Beberapa menit sebelum akad nikah Zaskia dan Kevin berlangsung, seorang wanita asing sedang hamil tua hadir dan membuat kehebohan. Dia meminta Zaskia untuk membatalkan pernikahannya dengan Kevin, karena Kevin adalah Ayah dari anak yang sedang dia kandung. Tak mau menanggung malu jika acara pernikahan putrinya batal, Hendri Ayah dari Zaskia dan Johan Ayah dari Kevin telah sepakat untuk menikahkan Zaskia dengan Anjasmara adik angkat dari Kevin. Awalnya Zaskia menolak, tapi karena diancam oleh sang Ayah akhirnya Zaskia menerima Anjasmara sebagai calon suami penggantinya. Bagaimanakah kelanjutan hubungan Zaskia dan Anjasmara setelah keduanya menikah tanpa saling mencintai? Lalu, bagaimanakah nasib Kevin dan kekasih gelapnya selanjutnya? Note : -Alur Cepat -Konflik Ringan -Slow Update -Slow Revisi Follow akun IG : Fatmawati1472 Follow akun FB : I'ts Follow juga akun good novel author : BalqizAzzahra (selepas baca)
Lihat lebih banyakJodoh, maut, dan jalan rezeki seseorang tidak ada yang tahu. Tuhan Maha Mengatur, sebagai manusia kita hanya bisa menerimanya dengan hati lapang dan penuh syukur saja.
🔥🔥🔥 Seorang mempelai wanita telah duduk di samping calon suaminya. Ia tampak cantik mengenakan kebaya putih dan siger khas Sunda. Saking cantiknya, mempelai pria sampai tak bisa melepaskan pandangannya dari mempelai wanita. Padahal, mereka belum sah menjadi suami istri. Tiba-tiba saja terjadi keributan. Seorang wanita yang tengah hamil besar muncul dari balik kerumunan tamu undangan yang datang. Ia menangis sambil meminta pernikahan kedua mempelai dibatalkan, karena saat ini wanita itu sedang mengandung anak dari calon mempelai pria. Bisa ditebak apa yang terjadi setelahnya? Mempelai wanita jatuh pingsan, sementara mempelai pria menjadi bulan-bulanan anggota keluarga dan tetangga rumah mempelai wanita. Zaskia membuka kedua matanya. Kepalanya terasa pusing dan berat. Ia mencoba duduk dan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang tidurnya. "Nak, kamu baik-baik saja, kan? Ibu khawatir sekali padamu," ucap Ningrum, ibu dari Zaskia. Ingatan Zaskia kembali. Ia baru saja mengalami kejadian paling buruk dalam hidupnya. Seorang wanita asing yang tengah hamil tua muncul di acara pernikahannya dengan Kevin Aprilio, sang kekasih. Bagaimana bisa seperti itu? Kevin yang ia kenal adalah pria yang setia dan jujur. Ataukah selama ini Zaskia telah salah menilai Kevin? Zaskia menangis. Dadanya terasa sesak. Rasa sakit yang ia rasakan saat ini sungguh tiada tandingan, terlebih ditambah dengan rasa malu kepada orang-orang karena acara pernikahannya batal. Tak lama, Hendri, ayah Zaskia, masuk ke dalam kamar. Ia memeluk Zaskia dan mengusap punggungnya dengan lembut. "Ayah, maaf. Aku sudah membuat Ayah dan Ibu malu hari ini." "Tidak perlu merasa bersalah pada siapa pun, Nak. Ayah dan Ibu biasa saja. Semua yang terjadi hari ini sudah digariskan oleh Tuhan," ujar Hendri, mencoba menenangkan Zaskia yang sedang dirundung kesedihan. "Bagaimana ini, Yah? Acara pernikahan otomatis dibatalkan, bukan?" sambung Ningrum. "Acara pernikahan akan tetap berjalan sesuai rencana, Bu, tapi calon suami Zaskia diganti," ucap Hendri. Zaskia berhenti menangis. Ia buru-buru mengusap air matanya. Belum hilang rasa sakit karena dikhianati calon suaminya, kini sudah muncul masalah baru yang jauh lebih mengejutkan. "Apa? Diganti? Siapa pria yang mau menjadi suami pengganti untuk Zaskia, Yah?" tanya Ningrum penasaran. "Pria itu adalah Anjasmara, anak angkat keluarga Aprilio," jawab Hendri singkat, padat, dan jelas. Setengah jam yang lalu.... Terjadi percakapan serius antara Hendri dan Johan Aprilio, calon besannya. Hendri meminta pertanggungjawaban atas perbuatan buruk yang telah Kevin lakukan terhadap keluarganya. Tindakan Kevin tidak hanya membuat malu keluarga Hendri, tetapi juga mencoreng nama baik mereka. Johan berusaha menenangkan Hendri yang sedang marah besar. Ia menawarkan putra angkatnya, Anjasmara, sebagai calon suami pengganti bagi Zaskia. Hendri mengenal baik Anjasmara. Bahkan, ia lebih lama mengenal Anjas daripada Kevin, mantan