Tubuh seorang Bayanaka Rasyid Gasendra membeku, tegang dikecup tiba-tiba oleh seorang gadis cantik yang sialnya, pernah ia rasakan tubuhnya.
Tidak ada yang berubah masih manis, dengan perlahan Lika memberanikan diri memagut bibir Naka dengan kakunya. Merasakan sensasi yang lain, meski awalnya Naka diam namun lama kelamaan semakin tergoda, hingga tanpa sadar Naka membalasnya, malah kini Lika yang kehabisan napasnya. Keduanya saling memejamkan mata, menikmati lumatan dan belitan lidah yang hangat itu. Naka menekan tengkuk Lika, agar ia bisa melesakkan lidahnya kedalam dan semakin dalam. Eungh.. Lenguhan bernada sensual dari mulut Lika terdengar. Membuat Naka makin dalam lagi melumat bibit mania yang sepertinya akan membuatnya candu. Sesuatu yang terasa panas mulai menjalar ditubuh Naka, sebagai pria normal tentu dia sangat tertarik dengan tubuh Lika, apalai kini dia sudah sah menjadi istrinya. Hingga tangan Naka mulai nakal menjalar ke area punggung, dia memberi usapan lembut. Sedangkan Lika tidak tinggal diam, dia menjambak rambut Naka dengan beraninya. Sampai tangan Naka mulai berpindah ke arah depan, sesuatu yang pas di cakupan tangannya terasa kenyal dan lembut. “Pakk..” pekik Lika mendorong dada Naka karena meremas buah semangkanya. Hosh hohs hosh "Pelan-pelan bapak mau bunuh saya ya." kesalnya karena malah Naka yang melahap bibirnya. Niat ingin menggoda, malah dia yang kalah. “Tangannya nakal.” Pekiknya menutupi dada dengan kedua tangannya. Naka meringis, sialan gadis ini mengujinya saja. “Kamu mau menggoda saya? sengaja!” sindir Naka dengan wajah dinginnya. Sok-sok’an merasa jika ciuman itu tidak berarti apa-apa padahal ia sangat menikmatinya. “Lika mau disini saja pak. Nggak mau pindah ke gudang.” rengeknya. “Tidak! Keputusan saya sudah bulat, sekarang pergi saya banyak kerjaan.” Tegas Naka menurunkan kasar tubuh Lika dari pangkuannya. Segera Lika turun karena suaminya menyentak tubuhnya agar turun dari pangkuan. “Punya suami galak banget.” pekik Lika kesal, karena gagal merayu suaminya. Naka yang melihat kepergian Lika langsung menyenderkan kepalanya disenderan kursi. Menarik napas panjang dan menghelanya, dia memejamkan matanya. Mengusap bibirnya, ciuman tadi begitu indah dan sangat menenangkan baginya. Ada sesuatu dalam dirinya yang ingin menarik tubuh gadis itu ke ranjangnya, dan menghabiskan malam dengan hebatnya. Jujur Naka tertarik pada Lika, gadis itu sangat cantik. Bisa merasakan tubuhnya yang masih putih adalah hal yang tidak bisa ia lupaka, dia ingin lagi. Namun Naka harus menahan diri, khawatir jika Lika malah akan hamil jika ia menjeratnya lagi. * * Hahh.. Baru masuk gudang induk Lika sudah mendesah saja. Bos sialan yang sayangnya suaminya sendiri, dengan teganya memindahkannya ke bagian gudang. Kebanyakan karyawan disini adalah laki-laki, karena memang pekerjaannya berat dan banyak tenaga yang dibutuhkan. “Loh mbak Lika pindah kesini sekarang?” tanya beberapa rekan di gudang Lika mengangguk, iya dia dibuang suaminya ke divisi gudang. Jahat sekali suami barunya itu, menikah belum ada hitungan minggu ia sudah disiksa begini. Lika juga tadi menunggu nafkah, berupa uang jajan tapi suaminya malah anteng saja. Hari itu ia habiskan untuk mengenali tugas barunya, menjadi purchasing admin di gudang. Mencatat dan menghitung jumlah barang yang masuk dan keluar, juga jika beberapa bahan yang akan dipakai untuk pembangunan