Search
Library
Home / Horor / Perempuan Bersuami Dua (Mak Bayah) / Part 4

Part 4

Author: RA. ADISTI5585s
2024-11-19 12:18:21

Part 4

Berjuta tanya masih ada di benak Raya, ia kembali memutuskan berjalan-jalan kendati dalam keadaan bingung tak karuan, ketika melewati ladang jagung ia merasa seperti ada yang membuntuti, ia menoleh dan tidak melihat siapa pun di belakangnya.

“Anehh, terasa sekali ada yang membuntuti aku, sepertinya aku jalan sudah terlalu jauh sebaiknya aku kembali saja ke rumah Mak Bayah, sepertinya sebentar lagi akan hujan,” gumam Raya lalu melangkah memutar kembali ke jalan menuju ke rumah dukun kampung tersebut.

Saat melewati sungai kecil, Raya kembali melihat perempuan dengan gigi gingsul yang tadi menegurnya, Raya menunduk seraya tersenyum namun sambutan perempuan tadi cuek dan bahkan dengan santainya memalingkan wajahnya, Raya menghela napas panjang.

“Sebaiknya kalau jalan-jalan di kampung jangan terlalu jauh, apa pun yang kamu dengar tidak baik juga langsung kamu percaya begitu saja,” sambut salah satu suami Mak Bayah, Suwito ke pada Raya. Raya mengerutkan alisnya.

Suwito seperti tahu apa yang baru saja dialami oleh Raya, Raya menjawab dengan anggukan kepala, setelahnya ia masuk dan masih melihat begitu banyaknya antrean orang-orang yang ingin berobat. Raya masuk ke dalam kamar untuk mengambil handuk dan membersihkan tubuhnya.

Saat melintasi kamar pengobatan Mak Bayah, langkahnya terhenti saat mendengar dengan jelas suara erangan dan desahan bersahut-sahutan.

Awalnya ia tak peduli namun rasa penasarannya yang begitu besar membuatnya ingin menyingkap sedikit saja tirai yang menutupi pintu, tetapi baru saja tangannya mengambang di udara, suara bentakan membuatnya kaget.

“Kamu … jangan sekali-kali mengintip atau mencoba melihat kamar pengobatan Mak Bayah, apa kamu mau diusir dari sini,” bentakan Rizal dan kilatan matanya yang memerah membuat nyali Raya menciut. Ia gegas berpura-pura tak mendengar dan menuju ke kamar mandi untuk menuntaskan niatnya membersihkan tubuh tadi.

“Ingat, jangan pernah kamu lakukan lagi. Kalau masih mau menginap di sini melihat calon suamimu, kamu harus bisa ikuti aturan Mak Bayah, jangan sampai karena kelakuanmu itu membuat sakit calon suamimu semakin parah,” Raya meneguk saliva nya takut, ia sama sekali tak menjawab.

Rizal terus saja mengekor di belakangnya, membuat Raya risih, apalagi saat Rizal terus menatapnya tajam. Raya segera masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan cepat. Debaran jantungnya tak beraturan.

“Semakin lama di sini, semakin takut aku, nggak sama dukun itu, nggak sama suami-suaminya, semoga saja Ryan cepat sembuh dan aku bisa pergi dari sini secepatnya,” gumam Raya sangat pelan lebih menyerupai bisikan, ia khawatir apa yang ia katakan akan terdengar oleh dukun kampung atau para suaminya.

Dengan perasaan takut, Raya perlahan melepas satu persatu pakaiannya dan mulai menguyur tubuhnya, penasaran ia ingin mengintip dan memastikan Rizal tak lagi mengawasinya, ia mencoba mengintip dari celah angin-angin yang ada di pintu kamar mandi, ia bernapas lega karena sudah tidak ada lagi Rizal di sana.

