"Aku takkan minta macam-macam atau hal aneh-aneh. Aku anak baik-baik, aku telah dididik keras untuk itu. Just one simple thing. Please be my best friend." Leon nyaris tak berani memandang mata Maharani saat mengucapkannya. Merespon pemuda tanggung itu, Rani awalnya hanya tertawa gelisah, "Aku 'kan guru bahasamu, bagaimanapun, sudah pasti aku akan menjadi sahabat terbaikmu dalam mempelajari Bahasa Evernesia, walau dalam keadaan krisis seperti saat ini." Leon berdeham, "Bukan itu saja. Aku tahu itu, I knew it already. Satu hal lagi saja. Anda perlu tahu, sejujurnya, aku sangat tertarik kepada Anda sebagai seorang wanita muda asing yang dewasa, baik hati dan terpelajar." 'Eh? Apa maksud anak muda di hadapanku ini?' Rani tertawa gelisah sekali lagi. Ia khawatir ada telinga yang sengaja maupun tak sengaja mendengar semua percakapan itu. Segera ia bertanya, "Excuse me. What do you really mean?" "Sesekali, kita bisa coba berkencan. Yah, yang tidak terlalu sulit atau aneh saja, misalnya na
Pria malang bernama Russell itu hanya bisa meraung sekeras-kerasnya saat menyadari bahwa informasi kru medis itu adalah kenyataan terpahit dan tersakit yang pernah ia dengar dan alami selama hidupnya. "Tidak mungkin! Keluarkan aku dari sini! Aku ingin kembali ke kotaku, keluargaku, rumahku! Kembalikan aku ke zaman sebelum ada Hexa dan Octagon!" Namun kru medis dokter Kenneth itu hanya bisa menggeleng sambil mengucap kata maaf, lalu bergegas pergi meninggalkan ruangan, menguncinya baik-baik. "Awas kalian semua yang telah berani-beraninya mengamputasiku tanpa izin, lalu mengurungku di sini! Aku tak bersalah dan tak rela kehilangan anggota tubuh dan hidupku! Tunggu pembalasanku!" Sekali lagi Russell meronta, berusaha keras untuk bangkit. Namun semua usahanya sia-sia. Rasa sakit luar dalam tak terperi terus ia rasakan menjalari raga hingga sekali lagi harus terhempas ke atas ranjang pasien, terjatuh kembali menuju dasar jurang alam bawah sadar nan hitam-b
Tetiba pintu ruang CCTV terbuka lebar-lebar. Maharani dan Leon berbarengan menoleh, tak menyangka dokter Kenneth akan ikut 'menyusul' hingga ke ruangan ini. Rani pun urung menjawab, Leon juga terpaksa harus bersabar, belum menerima info yang ia sangat ingin ketahui. "Nona Rani, syukurlah kutemukan Anda! Aku mencari Anda kemana-mana, ternyata Anda dan Leon berada di sini. Aku ingin menyerahkan sepucuk senjata seperti yang Lady Rosemary miliki. Ia sendiri yang menugaskanku untuk menyampaikan benda ini, saat ini Rose sedang mengurus persiapan kamar isolasi mandiri sementara untuk Tuan Orion di Lab Barn." Kenneth mengeluarkan sesuatu sebesar genggaman yang terbungkus semacam sarung pelindung berbahan kulit dari saku jas putihnya, namun belum langsung menyerahkan kepada Rani. Rani tersentak, 'Astaga, isolasi mandiri? Apakah telah terjadi sesuatu dengan Orion? Separah itukah kondisi suamiku?' Hatinya gundah bertanya-tanya. Akan tetapi ia sadar, kedua pria di hadap
Orion tak tahu ia akan dibawa kemana oleh ketiga pria berbaju hazmat itu. Begitu ingin rasanya bangkit berdiri lalu ambil ancang-ancang untuk melarikan diri sejauh-jauhnya. Ia tak merasa sakit separah yang 'dituduhkan' Kenneth, tak ingin diperlakukan seperti seorang pasien atau suspek Octagon, bahkan mungkin juga seperti seorang tahanan di dalam 'rumahnya sendiri' yang kini sudah tak lagi menjadi 'home sweet home' yang nyaman dan aman. Semenjak kedatangannya di sini, Orion sadar bahwa ia telah masuk ke 'sarang serigala' walaupun awalnya hidup dalam sejuta kemewahan.'Aku baik-baik saja, aku tak sakit, aku tak butuh isolasi! Yang kuinginkan hanya makan, minum, bertemu kembali dengan istriku yang sesungguhnya, Rani!'Namun ia kini tak berdaya. Tak ada yang ia bisa lakukan kecuali menuruti semua 'permainan' mereka bagaikan seekor domba kelu yang akan dicukur habis bulunya demi mendapatkan sejumlah wol.'Rani, doakanlah aku. Semoga mereka takkan menjadikanku sebagai