sebuah gedung maka Lika yang akan turun langsung sendiri. Mana barang yang akan habis dia harus mencatatnya, jangan sampai lupa sangat diperlukan sekali. “Lika, kamu pelajari ini dulu. Jangan sampai salah, nggak apa-apa kamu kan baru jadi belajar saja dulu.” kata pak Teo, kepala di divisi gudang. Ia hanya dapat mandat dari Bara agar mengajari Lika. Selebihnya biar gadis itu sendiri yang berusaha. Kebanyakan rekan kerja Lika tentu kaum Adam, karena gudang identik dengan pekerjaan berat. Sore menjelang tubuhnya langsung kaku, karena harus bolak balik ruangannya dan ruang workshop. “Mbak Lika mau pulang, mau bareng nggak nih?” tawar salah satu rekan kerja Lika di bagian gudang. “Bareng sampai stasiun kereta mau tidak. Lumayan mbak hemat ongkos.” Ujarnya lagi. Tawaran yang merupakan godaan mampir ke Lika, wajar saja biasa melihat batangan kini seorang gadis, mana cantik lagi semok. “Nggak usah pak, makasih.” Tolak Lika sopan. “Nggak usah malu-malu, nggak saya culik kok.” Memaksa sekali. Lika menolak kembali, karena dia lebih baik angkutan umum saja. “Beneran nih?” “Benar pak. Sudah sana pulang, sudah sore.” Pekik akhirnya tidak tahan juga. “Ya sudah mbak Lika, saya duluan ya.” “Iya pak.” Sahut Lika. Dia kemudian keluar area gudang dan akan menuju luar kantor. Seharian ini dia merasa tidak enak sekali, mungkin kena debu dan sesak karena dia juga memakai masker sepanjang bekerja. Namanya juga gudang ya penuh dengan debu. Lemas Lika ini, seperti tidak makan seharian. Padahal tadi makan siangnya banyak sekali, nasi padang. “Oh ya Tuhan, kenapa perjalanan jauh sekali.” Keluhnya menuju halte. * * Dikamar apartemennya yang sempit, Lika mengurut kakinya sendiri dengan minyak angin. Pegal sekalim seharian gadis itu mondar mandir kesana kemari. “Pegal banget sih.” Pekiknya. Maunya urut dengan terapis, namun Lika terlalu malas bepergian. Alhasil dia dirumah saja, urut sendiri. “Tega emang tuh suami. Berasa hidup sendiri aja.” Keluhnya. Ah Lika tersadar akhir-akhir ini dia banyak mengeluh, siapa lagi coba kalau bukan karena Bayanaka Rasyid Gasendra. Bos yang sudah menjadi suaminya. Suami bayangan, tidak terlihat sama sekali. Iseng Lika memainkan ponselnya. Lalu entah ide darimana dia mengetikkan nama suami di kolom pencarian. Keluarlah berita-berita tentang Naka. Umumnya tentang pencapaian karirnya sebagai seorang pengusaha dan pewaris tunggal kerajaan bisnis Gasendra. “Ganteng sih.. Sayang galak.” Gumam Lika sendirian. Ada banyak berita mengenai Naka, tak terkecuali berita tentang pernikahannya. Memberanikan diri Lika membuka foto istri Naka. Terpampanglah seorang perempuan cantik dengan tinggi semampai di samping Naka. “Cantik.” Lirihnya pelan. Memang cantik, Ivanka dulunya adalah seorang model. Dia berhenti dari dunia modelling semenjak menikah dengan Naka. Sampai sekarang tidak ada kabar lagi atau pun foto terbaru darinya. Hanya foto-foto lama saja. “Cocok banget sama Pak Naka. Ganteng dan cantik.” Lika mendesah, ah kalau bukan karena kesalahan satu malam dia dengan bosnya. Mungkin tidak akan seperti ini. dia seperti pelakor yang merebut suami orang. Tapi Lika juga perempuan biasa, yang mengalami kekhawatiran jika dia hamil diluar nikah dan tidak memiliki suami. Apa kata orang, ah tidak, Lika tidak peduli kata orang. Dia hanya mempedulikan kata keluarganya di Bandung. “Maaf ya ma.. Lika jadi anak yang nakal.” Lirihnya, selalu sedihjika mengingat mamanya yang seorang single parents itu. **Diruangan Naka, pria itu masih berkutat dengan berkas di meja. “Bagaimana Lika disana Bara?” tanya pada sang asisten, yang sudah paham mengapa Naka menikahi gadis itu.Ia juga tadi sedikit disalahkan, karena sakitnya Naka haurs mengajak Lika dinas ke luar negeri yang berakhir kekacauan.