Gila Karena Penyesalan
Karena adik kembarku lemah sejak kecil, semua orang selalu memihak padanya.
Hari itu badai salju menutup seluruh gunung, helikopter penyelamat hanya menyisakan satu kursi.
Aku menggenggam hasil diagnosis kanker stadium akhir di tangan, bersiap untuk menyerahkan kesempatan hidup terakhir itu kepada adik kembarku. Namun, tiba-tiba dia memegangi kepala dan berteriak pusing.
Dalam sekejap, seluruh keluargaku langsung mengerubunginya, lalu bersama-sama mendorongnya masuk ke kabin helikopter. Suamiku bahkan menepuk lenganku yang patah dan berkata pelan, “Sevy, kamu tunggu giliran berikutnya.”
Putriku pun melempariku bola salju sambil berteriak, “Tante lebih butuh diselamatkan, kamu jangan rebut!”
Sampai helikopter lepas landas, barulah aku melihat adikku dari balik jendela. Dia menjulurkan lidah ke arahku, dengan wajah penuh kemenangan. Jadi, dia sama sekali tidak pingsan.
Setelah diselamatkan, hidupku hanya tersisa tiga hari lagi.
Dalam tiga hari terakhir itu, aku memutuskan untuk memberikan semua milikku. Hanya demi mendapatkan sedikit cinta dari keluargaku.