"Pak, bukannya itu Aaraf?"
"Kebetulan sekali."
Bapak melihat pada arah yang kutunjukkan.
"Mama ajak ke sini ya, Pak." Aku berangsur menjauh dari bapak dan membiarkannya mengobrol dengan sahabatnya itu.
Mataku menyapu sekeliling, Aaraf yang baru saja terlihat berdiri di sini, sekarang sudah tidak ada. Kemana?
"Mas, lihat pria yang berdiri di sini barusan?"
"Pria yah berbaju kotak-kotak?"
"Ya, itu."
"Naik ke lantai dua, Mbak. Tangganya sebelah sana?" Jempol waiters itu menunjukkan sebuah tangga yang terhalang lukisan besar, ia nampak sopan, bahkan merundukkan tubuh saat hendak pergi meninggalkanku.
Aku menaiki tangga yang cukup panjang dan berbelok, di lantai dua ternyata lebih luas dan mewah.
Mata menangkap pakaian yang dikenakan Aaraf saat kulihat tadi, ia berada di sisi luar. Aku berjalan menghampirinya, sekilas terlihat ia sedang bersama seseorang.
"Apa kamu tidak lelah terus mengajukan banding?"
"Hah. Aku hanya ingin memperjuangkan apa yang harusnya menjadi hakku Aaraf."
Aku terte