“Baik pak, sudah bisa beradaptasi dengan baik. Ya paling resikonya, hmm digodain pekerja Gudang pak.” jawab Bara, sengaja agar Naka berbaik hati memindahkan Lika kembali ke jalurnya. Dia juga sedikit terbantu dengan adanya Lika, si gadis lugu yang bagus dalam pekerjaannya.Naka mendengus, sudah bagus disana mau dipindahkan kemana. Gudang adalah tempat yang paling jauh darinya, namun masih bisa ia pantau. Berbeda jika di kantor cabang, lokasi yang jarang Naka jarang datangi.“Lika akan tetap disana pak?” tanya Bara memberanikan diri.“Disana saja.” jawabnya tegas.Ketika sendiri di ruangannya, Naka mulai memejamkan matanya. Tingkah lugu istri barunya benar-benar diluar nalar, seenaknya duduk diruanganny
Malamnya, Naka makin gelisah. Ada rasa entah apa namanya, dia selalu memikirkan Lika. Suaranya yang manja, sikapnya yang absurd terkadang menggodanya dan menjengkelkan. Tapi Naka suka, membuat harinya begitu berbeda dan berwarna.Dengan membuang rasa ego, Naka menghubungi Lika. Mau tahu dimana gadis ini sekarang. Hari sudah beranjak malam dan turun hujan.Sekali dua kali, tidak kunjung diangkat. Sampai Naka memeriksa kembali apa nomornya benar atau tidak. Kembali Naka menghubungi istri kecilnya itu.“Angkat Lika, angkat.” Ujarnya menggeram sendiri.Saat Naka mendengar suara Lika di ujung telepon, rasa lega sejenak menyelimuti hatinya. Namun, rasa lega itu segera tergantikan oleh gelombang kecurigaan. "Masih di jalan." kata Lika dengan suara yang terdengar lelah, menjawab panggilan suaminya.“Dijalan?” beo Naka, sudah malam masih keluyuran.“Iya, nanti di hubungi lagi.”“Lika.”“Apa?”“Dimana?” tanya Naka kembali memastikan.“Dibilang dijalan.” Sentak Lika kesal.“Sama siapa?”“Teman.”
Lika mengerjap kaget ketika Naka mengatakan akan menginap disini. Maksudnya bagaimana, kenapa pak bosnya mau menginap di apartemen mungilnya ini. lebih enak dirumahnya sendiri, Lika yakin ranjang milik Naka lebih besar dari miliknya.“Kamu tidak tuli bukan?” sindir Naka kesal, karena Lika seolah menolak kehadirannya.“No. Big no, bapak pulang saja. Tempat ini terlalu sempit buat berdua.” Lika mendekati Naka dan menarik tangan bosnya itu. Enak saja menumpang nginap, memang ia tidak punya rumah."Kenapa? Kamu lupa kalau kita juga pernah tidur bersama. Bahkan tanpa pakaian." sinis Naka, mengingatkan Lika tragedi malam berdarahnya. Lika berdecak, kesal jika diingatkan akan malam itu.“Bapak nggak punya rumah, sampai menumpang menginap dirumah karyawannya?” sindir Lika.Namun tenaganya kalah dari Naka, dan malah ditarik balik oleh Naka, hingga mereka berdua jatuh diatas ranjang kecil itu. Naka menahan napasnya ketika Lika ada diatas tubuhnya. Kedua mata itu saling pandang, menegaskan jika