Akan tetapi semua hanya sebentar saja, selama Raya di kamar mandi ia merasakan ada yang selalu mengawasi gerak geriknya, ia merinding apalagi saat melihat air di keran yang sudah beberapa ia matikan, selalu saja hidup kembali.

Ditambah suara erangan kesakitan yang datangnya entah dari mana membuat Raya semakin bergidik ngeri.

Raya segera menyelesaikan mandinya dengan sangat cepat, ia kemudian berlari menuju ke kamarnya. Baru saja ia masuk ke dalam kamarnya, ia langsung histeris karena melihat bayangan Rizal ada di cermin lemari.

“Arghhhhh,” Raya ingin berteriak namun suaranya tertahan.

Raya mau berlari sekencang mungkin meninggalkan kamar namun langkahnya tertahan dan matanya terus menatap bayangan Rizal yang terasa nyata persis berada di depannya dan dengan mata melotot, tiba-tiba saja Rizal bergerak menuju dinding sebelah kanan dan mulai merayap di sana layaknya binatang melata, setelahnya ia bergerak turun masih dengan menggunakan kedua tangannya.

Tingkah Rizal persis seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. Napas Raya terengah-engah, keringat mulai membasahi dahinya.

Saat ada kesempatan, ia nekat ke luar kamar dalam keadaan masih menggunakan handuk di tubuhnya.

“Tolong … tolong aku,” Raya terus berteriak meminta tolong, dan badannya luruh begitu saja di lantai saat sudah di luar kamar.

Raya kaget sebab Rizal yang tadinya ia lihat ada di kamar, justru tengah sibuk dengan baskom di tangannya dan baru saja berlari menuju ke tempatnya dari arah luar. Jadi tadi itu siapa?

“Kamu kenapa, Mbak? Mbak … kamu baik-baik aja, kan? Kamu kenapa?” berondong Rizal. Raya terus menggeleng-gelengkan kepalanya, ketakutan yang teramat sangat.

“Ada apa ini?” Mak Bayah baru saja ke luar dari kamar pengobatan, wajahnya nampak datar saja melihat Raya yang kini tengah terisak-isak menangis ketakutan.

Mak Bayah memberi isyarat dengan menggunakan matanya ke pada Rizal dan Suwito agar segera mengurus Raya.

Raya yang sudah ketakutan melihat penampakan Rizal di kamar, menolak untuk dimasukkan kembali ke dalam kamarnya.

“Bawakan saja pakaiannya ke kamar tamu yang ada di depan, mulai malam ini pindahkan saja dia tidur di sana, sudahlah tidak apa-apa, kamu yang tenang ya, sebentar Mak buatkan air penenang untuk kamu minum,” sebutnya, Raya hanya termangu, belum bisa melupakan apa yang baru saja terjadi padanya.

Rizal dan Suwito bergerak memindahkan Raya ke kamar depan, sebelum masuk Raya memeriksa pemandangan kamar depan yang jauh lebih baik dari kamar yang ia tempati semalam, Raya juga belum berani menutup pintu kamarnya.

“Biarkan saja pintu kamarnya terbuka, aku takut kalau pintunya ditutup,” Rizal menurut. Tak lama Mak Bayah memberi kode ke pada Rizal agar segera menghadapnya.

“Berikan saja air ini ke pada perempuan kota itu, ia akan lebih tenang setelah meminum ini,” Mak Bayah menyerahkan segelas air yang sudah ia mantrai. Saat Rizal membawa air itu, tersungging senyum Mak Bayah bahkan senyumnya semakin melebar saat Rizal kembali dengan gelas yang sudah kosong di tangannya.

“Airnya sudah diminum, Mak,” lapor Rizal.

“Bagus, sekarang saatnya kalian berdua mencatat apa saja kebutuhan orang yang mau berobat, sekarang pergilah, aku masih harus mengobati Ryan sampai dia benar-benar sembuh,” lagi-lagi kedua suaminya menurut, bak kerbau di cucuk hidungnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP