“Kamu yakin sudah baik-baik saja, Lis?” tanya Winda dengan nada dan raut khawatir yang tak bisa dia sembunyikan. Saat aku diantar ke rumah sakit, Winda-lah yang paling banyak membantu. Sayangnya ia tak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Begitu aku mendapatkan perawatan, tak lama Mas Hanung dan wanita itu datang.
“Menurutmu?” tanyaku sembari mengambil buah potong yang ia sajikan untukku. Siang ini dia mengunjungiku di rumah. Katanya dapat izin cuti setengah hari yang dia pergunakan untuk memastikan, apakah aku sudah jauh lebih baik atau belum.
“Entahlah, sehat di luar belum tentu sehat di dalam.” Winda menyeringai. “Aku boleh menebak sesuatu?”
Tatapanku tertuju pada Winda yang kini menatapku lekat.
“Wanita itu yang orangnya?”
Aku mengangguk tanpa perlu mengatakan banyak hal.
“Enggak tahu diri.”
“Kalau tahu diri namanya bukan pel4kor, Win.”