Hari masih belum terang, ketika Naka terbangun karena mendengar suara pekikan dari arah kamar mandi. Meraba sisi ranjangnya, kosong. Lika di kamar mandi, dengan langkah gontai Naka menyusul gadis itu. Sempat melihat jam di dinding masih pukul 3 dini hari.Hoek..Lika sedang mengeluarkan semua isi perutnya di toilet, suaranya sangat mengenaskan.“Lika.. Kenapa?” tanya Naka, dia masuk ke dalam. Membantu gadis itu yang kesulitan dengan rambutnya. Rambut panjangnya Naka tangkup, dan memijit leher Lika.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Naka, mulai khawatir karena Lika tidak berhenti mengeluarkan isi perutnya.“Hmmm, keluar.” Usir Lika pelan. Tidak nyaman muntah ada orang lain. Naka mengabaikan, tetap ia pijat leher itu.Naka sadar dia pria dewasa, dalam kondisi ini Lika juga membutuhkannya. Sama ketika Ivanka sakit, Naka bersedia membantunya.Suara muntah itu memekikkan telinga, terlihat Lika berjuang mengeluarkan semua isi perutnya.“Sudah?” tanyanya, Lika mengangguk. Wajahnya merah, basah kar
Lika baru saja memasuki area kantor ketika dia dihadang oleh Kimberly, rekan kerjanya yang selalu mencari-cari kesalahan. Entah apa yang Kim irikan padanya, padahal Lika termasuk gadis yang biasa saja. Tidak seperti dia yang heboh sekali kalau ke kantor."Eh, ada gadis gudang. Kasihan sekali, hitam deh keliling terus." sindir Kimberly dengan nada mengejek.Lika berusaha mengabaikan komentar sinis tersebut karena kepalanya yang sedang sakit, tetapi Kimberly tidak berhenti. Dari Lika pertama masuk ke kantor ini, Kimberly memang sudah jahil padanya."Mulutmu iseng sekali ya. Berasa yang punya kantor ya." balas Lika, mencoba menahan emosinya. "Ya didoakan saja," sahut Kimberly dengan nada santai, seolah tidak terpengaruh oleh kemarahan Lika.“Terserahlah.” Abai Lika mencoba berjalan kembali.Kepala Lika semakin berdenyut dan tubuhnya terasa tidak enak, namun dia memilih untuk pergi meninggalkan Kimberly. Baru saja melangkah, tiba-tiba Kimberly dengan sengaja menyelengkat kakinya sehingga
Naka tidak jadi mengantarkan Lika ke dokter, istrinya memintanya untuk pulang cepat. Naka memenuhi keinginan itu, biasanya Ivanka akan minta dimanja, entah makan disuapi, minum obat atau tidur bersama.Naka harus memenuhi itu, Ivanka sedang sakit ia tidak mau istrinya merasa tidak ia perhatikan. Meski Ivanka juga mengerti akan kesibukannya diperusahaan.Niatnya meminta Bara untuk mengajak Lika ke dokter, namun dipikir lagi Naka suka menyusahkan Bara. Maka ia meminta Lika pergi sendiri, yang hanya dibalas iya saja.“Hai” sapa Naka, masuk ke dalam kamar Ivanka.“Sibuk sekali, aku sampai dilupakan.” Rajuk Ivanka, melihat suami tampannya. Tangannya mengulur, minta digapai sang suami. Naka yang mengerti lalu menggapai tangan itu, dan mengenggamnya.“Hmm.. Sedang banyak pekerjaan. Sudah makan?” tanya Naka, dan Ivanka menggeleng pelan, “Mau aku suapi?” tanya Naka, tentu saja ia mengangguk senang.“Lapar banget tidak, aku mandi dulu ya. Kotor kena debu.” Kata Naka, ia usahakan jika bertemu Iv
Cukup lama Naka mandi, karena sambil melamun. Ditambah dia tadi menghubungi Lika dan memikirkan gadis itu yang seenaknya saja pergi dengan laki-laki lain. Apa maunya Lika itu, pikir Naka.Usai memakai baju juga tidak langsung ke kamar Ivanka, dia malah menghubungi Lika kembali, dan gadis itu masih diluar. Bagaimana Naka tidak menggeram kesal.“Lama sekali mandinya.” Kata Ivanka menyambut kemunculan Naka.“Maaf, tadi habis terima telepon.” Ucapnya, langsung mengambil piring dan menyuapi Ivanka.“Maaf.”“Untuk?”“Karena merepotkanmu. Harusnya aku yang melayanimu, malah kamu yang melayani aku.” Ucap Ivanka sendu. Sebagai istri tentu Ivanka sedih, tidak dapat melakukan tugasnya.Naka tersenyum, ia mengusap kening wanita berwajah pucat itu. “Tidak apa. Nanti kalau kamu sudah sehat, aku akan menagihnya.” Canda Naka. Ivanka tertawa, “Tentu, tagih aku. Dan seumur hidup aku akan melayanimu.” Ucapnya sumringah. Senyum Naka berubah jadi ringisan, ia malah hendak membebaskan Ivanka jika wanita itu
