Share

Bab 5 - Malam Pertama

Author: Kharamiza
last update Last Updated: 2024-05-07 21:52:44

“Mbak, saya minta maaf. Saya....”

“Ngomongnya biasa aja, Ocha. Gak usah terlalu formal,” potong Dewi, “anggap saja kita Adik Kakak.”

Ocha menatap Dewi sendu, penuh rasa bersalah. “Iya, Mbak. Tapi, serius... aku benar-benar minta maaf ke Mbak”

“Kamu gak salah apa-apa, Ocha. Kenapa minta maaf segala?”

“Mbak....”

“Sudahlah. Ini sudah jadi takdir buat kita bertiga. Jalani saja penuh keikhlasan.”

“Tapi, Mbak. Aku menyakitimu,” cicit Ocha.

Dewi menggeleng sebagai respons. Senyumnya mengambang dengan tangan yang kemudian terulur menggenggam tangan Ocha.

“Aku gak apa-apa, Ocha. Aku ikhlas. Sekarang pergilah bersiap, nanti Mas Aksa mencarimu. Kalau butuh sesuatu, jangan sungkan menghubungi aku, ya.”

Dengan sangat terpaksa, Ocha berlalu meninggalkan Dewi. Sesekali menoleh ke arah istri pertama suaminya yang terus tersenyum ke arahnya.

Namun, saat hendak menaiki tangga menuju kamar, ia tak sengaja melihat ibu tirinya, Fafa, berada di dalam kamar yang terbuka sedikit bersama dengan mertuanya.

Karena penasaran, Ocha pelan-pelan mendekat. Terlihat, sang mertua mengeluarkan amplop berwarna cokelat dan memberikan pada Laras.

“Ini janji saya ke kalian karena berhasil membujuk Ocha menjadi istri kedua anak saya.”

Ocha syok, emosi, kecewa, dan marah melihat kejadian yang tak diduganya akan seperti itu.

Namun, ia tetap bergeming di balik tambok dengan tatapan nelangsa sampai wanita yang beberapa saat lalu juga merangkap menjadi mertuanya keluar dari kamar.

“50 juta, Sayang.” Tawa bahagia Laras terdengar. “Akhirnya, kita shopping.”

“Iya, Bu. Ternyata dapat duit 50 juta mudah ya. Tinggal nyuruh Ocha jadi istri kedua, 50 juta berada di tangan.” Fafa ikut berujar antusias.

Ocha menggeleng pelan. Tak menyangka jika Ibu dan sang kakak cukup licik dan tak berperasaan menggunakan dirinya sebagai alat untuk mendapatkan uang.

Dengan tangan terkepal, Ocha menyelonong masuk, sedikit mendobrak pintu yang memang terbuka setengah hingga ibu dan anak yang berada di dalam kamar tersebut terlonjak.

BRAK!

Suasana menegang, Ocha menatap Laras dan Fafa bergantian dengan sorot penuh amarah dan kekecewaan mendalam.

"Ternyata Ibu dan Mbak Fafa maksa aku nikah dengan Pak Aksa karena menjadikanku sebagai alat untuk kepentingan kalian sendiri,” katanya dengan suara gemetar, “gak nyangka, Ibu dan Mbak tega padaku.”

Bukannya merasa bersalah, Laras tersenyum sinis. Melipat tangan di depan dada, lalu berjalan mengitari tubuh kurus Ocha. “Apakah kau berpikir hidup ini akan berpihak kepadamu? Kau hanya seorang anak tiri yang harus tunduk pada keputusanku, bukan? Sudah cukup beruntung kau menikah dengan pria kaya itu. Harusnya kau bersyukur.”

Fafa menambahkan. “Benar kata Ibu, Cha. Hidupmu akan terjamin setelah ini. Bahkan, jika semisal kamu memutuskan berhenti bekerja, kamu masih tetap bisa makan.”

“Sudahlah, Ocha! Jangan merasa sok paling tersakiti begitu. Laksanakan saja tugasmu sebagai istri yang baik untuk Pak Aksa. Jangan lupa memberinya keturunan agar kau tidak dicampakkan dan menjadi janda,” lanjut Laras menatap Ocha dengan sinis, “ingat, aku tidak sudi menampungmu lagi di rumah ini kalau sampai Aksa meninggalkanmu.”

Deg!

Tangan yang tadinya terkepal, perlahan mengendur mendengar kalimat-kalimat ibu dan kakak tirinya yang seolah-olah menganggap semua akan baik-baik saja dengan uang.

Meskipun disuruh bersyukur, hatinya masih terasa berat karena tidak ada cinta sejati dalam hubungan yang akan dijalaninya ke depan.

Ocha menyeringai sinis. ‘Memangnya masih perlu mengharapkan cinta sejati dari suami orang?’

Tiba-tiba, air mata Ocha terjatuh, tetapi buru-buru diusapnya karena enggan terlihat lemah, padahal hatinya lebam membiru.

Tok... tok... tok!

“Ocha!”

Wanita yang tengah memeluk lutut sambil menangis merenungi nasib dan perasaan bersalahnya di sudut ranjang itu tersentak mendengar seseorang memanggilnya.

Buru-buru, ia menghapus air mata dan bangkit untuk membuka pintu kamarnya.

Di sana, sudah berdiri pria yang beberapa saat lalu menikahinya. Kedua tangannya tenggelam dalam saku celananya.

“Pak,” lirih Ocha. Ia celingak-celinguk, memijat area leher. Bingung harus berbuat apa?

“Saya tadi nyuruh kamu ke kamar untuk bersiap-siap, bukan untuk tidur ataupun menangis!”

“Saya gak menangis, Pak.” Ocha membela diri. Tangannya bergerak mengusap-usap wajah sekadar untuk memastikan bahwa memang tidak ada air mata yang tertinggal di sana.

Hanya saja, yang dilakukan itu percuma saja, karena matanya memerah. Terlihat jelas bekas tangisan. Aksa tak bisa dikelabui.

“Serah kamu,” kata Aksa dengan nada dingin. “Cepatlah bersiap. Saya tunggu 5 menit.”

Aksa langsung pergi, meninggalkan Ocha yang menggerutu sebal dan menghentakkan kaki di lantai.

‘Dipikir sedang ospek pake waktu pelit begitu,’ cibir Ocha dalam hati.

Tak seperti pengantin baru pada umumnya yang banyak mendapat wejangan dari ibu jika dibawa pergi oleh suami, Ocha tak mendapatkan itu semua.

Pelukan yang diberikan oleh ibu dan kakaknya sebatas formalitas agar tak terkesan sebagai ibu tiri seperti di ikan tenggelam.

Hanya sang papa dan Nathan yang terlihat sedih melihatnya akan dibawa pergi suaminya. Namun, tak ada kata-kata perpisahan yang diungkapkan.

Tiba di apartemen yang berada di lantai 10 sekitar pukul 11 malam, keduanya langsung istirahat.

Lelah, membuat mereka tak punya banyak tenaga untuk melakukan hal yang lainnya. Ngobrol ringan, misalnya.

Bahkan, selesai mencuci wajah Ocha tak sadar tertidur di sofa.

Aksa yang tak tahu harus dengan cara apa membangunkan istrinya agar pindah ke kamar pun lengah karena Ocha tidurnya menyamar jadi mayat.

Berakhir, Aksa ikut berbaring hingga tertidur di dekat Ocha, tapi posisi dia di lantai.

Begitu malam semakin merambat larut menuju dini hari, Ocha tak sadar berbalik dan nahasnya karena terjatuh menimpa tubuh Aksa yang dia tidak tahu berada di bawahnya.

“Eugh!” Ocha melenguh dengan mata yang masih terpejam, “apa ini keras-keras... sedikit kasar?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Kharamiza
terima kasih saran masukannya kakak Sri, have a nice day:)
goodnovel comment avatar
Sriku
seharusx ocha jujur ceritakan pd papax,sprtix papax tdk punya pendapat sm skli ttg pernikahan putrinya dg lelaki yg udah bersuami
goodnovel comment avatar
Maria Yacintha Laruh
kawin paksa tdk ada cinta menyakitkan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin   Extra Part 2

    “Aqil, sini dulu,” teriak Aksa sambil mencoba mengetuk pintu berkali-kali. Aqil kembali berlari menghampiri pintu dan menempelkan wajah kecilnya pada pintu kaca itu seolah-olah tak baru saja melakukan kesalahan. “Aqil denger suara Papa nggak, Nak?” Tak terdengar sahutan, tetapi bibir kecil Aqil terlihat bergerak menyebut kata “Papa”. Aksa berjongkok, memberikan kode pada sang putra agar membuka pintu. Hanya saja, Aqil tak melakukan apa pun. Hanya ada raut bingung nan menggemaskan di wajahnya itu. Sementara itu, Ocha berlalu ke ujung balkon, memandang ke bawah dengan gelisah. Bukan apa-apa, ia takut Aqil melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri kalau sendirian terlalu lama di kamar. “Sus Wina! Sus Wina!” teriaknya, berharap suara lantangnya itu terdengar sampai ke bawah. Namun, suasana rumah yang sepi membuat panggilannya berlalu sia-sia tanpa jawaban. “Sus Wina, ke dekat kolam renang dulu, dong.” Ocha masih berusaha memanggil pengasuh Aqil itu. Aksa kini sudah ber

  • Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin   Extra Part 1

    Dua bulan kemudian. Aula pernikahan tampak meriah dihiasi bunga-bunga berwarna pastel yang menyemarakkan suasana di hari bahagia Nathan dan Lala. Tamu-tamu mulai berdatangan, menambah semarak momen istimewa yang sebentar lagi akan dimulai. Dengan memegang lengan sang suami, Ocha melangkah di sisi Aksa. Keduanya mengenakan busana berwarna biru tua yang senada. Ocha tampak anggun dalam balutan kebaya ber-bordir elegan, sementara Aksa mengenakan setelan jas yang rapi. Pada gendongan pria itu, ada Aqil yang mengenakan tuxedo mungil dan tampak menggemaskan. Anak itu menarik perhatian beberapa tamu yang tersenyum melihat betapa lucunya dia. Tak jauh dari Mereka, Yaya hadir bersama ibunya dengan balutan busana senada. Yaya sesekali melirik ke arah Aqil dan mengangkat tangan kecilnya untuk melambai yang dibalas senyum oleh bocah itu. Sementara itu, Laras dan Paul sudah duduk di tempat yang telah disediakan untuk keluarga dan para tamu undangan. Di belakang mereka, Fafa yang

  • Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin   Bab 233 - END

    Dahi Ocha mengerut begitu mobilnya memasuki gerbang dan melihat ada mobil yang jelas bukan mobil suaminya sedang parkir di halaman rumahnya.Setelah memarkirkan mobilnya di garasi, dia pun keluar dan tak berselang lama, Aksa juga sudah datang dan memarkirkan mobilnya di sebelah mobil Ocha.“Mobil siapa, Sayang?” tanya Aksa sambil berjalan mendekati istrinya.Ocha mengangkat bahu menandakan ketidaktahuannya. Dia meraih tangan sang suami dan menciumnya dengan takzim. Seperti biasa, ketika pergi dan pulang kerja tak melewatkan saling memberikan pelukan hangat. Aksa mencium singkat kening, pipi, dan bibir istrinya. “Bukannya tadi kamu bilang akan pulang jam 7 malam, kok cepat?” tanya Ocha dengan tatapan menyelidik. “Loh, emang gak senang suaminya pulang cepat?”“Bukan, tapi kamu bilang sendiri tadi, kan.”“Pekerjaan udah selesai masa enggak boleh pulang? Lagian kangen si bocil.”Ocha mencebik, pura-pura kesal. “Oh

  • Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin   Bab 232 - Aksa Versi Sachet

    Dewi bangkit dari duduknya, berdalih memegang tangan sang suami. Tatapannya memelas seakan-akan meminta pembelaan. “Mas ... tapi, aku benar-benar sudah meminta agar foto itu di-take down.” Sebuah helaan napas berat dikeluarkan Denis. Dia seraya menatap sang istri dengan tajam, rahangnya mengeras menahan amarah. “Kamu, tuh, sadar nggak sih, Wi? Kamu udah bikin hidup orang lain dalam masalah tau, nggak? Apa kamu pikir setelah ini, permintaan maaf saja itu sudah cukup untuk memperbaiki semua kesalahan kamu pada mereka?” “Wi, kesalahan kamu yang kemarin saja belum tentu mereka maafkan, terus sekarang bertambah lagi.” Denis beralih duduk di sofa dengan wajah semrawut. Sambil memegangi kepala, pusing dengan kelakuan sang istri yang makin menjadi. Sambil menghampiri suaminya, mata Dewi kini berkaca-kaca. “Mas, aku ....” Dia pun berlutut, di hadapan Denis. Namun, Napasnya tercekat, seakan-akan kehilangan kata-kata. “Aku nggak akan bisa melindungi kamu kalau sampai Aksa membawa masalah

  • Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin   Bab 231 - Dewi?

    Makin ke sini isu yang beredar itu makin rame diperbincangkan di media. Banyak yang meminta Aksa dan Ocha segera klarifikasi untuk meredam isu yang pembahasannya justru mulai melebar ke mana-mana.“Cari tahu siapa yang pertama kali menyebarkan dan laporkan ke saya secepatnya!” perintah Aksa dengan nada tegas melalui telepon.Di kantor, tim keamanannya sudah bekerja maksimal untuk menyelidiki sumber isu yang beredar sesuai dengan permintaannya. Sementara itu, Ocha duduk di sofa sambil memperhatikan Aksa yang berdiri di dekat dinding kaca rumah mereka. Sibuk untuk menyelesaikan masalah itu. Ocha sesekali mengawasi Aqil yang entah sedang melakukan apa? Intinya dapat kolong yang bisa menampung dirinya, pasti masuk di sana.Dalam pikiran Ocha juga ada banyak hal, termasuk tertuju satu nama yang bisa mungkin menjadi sumber gaduhnya netizen di media sosial. Hanya saja, dia tidak ingin suuzan. “Aku curiga Dewi yang melakukan ini, Saya

  • Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin   Bab 230 - Gosip

    Di lain tempat pagi itu, Ocha dengan sabar terus mencoba menyuapi makan untuk putranya meskipun beberapa kali melepehkan bubur yang masuk ke mulutnya. Ocha menghela napas pelan sambil mengusap bibir Aqil yang belepotan. “Ayo, Sayang .... Makan yang banyak, ya. Biar Aqil sehat, nanti jadi anak pintar, ganteng kayak Papa kalau udah besar.” Hanya saja, bukannya membuka mulut, Aqil malah mengayunkan tangan, mencomot bubur dari sendok Ocha dan menempelkannya ke wajahnya sendiri. Seketika itu, bubur mengotori pipi mungilnya. “Ya ampun, anak gantengnya Ibu. Makanannya gak boleh dibuat mainan, ya, Sayang.” Di sebelahnya, Aksa memperhatikan sambil menahan tawa melihat tingkah lucu anaknya. Ia mengunyah sisa nasi gorengnya lalu menyelesaikan sarapannya. Sementara itu, Ocha meraih tisu dan mulai mengelap pipi Aqil yang kena bubur. “Coba sini Papa yang suapin Aqil, ya. Biar Ibu sarapan dulu aja.” Aksa mengajukan dirinya. Ocha menyerahkan sendok kecil itu pada Aksa, kemudian ia me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status