Share

Dendam Membara Sang Pewaris!
Dendam Membara Sang Pewaris!
Author: imam Bustomi

1. Aku Kembali!

“Lapor, Bos!” ucap seorang pria berbadan tegap pada Aldan. “kami sudah berhasil melumpuhkannya.”

“Good job, Faiz. Bawa dia ke hadapanku.”

“Baik, Bos!”

Faizal Hamid bergerak cepat  membawa seorang pria gendut ke hadapan Aldan Pratama Chandra Putra, pimpinan pasukan White Master yang terkenal dingin dan kejam.

“Arrrgghhhh ...” 

Tanpa basa-basi, Aldan langsung menusuk perut pria gendut itu, “Manusia sampah sepertimu tidak pantas hidup!”

Teriakan pria gendut itu memekakkan telinga, sembari memegangi perutnya yang berlumuran darah. Namun, Aldan tak memberinya napas. Pisau miliknya menebas wajah dan badan musuhnya secara acak berulang kali hingga mati.

Ini bukan pertama kalinya, sudah banyak nyawa melayang di tangan pasukan white master yang bermarkas di Malaysia. Pasukan rahasia ini tidak asal membunuh, mereka hanya membasmi seorang penjahat.

“Jangan berbelas kasihan pada seorang penjahat. Bunuh atau kita yang akan dibunuh!” seru Aldan menatap puas pada mayat yang tergelimpang di bawah dengan bermandikan air merah kental.

Puas melihat pemandangan yang ada di depannya, Aldan menoleh ke arah kaki tangannya, “Faiz, waktunya sudah tiba.”

Faiz mengerti ucapan Aldan, “Apa Bos benar-benar ingin kembali ke Indonesia?”

“Ya, Faiz. Sudah 10 tahun aku berada di Malaysia. Sudah waktunya aku pulang, aku rindu kota kelahiranku.” Aldan tersenyum, tetapi tatapannya berkata lain. Matanya malah bersinar dengan cahaya dingin.

Faizal mendadak menundukkan kepala, dia tidak berani melihat ke arah Aldan yang tiba-tiba mengeluarkan aura yang sangat mengerikan. Tatapan membunuh tergambar jelas di wajah pimpinan pasukan White Master itu.

‘Sebenarnya apa yang dirahasiakan, Bos? Kenapa Bos terlihat sangat marah?’ Faizal bertanya-tanya dalam batinnya. Hingga saat ini, dia tidak tahu cerita masa lalu Aldan ketika masih berada di Indonesia.

***

10 tahun yang lalu, di kota Jakarta.

Waktu itu, hujan sangat deras. Perkelahian hidup mati antara dua orang di dalam rumah tak terhindarkan. Pria bersepatu mendominasi, beberapa kali Chandra terkena pukulan dan tendangan yang begitu keras. 

JLEBBB!

Hanya butuh dua gerakan, Pria bersepatu berhasil menancapkan pisau di perut Chandra.

“Akhhh.” Chandra meringis kesakitan. Cairan berwarna merah keluar dari perutnya, sementara Pria bersepatu tersenyum penuh kemenangan.

Pria bersepatu menoleh ke arah pintu kamar yang terkunci. Di dalam sana ada seorang anak yang bersembunyi, “Nak, keluarlah atau Papamu akan aku habisi. Nak?” ucapannya santai, tapi sudah cukup membuat Aldan bergemetar dan diselimuti rasa takut yang amat dalam. “Keluarlah, nak! Lihatlah Papamu!”

“Al-dan! Dengar-kan Papa. Cepat hubungi Polisi. Jangan pikirkan Papa, ka-mu harus selamatkan Mama.” Sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Chandra mencoba mencegah Aldan agar tidak terkecoh oleh tipu daya pria bersepatu. 

Plak! Bukk!

Pria bersepatu memukul keras wajah Chandra, dilanjutkan dengan tendangan hingga terjerembab jatuh tak tertahan.