Lika membuka matanya, mengerjapkan untuk menyesuaikan dengan Cahaya pagi, yang masuk melalui celah jendela kecilnya dari balik tirai. Ah, sudah pagi. Ini kenapa tubuhnya sakit semua, terasa lelah sekali. Dan inti tubuhnya, sial, terasa nyeri. Mengusap matanya, Lika menoleh kesamping, pria yang bermalam dan menyiksanya masih memeluk pinggang Lika dengan erat. Terlihat Naka sangat nyaman dipelukan Lika, meski matanya masih tertutup rapat.Lika menatap wajah tidur Naka, menikmati ketampanan pria yang memiliki selisih usai jauh diatasnya. Pria yang semalam menyiksanya dalam kenikmatan, meski ia sudah meronta untuk minta dilepaskan. Wajah Lika memanas mengingat betapa liarnya Naka tadi malam, jauh dibanding ketika pertama kali mereka melakukannya. Lika juga tidak sepenuhnya ingat, karena dia sedang mabuk kala itu.Mengingat tadi malam, Lika mendesah. Kalau begini sih dipastikan dia akan hamil. Mereka tidak menggunakan pengaman apapun coba. Jujur, Naka memberikan warna baru bagi hidupnya. T
Anulika terus memandang takjub akan kamar bayi perempuan yang sedang dikandungnya. Bagaimana tidak, kamar bayi dulu bekas kamar si kembar disulap sang suami sangat girly sekali.Kamar yang telah Naka siapkan untuk sang bayi perempuan memancarkan kesan lembut dan hangat. Dinding-dindingnya dicat dengan warna krim yang terang, memberikan kesan lapang dan bersih. Di sudut ruangan, terdapat tempat tidur bayi yang dilengkapi dengan kelambu tipis berwarna putih, menambah nuansa mimpian dan perlindungan.Di sekeliling kamar, terpajang beberapa pernak-pernik berwarna pink yang menambah keceriaan. Sebuah mobile dengan boneka kecil berbentuk bintang dan bulan menggantung di atas tempat tidur, siap menemani tidur sang bayi dengan lembutnya irama yang ditiupkan angin. Lantai kayu berwarna terang dipilih untuk kesan hangat dan alami, dan di atasnya terhampar karpet lembut dengan pola geometris sederhana yang nyaman untuk kaki kecil yang mungkin akan belajar merangkak di sana.“Bagus banget, mas.”
Lika berjalan dengan penuh semangat menuju kantor suaminya, hatinya berbunga-bunga membayangkan kejutan yang akan dia berikan kepada Naka. Bawaannya rindu terus sama sang suami tercinta.Lika ini jarang ke kantor Naka, padahal masih banyak teman-teman lama. Sudah jadi Nyonya besar dia, jadi menunggu suami pulang saja ke rumah.Ceklek,Dengan penuh keyakinan, dia membuka pintu ruangan suaminya sambil berseru lembut, "Papi sayang." Lika menyapa dengan mendayu lembut. Bara tidak ada di mejanya, pasti sedang mewakili suami di luar kantor.Deg,“Sayang,” sahut Naka membalas dengan raut terkehutnya.Namun, kegembiraannya seketika memudar saat melihat Naka sedang serius memimpin rapat dengan beberapa karyawan. Ruangan yang tadinya penuh dengan suara diskusi mendadak hening, semua mata memandangnya dengan tatapan terkejut.“Ehh, lagi rapat ya.” Lika meringis, malu sekali. Dia sudah menanyakan suaminya ada di kantor tidak, Naka menjawab ada. Memang ada, tapi sedang memimpin rapat.Lika merasa
