Sesudah rapat luar biasa ditutup oleh Pak Jimmy, ruangan itu dipenuhi langkah antusias. Para anggota dewan berdiri, bergerak mendekati meja depan untuk menyalami Prof. Hansel. Lelaki paruh baya itu membalas jabatan tangan dengan kerendahan hati.
Dengan mata berbinar, Anaby menoleh singkat ke arah Prof. Hansel. Ia mendapati pria paruh baya itu tersenyum penuh kehangatan.
Anaby juga menerima ucapan selamat dari para petinggi perusahaan. Setiap kalimat yang terlontar, setiap pujian yang diterima terasa seperti penghargaan atas perjuangan yang selama ini ia tempuh. Melawan ragu, menepis hinaan, dan menolak tunduk pada siapapun yang meremehkan.
Dan, giliran terakhir yang ditunggu Anaby pun tiba—Aslan mendekat.
Pandangan Anaby tak beranjak dari wajah pria itu. Ia mengenal Aslan terlalu dalam untuk tertipu.
Senyum Aslan memang terpulas rapi, tetapi ada tekanan halus dalam genggaman tangan yang ia ulurkan. Ketegangan rahang pria itu, tarikan halus di ujung bibirnya, dan tatapan yang gagal ia