calon menantu durhaka itu. Tanpa berpikir panjang, Hendri langsung menerima tawaran baik dari besannya. Zaskia bangkit dari tempat tidurnya. Ia menemui Anjasmara yang sedang berganti pakaian di ruangan sebelah. Isi kepalanya penuh dengan banyak pertanyaan saat ini, salah satunya adalah kenapa Anjasmara mau dinikahkan dengannya. Zaskia dan Anjasmara satu sekolah saat SMP, SMA, hingga kuliah. Mereka bahkan mengambil jurusan yang sama. Hubungan Zaskia dan Anjas selama ini kurang baik. Mereka sering bertengkar dan saling mencaci satu sama lain. Zaskia sangat membenci Anjas, begitu juga sebaliknya. Bagaimana bisa dua orang yang saling membenci membangun biduk rumah tangga? "Anjas, kalau kamu mau menikah denganku hanya karena merasa kasihan, sebaiknya batalkan saja rencana konyolmu itu sekarang!" Zaskia menarik dasi yang dikenakan Anjas dan mendekatkan wajahnya ke wajah Anjas. "Tidak bisa, Zaskia. Aku harus tetap menikah denganmu." "Sial! Kita tidak saling mencintai, Anjas. Aku tidak mau menikah dengan pria yang tidak mencintaiku!" "Dengar ini baik-baik, Zaskia. Aku mau menikahimu juga karena terpaksa, bukan karena kemauanku sendiri. Aku tidak mau mengecewakan Ayah angkatku dengan menolak pernikahan ini. Aku tidak mau penyakit jantungnya kambuh dan terjadi sesuatu yang buruk padanya. Aku menyayangi Ayah Johan, Zaskia, lebih dari diriku sendiri. Apa pun akan kulakukan untuknya." Zaskia melongo mendengar penjelasan Anjas. Mulutnya sedikit terbuka hingga membentuk huruf "O." Entah apa yang sedang Tuhan rencanakan untuk hidupnya kali ini, tapi menikah dengan Anjasmara adalah sebuah kesalahan fatal baginya. "Pokoknya aku tidak mau menikah denganmu!" pekik Zaskia. Suaranya begitu nyaring hingga memancing Hendri untuk masuk dan ikut campur dalam pertengkaran calon pengantin itu. "Zaskia, menikahlah dengan Anjas," bujuk Hendri. "Tapi, Ayah..." Zaskia berusaha menolak. "Tidak ada tapi-tapian! Kamu harus menikah dengan Anjas. Kalau kamu tidak mau, Ayah akan menikahkan kamu dengan Jamal, satpam kompleks yang umurnya sudah enam puluh tahun itu!" ancam Hendri. Bersambung....Sinar matahari siang menyorot cerah ke lapangan sekolah. Jam istirahat baru saja dimulai, dan para siswa berhamburan keluar dari kelas, mencari hiburan dan angin segar. Beberapa berkumpul di kantin, sebagian lagi duduk di bawah pohon rindang. Tapi perhatian sebagian besar siswa hari itu tertuju ke lapangan basket.Ray berdiri di tengah lapangan dengan bola basket di tangan. Seragam olahraganya basah oleh keringat, tapi senyumnya justru semakin lebar. Di depannya, Dedi berdiri dengan tangan di pinggang, napasnya sedikit memburu. Mereka baru saja menyelesaikan ronde pertama permainan satu lawan satu.“Lanjut, atau mau menyerah?” Ray memutar bola di ujung jarinya, matanya menantang.Dedi mendengus. “Jangan mimpi. Aku belum selesai.”Kerumunan siswi di pinggir lapangan bersorak saat Ray melesakkan bola ke dalam ring dengan gerakan lay-up yang mulus. Gerakannya lincah, cepat, dan penuh percaya diri. Setiap lemparan selalu tepat sasaran, membuat banyak gadis berdecak kagum.“Gila, Ray jago
Anjas berdiri diam di balkon rumahnya, memandangi langit senja yang merona jingga. Angin sore berembus pelan, menerpa wajahnya yang terlihat letih. Di tangannya tergenggam cangkir kosong, sisa kopi yang tadi dia teguk perlahan.Pikirannya tidak berada di sana. Ia melayang jauh ke masa lalu, ke sebuah masa yang sudah dia kubur dalam-dalam tapi tiba-tiba mencuat kembali. Ingatannya tentang seorang gadis di bangku SMA—mantan kekasihnya—menyeruak tanpa diundang.Gadis itu begitu menyayanginya. Tapi Anjas, dalam kebodohannya yang remaja, hanya memanfaatkannya. Ia pura-pura mencintai hanya demi membuat Zaskia, gadis yang benar-benar ia sukai saat itu, merasa cemburu. Cinta yang dipaksakan, tak pernah tumbuh meski dia mencoba. Sampai akhirnya Anjas memutuskan hubungan itu secara sepihak—dingin, tanpa penjelasan, tanpa permintaan maaf."Aku tidak bisa terus berpura-pura," ucapnya saat itu, tanpa tahu betapa hancurnya hati gadis itu.Karma memang tidak pernah lupa alamat, pikir Anjas getir. Ki