Lika dan Naka merasa senang, masalah Martha dapat diselesaikan dengan baik. Eza dan Rendi Surya juga sudah meminta maaf pada Naka, karena memang keduanya tidak terlibat dalam rencana Martha.Kini, Lika dan Naka sedang mengadakan acara gender reveal bagi anak ketiga mereka. Awalnya Lika tidak mau, karena si kembar dulu juga tidak ada acara. Namun, Mama Nyra mengatakan tidak apa-apa, karena keadaan sudah berubah menjadi membaik. Akhirnya Lika pun mau mengadakan acara itu.Di tengah taman hotel yang luas, berbagai dekorasi alam telah disiapkan dengan cermat untuk pesta gender reveal Lika dan Naka. Lika sendiri yang turun tangan, meski suaminya sudah melarang. “Sayang percuma pakai EO, kalau kamu juga yang atur,” pekik Naka, menarik pinggang suaminya,Lika tertawa, melihat suaminya merengut karena ditinggal istrinya keluar. Mereka sudah berada di hotel, tempat acara akan berlangsung besok. “Gemes mas, ini terlalu indah. Jadi aku mau ikut terlibat,” jelas Lika.“Nggak usah,” tegas Naka,
Lika mendekati suaminya, seharian ini dia membiarkan Naka dengan si kembar. Mereka mandi bareng, bermain, makan dan memberantakan rumah dengan segala isinya. Lika acuh saja, dia tahu Naka sedang berusaha mengembalikan mood-nya, setelah kejadian tadi malam.“Hei,” sapa Lika memberikan secangkit cokelat hangat untuk Naka.Naka menerimanya dengan senyuman manisnya, “Terima kasih sayang,” balasnya.Lika duduk di samping suaminya, menyenderkan kepala manja di lengan sang suami. “Kamu sudah membaik, mas?” tanyanya pelan.Naka mengangguk, “Yeah, berkat kamu sayang.”“Ingin membahasnya?”Naka terdiam, dia tahu soal apa tapi bingung mau memulainya darimana. “Entahlah, apa kamu bisa menerima ini, sayang.”“Maksud mas?” Lika menegakkan duduknya.Naka menghela napasnya berat, lalu memandang penuh cinta istri cantiknya. “Tadi malam sangat kacau, aku berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”“Siapa yang taruh obat itu, mas. Gimana bisa, aku masih nggak ngerti?”Naka pun menjelaskan, jika dia hadi
Lika menatap suaminya, Naka, dengan kebingungan saat pria itu masuk ke dalam kamar mereka dengan langkah gontai.Brak!“Mas,” pekik Lika saat Naka masuk kamar dan langsung jatuh ke lantai.“Mas mabuk ya?” tanyanya seraya membantu suaminya berdiri.Wajah Naka pucat pasi dan keringat bercucuran membasahi kemeja yang dikenakannya. "Mas, kenapa?" tanyanya dengan suara yang penuh kekhawatiran.Naka tidak menjawab, hanya berjalan lunglai menuju kamar mandi sambil menahan dinding. "Lagi sayang," pekiknya, suaranya terdengar serak.“Lagi apa?” tanya Lika heran. “Isi dengan air dingin dan tambahkan es batu."Lika bergegas menuruti perintah suaminya, sambil hatinya berdebar kencang, takut ada sesuatu yang serius terjadi pada Naka. Dia mendengar suaminya menggeram kesakitan dari dalam kamar mandi.“Mas kenapa, jangan bikin aku panik,” pekik Lika, karena Naka langsung menyeburkan diri ke dalam bathube tanpa membuka bajunya.Hap!Naka menahan tangan Lika, saat istrinya mencoba melepaskan dasi yan
Suara musik makin menggema, padahal hari sudah sangat larut malam. Naka yang merasakan sedikit pusing, memutuskan untuk berdiam dulu. Mencoba menghilangkan rasa pusing di kepala, mungkin karena lampu kelap kelip dan musik yang begitu kencang. Membuat kepalanya menjadi pening.Sementara itu, Martha terus berbicara tentang peluang bisnis yang bisa mereka eksplorasi, sesekali tertawa dan menepuk bahu Naka. Naka hanya bisa mengangguk, sambil terus mencari strategi untuk bisa keluar dari situasi yang semakin membuatnya tidak nyaman ini.Naka merasa kepalanya berputar, tubuhnya tidak stabil seolah melayang. Dia memegangi dinding berusaha menjaga keseimbangan. Rendi tertawa kecil saat melihat Naka mengambil gelas itu, "Hanya sekali, Naka. Nikmati malam ini," katanya penuh arti.Sesudah minum, Naka langsung merasakan sesuatu yang aneh. Dia merasa panas dan dingin secara bersamaan, dan kepalanya seperti dipukul dengan palu.“Aku ke belakang dulu.” Naka berdiri dan pergi. Lebih baik dia kabur sa