“Aku tau kamu mendengarnya, nak. Keluar atau kamu mau melihat mayat Papamu?” tanya Pria bersepatu dengan tersenyum jahat menatap pisau yang masih tertancap sempurna di perut Chandra.

“Ja-ngan, Aldan. Ini jebakan!” titah Chandra.

Sementara Aldan, matanya memerah. Keringat dingin membasahi tubuhnya, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin berteriak sekencang mungkin untuk meminta bantuan, tetapi sepertinya percuma karena hujan sangat deras.

‘Apa yang harus aku lakukan?’ tanya Aldan dalam batinnya sambil menatap wanita yang berbaring di lantai. Mamanya harus segera diselamatkan, tetapi disisi lain ancaman pria bersepatu tidak main-main. Jika dia menghubungi polisi, maka Papanya pasti dihabisi oleh pria jahat itu.

“Nak?” panggil pria bersepatu dengan santai sambil berjalan maju dan berjongkok di depan Chandra. Lalu dia mencabut pisau dengan kasar dari perut Chandra.

“Akhhhh!” 

Jeritan Chandra memekakkan telinga, membuat Aldan berteriak sekencang mungkin dari dalam kamar. “Papa!”

Tidak berhenti disitu, iblis yang ada di dalam diri pria bersepatu semakin menjadi-jadi. Dia merobek baju Chandra dan mengiris kulit perutnya.

“Akhhhhhh!” Chandra mengerang kesakitan, pandangannya semakin kabur. Di detik selanjutnya,  ada sebuah pukulan yang mendarat di kepalanya hingga dirinya hilang kesadaran diri.

Aldan yang tidak tahan mendengar penyiksaan itu, dia membuka pintu kamar. Dia syok bukan kepalang ketika menyaksikan pria bersepatu memainkan pisau di perut Papanya, diiris-iris sampai membentuk banyak garis bak melukis di atas kertas. Sangat kejam! 

“Papa!” Aldan hanya bisa menangis dan berteriak histeris. Dia berdiri di ambang pintu, tidak berani melangkah ke depan.

“Sudah kubilang, nak. Jika saja kamu cepat keluar, aku tidak akan melukis di perut Papamu,” ucap pria bersepatu tersenyum tipis menatap Aldan. Lalu dia menunduk dan menggerakkan pisau itu kembali.

“Hentikan!” teriak Aldan menunduk dengan deraian air mata. Dia tidak tahan melihat penyiksaan sadis di depan mata, Papanya seperti kelinci percobaan. Perlahan anak itu memberanikan mendongak menatap pria bersepatu dengan wajah memelas-semelasnya. “Aku sudah keluar, aku gak menelpon polisi. Pergilah, jangan bunuh Papaku!”

Mendengar itu, pria bersepatu hanya tersenyum tipis.

“Aldan mohon lepaskan Papaku, Om” pinta Aldan dengan sesegukan tangisan. “Aldan mohon, Om.”

Di saat bersamaan, ponsel di dalam saku pria bersepatu berbunyi. Dia mengambil dan menerima panggilan itu, “Ini aku ... Aku belum menemukannya ... Anda tenang saja, aku pasti membereskan semuanya. Aku juga menjamin kasus ini akan tertutup rapi.”

Aldan yang mendengarnya terkejut bercampur takut. Ternyata pria bersepatu adalah suruhan seseorang untuk menghabisi kedua orang tuanya.

Pria bersepatu menyimpan kembali ponselnya dan menoleh ke arah Aldan dengan segurat senyuman licik, “Kemarilah, nak,” ucapnya santai, tapi itu sudah cukup membuat Aldan mengerti bahwa itu adalah sebuah perintah.

Aldan masih membeku di ambang pintu dengan tubuh bergetar hebat dan bekeringat dingin. 

“Kemarilah, nak.” Pria bersepatu mengulang ucapannya kembali sambil memainkan pisau di perut Chandra, memberi isyarat pada Aldan agar segera berjalan mendekat.

Aldan pun mau tidak mau satu langkah maju ke depan dengan air mata dan keringat bercampur jadi satu. Jantungnya seolah ingin pergi dari tubuh itu.

“Cepatlah, nak.”

Aldan mulai melangkah kembali dengan harapan pria bersepatu mengurungkan niat untuk membunuh Papanya.

“Bagus.” Pria bersepatu tersenyum penuh kemenangan ketika Aldan sudah satu langkah berada di depannya.

“Jangan bunuh Papaku.” Aldan menangis dengan napas dan jantung saling memburu. Dia berharap mendapat belas kasihan dari pria bersepatu.

Pria bersepatu masih dengan gayanya, terlihat santai dengan senyuman penuh arti.

“Maafkan aku, nak,” ujar pria bersepatu sambil mengayunkan pisau ke arah Aldan.

“Papa!” 

Bersamaan dengan teriakan Aldan, naluri orang tua dari Chandra bangkit. Dia reflek membuka mata dan menahan tangan pria bersepatu di udara sebelum pisau itu bersarang di tubuh anaknya.

“Lari Aldan!” titah Chandra disisa-sisa hidupnya untuk menyelamatkan nyawa Aldan. 

Aldan berlari ke arah kamar dan mengunci pintu, sedangkan pria bersepatu seketika menghabisi Chandra dengan cara menusukkan pisau berulang kali ke perutnya. 

“Papa!” Aldan hanya bisa berteriak dari dalam kamar dengan kesedihan yang luar biasa tak tertahan.

Pria bersepatu berhenti menusuk Chandra, tetapi Aldan masih terus menangis sejadi-jadinya. Perlahan sorot matanya tertuju pada sang Mama yang terbaring di bawah.

Aldan menghampiri Yuyun dan mengecek denyut nadi dan detak jantungnya. Tidak ada tanda-tanda kehidupan lagi. Air mata anak itu pun semakin turun deras tak terbendung.

“Mama, Papa!” Dada Aldan seolah dihujani ribuan anak panah beracun yang mematikan. Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya sudah tidak bernyawa. “Mama, Papa! Jangan tinggalkan Aldan!”

Di menit selanjutnya, wajah Aldan memerah dengan sorot mata yang sangat tajam.

“Aku pastikan kau akan mati di tanganku. Aku akan mencarimu. Kau akan kubuat menderita dan mati mengenaskan!”

***

Sudah 10 tahun Aldan bersembunyi di Malaysia. Tentu itu jasa dari Bunda, seseorang yang menjadikan Aldan sebagai anak angkatnya. Wanita itu membawa Aldan pergi ke Negeri Jiran untuk menghindari para pembunuh yang juga menginginkan nyawanya.

Kini Aldan sudah kembali untuk membuat perhitungan kepada para pembunuh yang mempunyai hati iblis!

“Bos, pesawatnya sudah tiba.” Faizal berkata dengan wajah menunduk karena energi membunuh dari Aldan masih bercahaya di wajahnya.

“Terima kasih, Faiz. Jaga dirimu baik-baik selama aku pergi.”

Senyuman memang terbit di bibir Aldan, tetapi cahaya dingin masih mengambang di sana. Hal itu membuat Faizal berkeringat dingin. Dia bisa melawan dengan banyak musuh sekalipun, tetapi nyalinya langsung menciut ketika melihat aura istimewa dari sang Bos.

“Jika Bos butuh bantuan, aku siap terbang ke Indonesia.” Faizal berkata sungkan.

“Oke,” ucap Aldan, lalu memutar badan dan menuju lapangan penerbangan.

Faizal memperhatikan punggung Aldan yang semakin menjauh. Dia kenal betul siapa pimpinan pasukan white master. Dia yakin Pimpinannya itu bukan hanya pulang kampung, tetapi ingin menyelesaikan sebuah masalah di Indonesia. Dia yakin Sang master sedang mengincar nyawa seseorang.

Sementara itu, 

Di dalam pesawat, tatapan Aldan terpancar aura balas dendam, “Aku kembali!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status