Share

PEREMPUAN MASA LALU
PEREMPUAN MASA LALU
Author: Bintu Hasan

Bab 1

"Kamu mendua, Fan?" tanyaku ketika Rafan baru saja pulang dari kantor pukul sepuluh malam.

Lelaki itu bergeming sesaat, lalu mengacak rambut. "Suami baru pulang bukannya diurus, malah difitnah."

Aku tersenyum miris, pasalnya Rafan pernah berjanji bahwa selama aku hidup, ia tidak akan pernah mendua. Akan tetapi, kenyataan yang ada berbeda, walpaper ponselnya ada foto perempuan.

Rafan menjatuhkan bobot di tempat tidur tanpa mengganti pakaian kerja. Selama ini lelaki itu selalu pulang cepat, tidak dengan sekarang sejak dua bulan terakhir. Beberapa kali aku mencium aroma parfum perempuan, hanya saja ia mengelak ketika ditanya.

"Jujur, Fan!" titahku ketika ia mulai menutup mata. "Siapa perempuan di walpaper ponselmu?"

"Bukan urusanmu!" ketusnya.

Dengan entengnya lelaki bermata sipit itu menjawab. Padahal ia selalu mengingatkan kalau suami adalah pakaian bagi istri, begitu juga sebaliknya. Aku jadi curiga kalau di luar sana ada perempuan lain yang bersamanya.

"Kalau kamu tidak mau jujur, maka ceraikan aku malam ini!" teriakku spontan membuat Rafan berdiri dan langsung melayangkan tamparan di pipi kanan ini.

Perih. Sejak setahun pernikahan kami, ia tidak pernah melakukan KDRT. Lelaki itu mudah tersulut emosi sekarang, mungkin ini adalah sifat asli yang disembunyikan. Kami menikah bukan dengan jalur pacaran, melainkan ta'aruf yang berlangsung satu minggu setelah tidak sengaja bertemu di minimarket.

Aku mengepal tangan dengan air mata berlinang. Mata Rafan menyalak tajam, emosinya benar-benar tinggi. "Perempuan itu adalah Marsha, ia cinta pertamaku. Puas?!" jawab Rafan.

"A-apa?" tanyaku dengan suara gemetar. Kaki melangkah mundur karena luka yang merebak begitu cepat. Jawaban Rafan seakan petir yang menyambar, sakit sekali.

"Marsha, ia perempuan yang tiga bulan terakhir ini mengusik hati dan pikiranku. Aku tidak bisa menolak atau mengelak kalau cinta itu sudah sirna–"

"Stop!" potongku cepat seraya menutup kedua telinga. Air mata sudah jatuh tanpa permisi sejak tadi, luka kian menganga. Rafan begitu tega mengkhianati pernikahan kami. Bahkan buah hati saja belum hadir. "Jangan dijelaskan, itu hanya melukai hatiku."

Rafan berdecih, lalu melangkah mendekat. Dengan gerak cepat kini tanganku sudah terkunci di tembok. Dia lanjut menjelaskan tentang pertemuannya dengan Marsha di cafe. Aku tersenyum miris ketika lelaki itu menyebut takdir.

Aku meronta minta dilepas karena luka semakin menyakiti. Rasanya ingin mengakhiri hidup, tetapi percuma dan bisa membuat Rafan bahagia dengan perempuan itu. Menit-menit berlalu, aku semakin tidak bisa menghindar bahkan ketika bibir ini dikulum beberapa detik.

"Kamu minta cerai sementara masih ada cinta di hatimu, Lin. Yakin tidak akan menyesal?" tanya Rafan seakan merendahkan.

"Aku malah menyesal jika melanjutkan pernikahan dengan lelaki pezina sepertimu!"

"Raline!" bentaknya, "berani sekali mengataiku pezina tanpa menunjukkan bukti. Sesuci apa kamu, hah?!"

Lelaki itu mundur satu langkah, lalu kembali mendaratkan telapak tangan di pipiku. Tamparan itu sama sekali tidak mampu mengalahkan sakit yang merajai hati. Sekarang semua harus selesai karena aku tidak sudi memiliki suami sepertinya.

Rafan yang lembut bagai hilang ditelan bumi. Aku masih ingat ketika pertama bertemu, ia memiliki pesona yang luar biasa. Aku mendesah dalam keputus-asaan. Bayangan masa lalu, tepat pada masa di mana Rafan datang melamar dengan sejuta harapan. 

"Jangan terlalu menyalahkanku, Raline. Ini juga salahmu," ucap Rafan setelah hening beberapa saat.

"Apa salahku?"

"Belum memberiku keturunan."

Aku mengusap wajah gusar tidak percaya dengan apa yang Rafan katakan barusan. Ia seperti baru muncul dari dunia lain. Alasan mendua ternyata karena kami belum memiliki anak, padahal satu bulan setelah menikah dia mengingatkan bahwa anak itu adalah titipan Tuhan dan kita harus sabar menunggunya.

Sekarang berbeda. Ia benar-benar sudah dibutakan oleh cinta. Jika saja bisa, aku ingin memutar waktu kembali pada masa di mana hati belum terpikat padanya. Ternyata jatuh cinta sesakit ini sekalipun pada suami sendiri.

"Tolong, ceraikan aku!"

"Tidak. Kamu jangan berharap akan kucerai. Ibu dan ayah sayang sama kamu dan jika tahu tentang perselingkuhan ini, kita berdua akan tamat."

Kita berdua? batinku tidak percaya. Ada kemungkinan Rafan sudah menyusun banyak rencana jika ketahuan, makanya sampai berani menjadikan foto Marsha sebagai walpaper ponsel atau memang sengaja agar ada masalah dalam rumah tangga kami yang sebelumnya harmonis.

Jika sudah seperti ini, seharusnya berpisah adalah jalan paling baik. Menduakan pasangan bukan perkara biasa di mana hati bisa kembali pulih setelah terucap kata maaf. Pernikahan sesuatu yang sakral, tidak boleh dinodai dengan sandiwara.

"Satu hal yang harus kamu tahu, Lin–"

"Apa? Sebutkan satu hal itu, Fan!" kejarku.

Rafan membuang wajahnya ke kanan, lalu berembus kasar. "Aku telah menikah dengan Marsha."

Bersambung

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
enak kena tampar? maka bertahanlah dab nikmati klu memang enak.
goodnovel comment avatar
Helmy Zahrah
mantap barangnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status