Lily duduk di sofa dengan wajah masam, tangannya sibuk membolak-balik amplop berisi uang yang baru saja diberikan Kevin. Jumlahnya jauh lebih sedikit dari biasanya. Dadanya berdesir panas. Dengan ekspresi tak percaya, ia menoleh ke arah suaminya yang duduk di kursi sebelah, tampak tenang seperti tak terjadi apa-apa. “Apa ini?” suara Lily meninggi, matanya menatap Kevin dengan tajam. Kevin tetap tenang. Ia merapikan lengan bajunya sebelum menjawab, “Uang bulanan.” “Ini tidak cukup! Biasanya kamu kasih lebih banyak, kenapa tiba-tiba dikurangi?” Lily mencibir, matanya berkilat marah. Kevin menarik napas panjang, lalu bersandar ke sofa. “Aku cuma menyesuaikan dengan kebutuhan yang sebenarnya. Selama ini kamu terlalu boros, Lily.” Lily mendengus sinis. “Boros? Aku cuma belanja, kumpul sama teman-teman, itu wajar buat seorang istri! Aku tidak mungkin diam di rumah terus kayak ibu rumah tangga kuno.” Kevin mengangkat satu alis. “Ibu rumah tangga kuno? Maksudmu yang mengurus suami
Pukul 07.00 pagi, suara deru sepeda motor terdengar di halaman depan rumah Ray. Dua sosok turun membuka helem mereka—Tata dengan wajah ceria dan Prilan yang tak kalah semangat. Mereka disambut Anjas, ayah Ray, yang baru saja selesai menyiram tanaman di halaman."Ray masih di dalam, tunggu sebentar ya," kata Anjas sambil tersenyum ramah. "Kalian duluan saja masuk ke mobil Om, motor biar tinggal di sini.""Oke, Om." sahut Tata.Tak lama, Ray keluar dengan kaus putih dan celana pendek. Rambutnya masih sedikit basah, menunjukkan ia baru selesai mandi. Ia tersenyum kecil, tetapi matanya langsung tertuju pada Tata dan Prilan yang tampak sangat akrab."Ayo berangkat sebelum panas," kata Tata riang.Perjalanan ke pantai hanya memakan waktu satu jam. Ray yang menyetir, Anjas duduk di depan menemaninya, sementara Tata dan Prilan duduk di bangku belakang. Tawa Tata dan Prilan memenuhi kabin mobil. Mereka membicarakan hal-hal konyol—tentang masa sekolah, meme lucu, dan rencana Tata yang ingin men
Taksi berhenti perlahan di depan sebuah rumah besar berlantai dua. Begitu pintunya dibuka, Prilan melongo, nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Matanya menyapu seluruh bagian bangunan megah itu. Pilar-pilar tinggi menjulang dengan ornamen klasik menghiasi bagian atasnya. Dindingnya berwarna putih gading dengan jendela besar dan balkon yang dihiasi tanaman gantung. Rumah itu tak ubahnya seperti istana kerajaan Eropa yang sering ia lihat di film."Astaga… ini rumah Ray?" gumam Prilan pelan sambil menoleh ke Tata yang berdiri di sampingnya.Tata mengangguk mantap. "Iya. Ini rumah yang benar kok. Aku udah cek GPS dan nomornya pas."Prilan menelan ludah. Ia memang tahu Ray anak orang kaya, tapi ia tak pernah menyangka sekaya ini. Ia pikir, paling banter rumah besar biasa di komplek elit. Tapi ini… ini terlalu megah."Ini kita tidak salah rumah, kan?" tanya Prilan sekali lagi, ragu. Matanya terus menatap gerbang besi hitam yang menjulang tinggi dengan ukiran mewah.Tata tersenyum
Suasana sekolah siang itu cukup tenang, hingga suara panggilan dari pengeras suara menggema di seluruh sudut bangunan tua SMA Merdeka."Prilan Amelia, harap segera ke ruang kepala sekolah." ujar salah seorang guru berkacamata kuda. Wajahnya nampak serius tapi menyiratkan rasa iba.Langkah Prilan terasa berat saat menuju kantor. Perutnya mual karena cemas. Ini bukan kali pertama ia dipanggil karena hal yang sama—tunggakan SPP yang belum juga terbayar.Begitu sampai, ia melihat Pak Hendra, kepala sekolah, duduk dengan wajah masam di balik meja kayunya bercat coklat."Silakan duduk, Prilan," ucapnya datar.Gadis itu menunduk dan duduk dengan hati-hati. Jantungnya berdegup kencang, dia sudah tahu apa yang akan disampaikan oleh guru galak itu. Tapi Prilan berusaha bersikap santai dan tenang, meskipun aslinya sangat kacau."Ini sudah bulan keempat kamu belum bayar SPP. Buku paket juga belum lunas, uang kegiatan belum ada, bahkan seragam olahraga belum kamu belum dibayar."Prilan menunduk le
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen