Diruangan Naka, pria itu masih berkutat dengan berkas di meja. “Bagaimana Lika disana Bara?” tanya pada sang asisten, yang sudah paham mengapa Naka menikahi gadis itu.
Ia juga tadi sedikit disalahkan, karena sakitnya Naka haurs mengajak Lika dinas ke luar negeri yang berakhir kekacauan.
“Baik pak, sudah bisa beradaptasi dengan baik. Ya paling resikonya, hmm digodain pekerja Gudang pak.” jawab Bara, sengaja agar Naka berbaik hati memindahkan Lika kembali ke jalurnya. Dia juga sedikit terbantu dengan adanya Lika, si gadis lugu yang bagus dalam pekerjaannya.
Naka mendengus, sudah bagus disana mau dipindahkan kemana. Gudang adalah tempat yang paling jauh darinya, namun masih bisa ia pantau. Berbeda jika di kantor cabang, lokasi yang jarang Naka jarang datangi.
“Lika akan tetap disana pak?” tanya Bara memberanikan diri.
“Disana saja.” jawabnya tegas.
Ketika sendiri di ruangannya, Naka mulai memejamkan matanya. Tingkah lugu istri barunya benar-benar diluar nalar, seenaknya duduk diruangannya. Seolah ruangannya ini adalah ruangan karyawan biasa. Baru saja teringat akan istri barunya, orangnya tiba-tiba nongol didepannya.
“Pak Naka.” seru Lika main masuk begitu saja. Diluar kosong sepertinya Bara sedang tidak ada di mejanya.
“Lika. Kamu nggak bisa apa ketuk pintu dulu!” sentak Naka karena istrinya mengagetkannya.
“Lika nggak mau pak digudang. Kerjaannya berat banget, baru sehari saja badan Lika mau rontok pak.” melasnya.
Naka mendengus, selain polos ternyata istrinya manja juga. “Saya bos kamu disini. Kamu harus turutin perintah saya.”
“Iya tapi Lika mohon pak jangan pindahin kesana. Kan, divisi lain masih ada kenapa harus disana?” tanyanya masih tak paham.
“Ckk, jangan menganggu saya dengan rengekan tidak pentingmu Lika. Sekarang kembali bekerja, saya masih banyak pekerjaan.”
“Pak Naka nggak pulang ke apartemen Lika?” tanyanya random sekali gadis ini.
Naka menoleh mendengar ajakan itu, “Kenapa saya harus pulang ke apartemen kumuh kamu itu?” tanyanya sadis.
“Itu kan apartemen Lika pak. Lagi kan aku istri pak Naka, memang Pak Naka nggak mau malam pertama apa.” Wow Lika berani sekali menawarkan hal itu pada pria dewasa ini. siapa tahu suaminya akan berbesar hati memindahkan bagian kerjanya.
Namun sayangnya, Naka Nampak tidak berminat sama sekali.
“Tidak!”
“Kenapa?”
“Pergilah jangan ganggu saya.” usir Naka.
“Pak Naka nggak mau kasih Lika nafkah?”
“Nafkah apa. Cek senilai 10 miliar masih di tangan kamu Lika.” tegasnya.
“Itu kan buat persiapan kalau Lika hamil pak, masa mau dipakai.” ucapnya polos.
Naka semakin pusing dengan kepalanya, istri barunya benar-benar merepotkan. “Tidak.”
“Nggak mau beliin Lika apartemen gitu, mobil atau apa kek. Namanya juga pengantin baru.” Dengusnya. Kenapa jadi matre gadis ini.
“Kamu salah kalau meminta itu semua dari saya. Pernikahan kita hanya bentuk tanggungjawab dari saya saja, sampai kamu dinyatakan hamil atau tidak!” ulang Naka dengan pernyataannya tadi.
Lika yang kesal, meninggalkan ruangan suaminya. Kejam sekali, baru menikah dia tidak dapat apa-apa ini sama saja masih hidup sendiri kan.
Usainya, Naka menerima panggilan telepon dari rumahnya. Istrinya kejang tiba-tiba dan sekarang sedang dirumah sakit. Sontak Naka beranjak dari duduknya dan berlari kencang. Hingga sampai lobbi ia melewati Lika yang sedang berjalan, gadis itu kira Naka menyusulnya, namun setelah dilewati dan Naka masuk kedalam mobilnya, gadis itu meringis.
“Dasar suami nggak tahu diri,” gumamnya.
*
*
Naka berdiri di samping tempat tidur rumah sakit tempat istrinya, Ivanka, terbaring lemah dengan selang infus yang menancap di tangan kurusnya akibat penyakit kankernya. Raut wajah Naka penuh kekhawatiran sementara dokter menjelaskan bahwa kondisi Ivanka sudah stabil namun harus banyak beristirahat dan menghindari stres. "Pastikan dia mendapat nutrisi yang cukup dan istirahat yang banyak." ujar dokter dengan nada yang menenangkan.
Setelah dokter pergi, Naka duduk di samping tempat tidur, memegang tangan Ivanka yang dingin. Dia berusaha tersenyum untuk memberi semangat, meskipun hatinya remuk melihat penderitaan istrinya.
“Sehat Ivanka.” Gumamnya.
Naka juga tidak tega melihat keadaan Ivanka, wanita yang dulunya sangat menjaga penampilan itu harus menderita sekarang. Rambut pendek, wajah menghitam dan tubuh yang mengurus. Namun meski begitu, tidak ada hatinya merasakan getaran cinta yang kuat. Rasa sayang dibalut rasa iba malah yang semakin membesar di hati.
Naka memandangi jendela, dengan pemandangan langit yang sudah mulai menggelap. Tidak dapat dipungkiri sudah dua hari ia tidak bekerja, artinya dia tidak bisa melihat Anulika, istri kecilnya yang diam-diam ia nikahi, karena kesalahan satu malamnya.
Sudah dua hari ini tidak ada kabar darinya, dan Naka mulai cemas. Sebenarnya dia bisa saja menghubungi Lika, namun gengsi tinggi membuat Naka enggan melakukannya. Paling dia meminta kabar dari asisten merangkap sekretarisnya, Bara yang menggantikan tugasnya di kantor.
Dia mencoba menghubungi Bara, rekan kerjanya, untuk menanyakan keadaan Lika. "Semua aman, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." jawab Bara melalui telepon.
Namun, kekhawatiran masih menggelayuti pikiran Naka. Apakah Lika mengalami kesulitan beradaptasi di gudang? Apakah dia baik-baik saja? Naka merasa bimbang dan bersalah karena tidak bisa berada di dua tempat sekaligus, merawat istrinya di rumah sakit sekaligus memastikan Lika tidak kesulitan dengan pekerjaan barunya.
Ah sial, Naka tidak dapat menghilangkan Lika dari pikirannya sendiri. Naka adalah pria yang bertanggung jawab, terlebih pada istrinya. Tapi jangan meminta hati padanya, karena dia akan kesulitan memberikannya.
Di tengah kebingungan dan kekhawatirannya, Naka menggenggam tangan Ivanka lebih erat, berharap kehadirannya bisa memberikan sedikit kenyamanan.
Dia juga berjanji dalam hati akan segera mengunjungi gudang secepat mungkin untuk memastikan semuanya baik-baik saja dengan Lika, sekaligus menjaga Ivanka dengan sebaik mungkin dalam perjuangannya melawan penyakit.
Hari ketiga, kondisi Ivanka mulai semakin membaik. Sudah mulai bisa berbicara meski masih terdengar parau dan lemah.
“Babe, kamu enggak kerja dong ya?”
“No, aku menjaga kamu.” “Terima kasih.” “Sudah tugasku, Ivanka.” Ucap Naka. Dia mengurus keperluan Ivanka dibantu pelayan, tidak ada ornag tua Ivanka yang datang malah asik berpelesiran ke luar negeri. Jengkel, tentu saja. Naka berharap mertuanya itu bisa membantunya menjaga Ivanka, ketika dia sibuk bekerja.Seperti sekarang ini, dimana Ivanka membutuhkan perawatan dan perhatian, kedua orangtuanya malah tidak mempedulikannya. Makin kasihan Naka melihat istri yang tidak pernah ia cintai ini.**