas berlebihan dan memilih semuanya berjalan normal dan biasa.
***
Sementara itu, hari masih menunjukan pukul 5.00 pagi di salah satu Apartemen Elit, Emeral City. Mentari pagi bahkan masih belum bangun dari peraduannya.
Awan tampak memandang jauh ke luar kaca transparan di hadapannya, yang menampakan seluruh pemandangan kota Jakarta dengan sangat jelas dari tempatnya berdiri saat ini. Tidak heran, karena Ia berada di ruangan tertinggi Apartemen termewah Ibu Kota tersebut. Dimana gedungnya terdiri dari 55 lantai, dimana setiap lantainya menunjukan kelas penghuninya. Lantai 1-10 terdiri dari 10 unit, semakin tinggi lantai semakin sedikit unit disetiap lantainya. Khusus 5 lantai teratas, hanya di peruntukan untuk kalangan atas dari kelas tertentu saja.
Melihat kelasnya, jelas penghuni Apartemen disana bukan orang sembarangan. Unit termurah saja dilantai 1 paling rendah bernilai 10 miliar. Tidak bisa dibayangkan jika berada dilantai atasnya.
Sebuah tubuh mulus dan polos baru saja menggeliat dan terbangun dari tidurnya, begitu melihat Awan tidak ada di sampingnya dan menemukannya sedang berdiri tidak jauh dari jendela.
Sosok bidadari dengan tubuh sempurna tersebut meraih kimononya yang terjatuh kelantai akibat percumbuan panas mereka semalam. Begitu Ia menutupi tubuh indahnya, walau Ia sekedar mengikatnya dan tak menutup dengan sempurna. Ia berjalan pelan mendekati Awan, mengulurkan tangan ke depan dan memeluk dari belakang lelaki yang selalu membuat setiap kebanyakan wanita bermimpi untuk bisa menjadi pasangannya.
"Kenapa terbangun begitu cepat ?" Suara lembut pemilik tubuh semampai tersebut bertanya dengan pelan sambil menempelkannya wajahnya di pundak Awan.
"Hmnnn tidak apa-apa."
"Tidak ada apa-apa ? Awan, Kita sudah bersama selama hampir 3 tahun. Aku tahu pasti ada menganggu pikiranmu saat ini." Cecar gadis itu.
Benar, waktu 3 tahun membuatnya banyak mengenal siapa Awan yang sebenarnya. Pemuda maskulin tersebut mungkin terlihat selalu tersenyum dan sempurna di depan semua orang, tapi wanita itu jelas paling tahu kalau Awan tidaklah setenang yang terlihat di permukaan.
Saat sendiri, Ia terlihat sering melamun dan larut dengan pikirannya sendiri. Apalagi kalau bukan peristiwa beberapa tahun lalu. Dimana Ia harus kehilangan Ren dan juga Ibunya. Itulah yang membuat Awan sampai mencurahkan semua emosinya pada pekerjaan dan menggerakkan sekelilingnya begitu pesat, tapi wanita yang sedang memeluk dada bidangnya yang masih terbuka itu tahu kalau Awan sendiri justru tidak bergerak kemanapun sejak hari itu.
Kehilangan tersebut seperti meninggalkan lubang yang terlalu dalam, tidak ada siapaun yang bisa mengisi kembali lubang tersebut. Bahkan tidak dirinya, Ia sadar akan hal tersebut. Sehingga yang bisa dilakukannya, hanya mengalihkan kesedihan pemuda itu sejenak.
Itupun sudah membuat dirinya puas, begitulah setidaknya cara dirinya mencintai Awan.
"Tidak ada apa-apa, Mika. Sungguh!"
"Saat ini, Aku memikirkan tawaran Paman Zack padaku sore kemarin." Lanjut Awan sambil membalikan tubuh dan menatap mata indah Mika. Sebenarnya, matanya sedikit nakal menatap penampakan indah yang terbuka di balik Kimono. Tapi, Ia tidak punya waktu banyak karena sebentar lagi Ia harus segera berangkat kerja. Begitupun dengan Mikha yang harus pergi kuliah.
Lagian semalam penuh mereka sudah menghabiskan waktu indah bersama.
"Memangnya Paman Zack menawarkan apa ?"
Mika penasaran, penawaran apa yang membuat Awan sampai perlu memikirkannya.
"Bukan sesuatu yang spesial sih. Paman Zack menawarkanku untuk bersenang-senang. Lalu, terlintas dipikiranku jika itu perlu juga. Dan, Aku memikirkan tentang... kuliah."
Mata Mikha berbinar senang begitu mendengar penuturan Awan. Itu artinya Awan sudah mau membuka diri dengan dunia luar dan beranjak dari kesedihannya.
"Hei, kenapa ? Aku masih muda, mau 22 tahun." Kata Awan dengan raut muka masam.
"Hehehe, bukan begitu. Aku senang kamu mau kuliah. Dimana ?"
"Ada beberapa pilihan, semalam Mrs. Susan sudah mengirimkan kampus mana saja yang bisa Kupilih nantinya."
Mendengar itu, Mika semakin gembira, "Kalau begitu, kenapa tidak dikampusku saja ?" Ujarnya menawarkan. Bukan pilihan yang buruk, karena Mika kuliah di kampus Negeri terbaik di Negeri ini. Berkat bantuan Awan yang dulunya memaksa Mika mengambil ujian paket B, lalu merekomendasikannya untuk masuk universitas tersebut.
"Yah, Kamu tahu sendiri. Aku tidak terlalu suka yang terlalu ribet. Lagian, kampusmu cukup jauh dari kantor, akan merepotkan kalau harus bolak balik nantinya."
Mikha sedikit cemberut, karena tidak bisa kuliah bareng Awan. Bukankah akan lebih menyenangkan jika mereka berdua bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama. Tapi pertimbangan Awan sangat masuk akal. Kalau Ia harus bolak balik antara kampus dan kantor, itu akan memakan waktu. Belum lagi, Jakarta yang terkenal akan kemacetannya. Itu akan menyita waktu cukup banyak.
"Kalau begitu, kenapa tidak JIU aja.. Bukankah itu cukup dekat." Usul Mikha.
JIU atau dikenal Jakarta International University adalah kampus elit yang diisi oleh anak-anak orang kaya, selebritas dan anak para pejabat tinggi saja. Disamping statusnya sebagai kampus elit, biaya kuliah disana tidak main-main besarnya. Jika anda bukan orang kaya maka pastinya orang-orang pintar yang mendapat beasiswa khusus saja yang bisa kuliah disana. Jelas, hal tersebut bukan masalah bagi seorang Saktiawan Sanjaya, karena kampus tersebut juga masuk dalam list yang diberikan oleh Mrs. Susan sekretarisnya Zack semalam.
"JIU yah, rasanya Aku bisa memilihnya." Ucap Awan tersenyum cerah dan telah menentukan kemana pilihannya.
"Tapi sebelum memutuskan kuliah disana, apa anda tidak ingin mengulang kencan panas kita semalam, tuan muda Sanjaya ?" Goda Mikha lagi sambil melepaskan pelan ikatan kimononya dengan gaya yang sangat menggoda.
"Yah, tapi aku harus masuk kerja sebentar lagi." Awan memasang wajah pura-pura tidak berminat.
"Yahhhh..." Mikha memasang wajah cemberut dan berbalik pelan kearah kamar mandi karena godaannya tidak dianggap oleh Awan.
Namun baru beberapa langkah kaki indahnya berjalan, Ia terpekik kaget.
"Aaaaaahh.. Awan apa yang kamu lakukan ?" Pekiknya, Awan tiba-tiba mengendongnya menuju pintu kamar mandi.
"Tapi, Aku bisa menghabiskan beberapa menit untuk membuatmu berteriak keenakan nantinya."
"Hahaha.. Kamu nakal sekali tuan muda Sanjaya.." Mikha tertawa bahagia.
Awan baru saja selesai ganti pakaian begitu Mikha masuk ke dalam kamar apartemennya, sementara diatas kasur mewahnya masih berserakan belasan stel pakaian yang baru saja datang, dikirimkan oleh kurir salah satu toko online.Melihat pakaian yang dipakai oleh Awan, lalu pandangannya tertuju pada pakaian yang masih dalam bungkusan diatas kasur, tak ayal membuat kening Mikha berkerut dengan alis terangkat karena saking herannya.Bagaimana tidak ?Jika pakaian yang terpampang didepannya sangat tidak pas untuk seorang Awan, sehingga membuat dirinya tidak tahan untuk berkomentar."Awan, yang benar saja kamu mau pake ini buat kuliah ?" Tanyanya seolah tak percaya."Hehehe, kenapa ? Bagus kan
"Tuan Muda, maaf tadi saya kebelakang. Tuan muda mau keluar ya ?" kata Pak Bahar supir pribadi Awan yang baru saja tiba dari arah belakang mereka. "Oh tidak usah pak. Saya mau bawa motor saja. Ada yang bawa motor gak ? Saya pinjem dulu." Jelas semua orang pada melongo seakan tidak percaya, mereka sempat mengira salah dengar kalau sangbig bossakan meminjam motor. "Eh, motor bos ?" Tanya Yunfa memastikan. "Iya, ada ?" Melihat Awan yang serius, jelas saja kalau Ia sedang tidak bercanda. "Bawa motor saya aja kalau gitu bos." Yunfa menawarkan dengan semangat.
Jika Awan masih orang yang sama ketika Ia pertama kali menginjakkan kaki di Ibu Kota, mungkin sekarang Ia benar-benar akan terlihat layaknya orang bodoh yang sedang tersesat. Tapi Awan yang sekarang jelas sudah jauh berbeda. Ia bukan orang gaptek lagi dengan hp jadul yang akrab dengan museum lawas. Melaluismartphoneditangannya, Ia dengan mudah mengakses seluruh denah gedung tempat perkuliahannya. Sehingga dengan mudah mengetahui dimana kelas yang harus ditujunya saat itu. Namun keasikan melihathandphone, ada seorang wanita dengan setelan formal namun berkelas serta kecantikan yang elegan, sedang berjalan terburu menuju kelas tempatnya mengajar, dan... Buugghhh Tubuh semampai tersebut terlambat b
"Maaf Bu, saya terlambat. Boleh saya masuk ?" Tanya Awan coba seramah mungkin. "Ka-kamu mahasiswa disini ?" Tanya Calista lebih kaget lagi. Suatu hal yang tidak terduga, pria yang ditabraknya tadi adalah mahasiswanya sendiri dan pria itu telah memeluk dirinya. Walau itu terjadi karena kecelakaan, membuat Calista salah tingkah dan wajahnya semakin memerah karena malu. Namun cepat-cepat, ia menguasai keadaan kembali dan menganggap kejadian sebelumnya adalah hal yang biasa dan cuma kecelakaan. Untuk menutupi gugupnya, Ia mempersilahkan Awan untuk masuk ke dalam ruang kelas. "Eh, iya.. Silahkan." Calista bergeser kesamping untuk memberi jalan. Awan juga tidak menyangka s
Tapi mau mengejar Awan dan membuat perhitungan jelas tidak mungkin, mereka akan semakin mempermalukan diri mereka sendiri dengan membuat ribut dengan mahasiswa kasta rendah seperti Awan dan ketiga sahabatnya ditempat umum seperti ini. Sehingga Seila dan kawan-kawannya hanya bisa menyimpan dendam dihati saat ini. 'Awas kalian, ini belum berakhir.' Begitulah kira-kira arti tatapan mereka ketika melihat Awan yang sudah duduk di meja mereka. Awan mengerti jika teman-temannya itu pasti akan sungkan untuk memesan makanan, melihat dari cara mereka yang begitu canggung untuk berada didalam kantin tersebut. Sehingga dari awal Awan sudah mengingatkan untuk tidak ragu memesan apapun yang mereka inginkan. Keraguan Awan terbukti, walau ketiganya tampak tergoda melihat daftar menu yan
Jika ada orang yang paling dibenci oleh seorang Ardi saat ini, maka Ia adalah Awan. Mahasiswa baru yang telah membuatnya sampai kehilangan muka didepan penggemarnya langsung. Bermaksud untuk menjadikan Awan sebagai objek tertawaan di chanelyoutubenya, justru malah berbalik jadi tamparan memalukan baginya. Bagaimana tidak ? Kaum Aiden tersebut seharusnya jadi bahan tertawaan bagi Ardi dan para penggemarnya, urung jadi tertawaan justru Ia sendiri yang jadi bahan cemoohan penonton. Aiden yang identik dengan mahasiswa miskin tersebut beneran mampu membayar makanan mereka yang harganya tidak sedikit. Bahkan seorang pegawai negeripun akan menguras gaji 1 bulan mereka untuk membayar tagihan makan sebanyak
"Pft, hanya 15 detik." Si gadis terlihat kesal. Sekarang Ardi yang terlihat pucat ketakutan. Bagaimana mereka begitu sial bisa bertemu dengan gadis ini ? Kecantikannya benar-benar menipu. "Loh, katanya mau mengoyak tubuhku ? Mau ngasih sama anjing jalanan kalau kalian sudah puas ? Bahkan untuk pemanasanku aja kalian berempat gak punya kemampuan. Dasar lelaki loyo!" Wajah Ardi dan ketiga temannya terlihat pias, mereka bahkan tidak mampu untuk mengangkat wajahnya apalagi untuk menjawab hinaan gadis tersebut. "Woi kalian kenapa kok lama banget sih? Cuma ngancurin motor aja..." Dari belakang terdengar suara teman Ardi yang tadi bertugas berjaga dari luar. Tapi ucapannya langsung ter
Walau sedikit terpaksa dan tidak suka, mereka tetap melakukannya. Itu karena Rachel adalah kakak tingkat mereka dan juga statusnya sebagai anak Menteri. Siapa yang berani menentang perintahnya ? "Tidak aktif, Kak." "Nomor teman-teman Ardi biasa nongkrong juga gak ada yang bisa dihubungi satupun, Kak." Kenapa nomor mereka bisa tidak aktif disaat bersamaan ? Semula tidak ada yang memikirkannya, tapi ketika nomor Ardi dan semua temannya tidak bisa dihubungi. Apa yang sedang mereka lakukan ? Disaat bersamaan Seila malah memikirkan hal lain, apa Ardi sengaja menon-aktifkan nomornya karena Ia sedang melakukan rencana mereka ? Jika benar begitu, makai Seila tidak akan bicara sedi