"Tu-tu-tuan! Jika aku boleh tahu, siapa nama Anda? Apakah Anda mengalami musibah yang sama sepertiku? Atau hanya sakit biasa saja dan masih beruntung bisa selamat, tak seperti diriku yang harus bernasib sesial ini, harus rela kehilangan dua anggota tubuhku?"Walau suaranya tak terlalu keras, Orion mendengar pertanyaan pria itu. Tetapi ia hanya terdiam tanpa segera menjawab. Ia begitu cemas pada kondisi kesehatannya sendiri sehingga ia tak langsung bisa menjawab pertanyaan Russell itu. Sesungguhnya bukan dirinya yang ia betul-betul khawatirkan, melainkan Maharani. Ia tak ingin meninggalkan gadis yang baru kemarin dinikahinya, pengantin wanita yang masih sangat dirindukannya.'Bagaimana jika Rani mengalami nasib seperti mamaku, ditinggal papa yang pergi selamanya gegara jahatnya virus Hexa? Tidak, aku takkan menyerah pada penyakit terkutuk ini!'"Jawablah aku, Tuan!" Russell sekali lagi memohon dengan suara yang makin parau, "Apakah aku mengenal Anda? Sepertinya A
Pembicaraan Lady Rosemary dengan penelepon misterius itu tak ayal membuat semua orang di meja makan ikut penasaran. Kedua remaja Delucas saling berpandangan dengan anehnya. Mereka tahu jika ibu mereka memiliki banyak bisnis serta urusan yang tak boleh mereka campuri, namun kali ini terasa jauh lebih 'menegangkan'. Bahkan Kenneth yang biasanya Rose jadikan pembisik saja tak berani bertanya apa-apa. Ia diam saja saat Rose kembali ke ruang makan dan duduk dengan wajah datar. Wanita anggun itu berusaha keras menenangkan diri, menyesap segelas jus jeruk sambil membuang pandang dari semua orang. "Mama, what's going on?" Leon akhirnya memberanikan diri bertanya. "Apakah ada kabar buruk?" Grace ikut menambahkan, berharap tak ada apa-apa yang lebih buruk daripada segala berita nyata tentang zombie Octagon. "Oh, hanya masalah biasa, rekan bisnis kita yang ingin mengubah perjanjian yang telah Mama sepakati. Gara-gara pandemi baru ini, seenaknya ia mengambil kep
"Huh, mau apa lagi orang itu? Mengapa tiba-tiba ia muncul kembali 'out of nowhere', padahal semua yang ia pinta sudah kupenuhi! Dasar benalu, berani-beraninya menghubungiku! Apa yang harus kulakukan?" Monolog yang tak biasa diucapkan oleh seorang Lady Rosemary Delucas itu ternyata didengar oleh seseorang di luar pintu kamar tidur utamanya yang ternyata belum tertutup rapat. "Excuse me. Maaf, jika aku datang dan tak sengaja mendengar monologmu. Anggap saja aku tak ada di sini!" "Kenneth? Ups. Please pardon me. Aku tak apa-apa, kok. Lupakan saja semua kata-kataku tadi!" Rose salah tingkah dan buru-buru menuju pintu, membukanya lebih lebar, " By the way, ada apa malam-malam begini mencariku, kukira kau sudah tidur!" Kenneth si dokter tersenyum di ambang pintu, tak berminat menanyakan lebih lanjut tentang apa yang Rose katakan. Malah segera membicarakan hal lain, "Aku kemari bukan ingin ikut campur masalahmu. Hanya ingi
Malam itu di atas ranjang ruang isolasi, Orion mencoba untuk tidur, namun tak bisa hingga nyenyak. Berulangkali ia hanya memejamkan mata, terjatuh dalam tidur ringan yang melelahkan, lalu terjaga kembali. Sayup-sayup ia masih dapat mendengar erangan tetangga kamar isolasinya, Russell, sosok yang tak pernah dan tak ingin ia bayangkan. 'Apakah Russell takkan bisa diselamatkan, sama seperti tokoh-tokoh di film apocalypse horror yang kadang kutonton waktu senggang? Walau bagian tubuh korban terinfeksi telah diamputasi, virus itu tetap ada, ikut mengalir dalam darahnya?' Orion berkali-kali terjaga dan mengecek diri sendiri jangan-jangan juga muncul perubahan mengejutkan pada tubuh dan kulitnya. Sejauh ini tak ada hal aneh, bahkan demam, rasa haus, lapar serta sesak napas tak lagi ia rasakan. Ia sudah jauh lebih membaik luar dalam daripada tadi pagi. Semua berkat chat-nya bersama Rani. Ia begitu ingin membacanya ulang dari awal hingga akhir, sayangnya semua kata dan data sudah ia hapus. No