Mirza, Ravindra, dan Tari, masih berbincang di ruang keluarga. Sampai tiba-tiba, ucapan Tari terpaksa terputus dan pandangan mereka bertiga teralih secara bersamaan pada dua gadis yang sedang berjalan ke arah mereka. Biasa melihat Fazia memakai pakaian kebesaran, kini perut gadis itu cukup terlihat dengan pakaian super ketat milik Citra.
“Aku mau jalan-jalan sama Zia,” kata Citra pamit pergi.
“Jalan-jalan ke mana?” Tari tampak ragu memberi izin.
“Nyari jajanan, Ma.” Citra mencari kegiatan dengan merapikan rambutnya.
“Delivery aja. Gak usah keluar.” Tari melarang tegas.
“Nah, justru itu. Aku mau ngajak jalan Zia biar dia sehat, fresh, gak mikirin masalahnya.” Citra langsung membual sesukanya.
“Masuk ke kamar.” Mirza menatap tajam adiknya.
“Apaan, sih.” Citra memutar bola matanya tak sopan.
“Lihat, deh. Mukanya aja pucet gitu, matanya juga sayu. Zia butuh banyak istirahat, bukannya angin-anginan.” Tari memperhatikan wajah Fazia yang terlihat seperti orang sakit meski sedikit tersa