Heru Sulistyo Djanbi adalah sosok yang menarik untuk dibahas karena ceritanya sering kali menggali berbagai lapisan kehidupan dan humanisme. Salah satu inspirasi utama yang terasa kuat dalam karyanya adalah pengalaman pribadi dan observasi mendalam terhadap dinamika sosial di Indonesia. Sebagai penulis yang tumbuh dalam lingkungan multikultural, Djanbi banyak menyelipkan nuansa lokal yang otentik, mulai dari tradisi, konflik sehari-hari, hingga nilai-nilai kearifan lokal yang sering kali terabaikan. Karyanya seperti 'Laut Bercerita' menunjukkan bagaimana ia mampu mengolah kisah personal menjadi sesuatu yang universal, menyentuh pembaca dari berbagai latar belakang.
Selain itu, Djanbi juga terinspirasi oleh sastra klasik dan modern, baik lokal maupun internasional. Gaya penulisannya yang puitis namun tetap realistis menunjukkan pengaruh dari penulis seperti
pramoedya ananta toer atau bahkan Gabriel García Márquez. Ia sering kali bermain dengan metafora dan simbolisme, menciptakan narasi yang tidak hanya menghibur tetapi juga memicu refleksi. Misalnya, dalam beberapa karyanya, ia menggunakan alam sebagai cermin dari emosi manusia—laut yang ganas bisa mewakili kegelisahan, atau gunung yang tenang menggambarkan keteguhan hati.
Yang juga menarik adalah bagaimana Djanbi memasukkan elemen sejarah dan mitologi ke dalam ceritanya. Ia tidak sekadar bercerita tentang masa kini, tetapi juga menjahit masa lalu ke dalam narasinya, memberikan kedalaman pada karakter dan plot. Hal ini mungkin berasal dari ketertarikannya pada folklor Indonesia dan keinginannya untuk melestarikan cerita-cerita yang hampir terlupakan. Karya-karyanya sering kali menjadi jembatan antara generasi tua dan muda, mengingatkan kita akan pentingnya memahami akar budaya sendiri.
Terakhir, inspirasi Djanbi tampaknya juga datang dari kegelisahannya terhadap isu-isu kontemporer seperti kesenjangan sosial, lingkungan, dan identitas. Ia tidak takut untuk menyentuh topik yang rumit, tetapi selalu melakukannya dengan cara yang halus dan manusiawi. Ini membuat karyanya tidak hanya enak dibaca, tetapi juga relevan dengan realitas yang kita hadapi sehari-hari. Ada semacam keberanian dalam tulisannya—keberanian untuk bertanya, untuk meragukan, dan pada akhirnya, untuk memahami.