Dug!Dug!Huaaaaaaa… “Mamiiiii…” jerit Galaxy saat galen menggetuk kepalanya dengan mainan.Lika menghela napas penuh kesabaran, si kembar berantem lagi. Namanya anak laki-laki, bermainnya selalu adu fisik memang.Merasa jantungnya berhenti sejenak melihat Gala dan Galen, anak kembarnya yang berusia dua tahun, saling dorong dan terjatuh bersamaan. Dari kejauhan, tangis mereka menggema, memecah kesunyian sore itu. Mama Nyra, yang baru tiba langsung mendengar keributan itu. Dari pintu masuk ia bergegas mencari sumber suara."Kenapa ini?" tanya Mama Nyra seraya memisahkan kedua cucunya yang masih saling tarik.Gala, dengan mata berkaca-kaca, menunjuk ke arah mainan truk kecil yang tergeletak di antara mereka. "Galen ambil mainan Gala, Oma!" ujarnya dengan suara terisak.Sementara Galen, yang juga tidak kalah sedihnya, menggenggam erat mainan itu. "Tapi Gala yang mulai, dia yang dorong Galen dulu!" sahutnya, mencoba membela diri.Mama Nyra menghela napas, hatinya terasa berat melihat cucu
Degh!Lika menggenggam lengan kemeja Naka dengan erat, matanya menyala seakan bisa membakar apa saja yang dilihatnya. Noda lipstik merah di kain putih itu seperti bukti pengkhianatan yang tidak bisa dipungkiri.“Mas…!” teriaknya memanggil sang suami yang sudah merebahkan diri di ranjang. Habis pulang bekerja, main dengan anak lalu masuk kamar.Naka kaget, ia kira istrinya jatuh di kamar mandi. Dengan berlari Naka menemui sang istri yang ternyata sudah ada di hadapannya.“Kenapa sayang, kamu kenapa?” desah Naka khawatir.Lika manyun, kesal sekali hati ini."Mas selingkuh ya? Siapa ini? Kenapa ada lipstik di kemeja kamu?" suaranya meninggi, penuh tuduhan.Naka terpaku, kebingungan menyelimuti wajahnya. Dia memandangi kemeja yang ditunjuk Lika, sama terkejutnya.Hah!Kenapa ada noda merah di bagian lengan kemejanya.“i-ini..”“Nggak ngaku? Tega kamu, mas!” pekik Lika.Naka menarik kemeja itu, melihat dengan seksama. "Sayang, aku nggak tahu noda ini darimana," katanya, suaranya mencoba me
Naka melingkarkan tangannya di pinggang sang istri, kemudian mengecupi leher jenjang Lika yang terekpose sempurna. Karena wanita itu hanya mengenakan dress hamil model kemben.“Senang kan?” tanya Naka memeluk istrinya dari belakang.Lika yang sedang mengeluarkan pakaian dari koper hanya bisa mengangguk dan melenguh dengan mesra.“Mandu dulu sana,” kata Lika lembut.Namun Naka menolak, dia hanya mau mandi Bersama istrinya. “Mandinya sama kamu,” bisiknya dan mengulum daun telinga Lika dengan penuh perasaan.“Mas ih, katanya dinas. Kok malah mesum sama aku sih,” ketus Lika berpura-pura. Naka tertawa, dia memang sengaja mengajak istrinya ke Bandung menemaninya dinas.Lika akan di dalam hotel, sedangkan Naka dengan pekerjaannya. Tidak begitu sibuk, makanya dia bisa mengajak Lika. Naka diminta jadi pembicara di sebuah seminar dan Naka juga akan melakukan pertemuan dengan klien bisnis di Bandung.“Mesum sama istri sendiri boleh banget,” kata Naka lagi, dekat sekali sampai Lika bisa merasakan