"Pangeran, aku mencintaimu," teriak seorang gadis yang berlari menuju kearah putra mahkota.
Putra mahkota melihat kebelakangnya, ia muak, ia benci mendengar suara yang menggangguunya setiap hari.
"Kau mengapa kau terus bersama pangeran Carlos? Tak tau kah aku dengannya sudah bertunangan?" Sang gadis bernama Mikaila mengalihkan atensinya kearah seorang gadis cantik seusianya yang duduk terlalu dekat dengan Carlos.
"Maafkan saya Lady, saya dan Carlos hanya teman dan kami hanya bermain sebentar," jawab gadis bernama Helena dengan suara lemah.
"Hei siapa kau berani sekali memanggil putra mahkota kerajaan ini hanya dengan nama? Kau itu hanya seorang putri bangsawan rendahan yang sudah jatuh, jadi sadarlah posisimu," ucap Mikaila berkata tajam.
Gadis yang bernama Helena itu mulai menangis, dan hal itu menarik simpati Carlos.
"Maaf Lady, sa-saya tidak bermaksud begitu," jawabnya dengan suara yang bergetar.
"Tid—"
"Mikaila cukup! Berhenti bertindak kekanak-kanakan. Aku yang menyuruhnya untuk memanggilku hanya nama saja. Jadi berhenti menggertak Helena mulai saat ini!" Carlos berkata tajam, matanya memandang benci kearah Mikaila.
"Ta-tapi mengapa pangeran? Bukankah aku tunanganmu? Kenapa kau tidak mengijinkanku menyebut nama mu? Kenapa dia kau mengijinkannya untuk itu?" tanya Mikaila sembari menunjuk kearah Helena yang sudah berlinang air mata.
"Karena namaku terlalu indah untuk diucapkan oleh manusia kotor sepertimu," jawab Carlos dengan sedikit berteriak. Selalu saja begini, ntah mengapa setiap kali bersama Mikala ia akan selalu kehilangan kesabaran.
Mikaila tersentak mendengar ucapan Carlos, ini bukan kali pertamanya ia diperlakukan kasar oleh Carlos, ia sudah biasa sangat biasa malah. Namun tetep saja sangat sakit ketika orang yang paling kau cintai, memperlakukanmu secara kasar.
Ia ingin menangis, namun mati-matian ia tahan. Ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan Carlos, dan malah semakin membencinya. Ia ingin terlihat kuat di depan Carlos, agar lelaki itu tau bahwa Mikaila yang kuat seribu kali lebih baik dibandingkan Helena yang hanya tau cara menangis.
Namun Mikaila tidak tau bahwa lelaki itu akan mudah merasa simpati apabila melihat wanita menangis.
"Mikaila tidak bisakah kau tidak membuat onar? Kau hanya membuat malu keluarga," kata seorang lelaki yang sudah muak melihat kelakuan Mikaila.
Bukan, bukan Carlos yang mengatakan itu akan tetapi Evands, kakak ketiga Mikaila yang sangat membenci Mikaila dan sangat mencintai Helena.
"Kenapa kalian selalu membela dia, jelas-jelas dia tidak lebih dari seorang gadis yang tidak bisa melakukan apa-apa, hanya bisa menangis. Cih, tidak bisa dibandingkan denganku," ujar Mikaila dengan sedikit berteriak karena sudah terlalu kesal.
"Hentikan omong kosongmu Mikaila kau memang tidak bisa dibandingkan dengan Helena, Helena jauh, jauh, jauh lebih baik darimu. Kau tidak ada apa-apanya sehelai rambutpun dibandingkan Helena, karena kau terlalu buruk untuk dibandingkan dengan Helena," kata Evands dengan kejamnya.
"Kau lihatlah Helena, dia cantik, anggun dan berbudi luhur. Tidak seperti mu hanya tau cara menggertak orang," lanjut Carlos yang sama kejamnya.
Mikaila terkekeh merasa lucu mendengar omongan Evands dan Carlos.
"Anggun dan berbudi luhur? Wanita yang hanya tau caranya menangis itu tidak bisa dibandingkan denganku. Sadarlah Putra mahkota, jika bukan karena ku, nyawa mu sudah mati berkali-kali," balas Mikaila dengan tajam.
"Dan ingatlah Mikaila jika bukan karena nyawa kecilmu, aku tidak sudi bertunangan dengan manusia seperti mu, oh aku lupa sepertinya kau bukan manusia tapi kau adalah iblis," kata Carlos dengan seringaian yang membuat orang melihatnya bergidik.
"Dan kau harus ingat Mikaila, sampai kapanpun yang akan aku cintai hanyalah Helena," lanjutanya dengan senyum iblisnya.
Mikaila merasa terluka oleh perkataan Carlos, namun bukannya menatap tajam Carlos gadis itu malah menatap tajam Helena. Ia membenci Helena, seandainya gadis itu tidak pernah hadir, pastinya Carlos saat ini bersamanya.
"Kau, ini semua karena kau. Harusnya kau tidak pernah hadir aku membencimu." Mikaila mulai menggila, ia mulai menyerang Helena, namun sayang tindakannya sudah dihentikan oleh dua orang lelaki yang sudah siap pasang badan untuk melindungi Helena.
"Kau gila Mikaila, seharusnya yang tidak pernah hadir itu kau! Jika bukan karena kau, Ibunda saat ini masih hidup. Dasar anak sial," ujar Evands yang sudah mendorong Mikaila dengan begitu keras sampai gadis itu jatuh.
"Kau sudah melewati batas Mikaila, pengawal cepat bawa pergi Lady Mikaila, usir dia!" teriak Carlos memanggil pengawal.
Para pengawal menyeret paksa tubuh mungil Mikaila, sementara Mikaila hanya pasrah diperlakukan seperti itu, baginya itu sudah menjadi hal yang biasa.
Dan bagi para pengawal dan pelayan pemandangan ini sudah bukan hal yang aneh, pemandangan putri Duke sang tunangan putra mahkota di seret paksa hanya untuk putri bangsawan rendah yang sudah jatuh.
Saat ini, keluarga Theo sudah sampai di dunia manusia. Mereka menyamar, sebagai manusia biasa, karena tidak ingin manusia-manusia di sana ricuh dengan kedatangan mereka.Theo berserta istri dan anaknya, langsung pergi ke kerajaan Valcke. Karena sebelumnya, Mikaila sudah memberitahukan kedatangannya pada Serena, melalui kalung yang waktu itu dia berikan pada Serena. Ternyata, kalung itu selain berguna untuk melindungi Serena, juga bisa digunakan untuk berkomunikasi.Cara kerjanya mirip dengan alat sihir yang dibuat oleh Anhard waktu itu. Hanya saja ini berbentuk kalung.Sekarang, Leonard dan Serena telah menjadi raja dan ratu kerajaan Valcke. Semenjak kejadian jatuhnya Irene waktu itu dan semua kebusukan Irene terbongkar, Irene langsung di hukum mati dengan cara dipenggal atas segala dosa-dosanya. Jasad Carlos dimakamkan di makam khusus kerajaan, karena biar bagaimanapun dia mati sebagai pahlawan.Dan semenjak kejadian itu semua, Petricio jatuh
7 tahun kemudian"Tidak, Ayah, aku ingin bersama Ibu, Ayah pergi sana." Bocah kecil berusia kisaran tujuh tahun itu menatap Theo dengan galak, dia memeluk Mikaila seolah takut Theo, akan mengambil ibunya darinya.Ya, bocah berusia tujuh tahun itu adalah anak Mikaila dan Theo. Namanya Axelion, tidak ada alasan khusus mengapa Theo dan Mikaila menamai anaknya seperti itu. Nama ini, Theo dapat secara tidak sengaja ketika sedang memikirkan nama yang bagus untuk anaknya. Akhirnya, tanpa sengaja Theo mempunyai ide untuk memberikan nama Axelion pada anaknya itu.Saat Mikaila melahirkan Axelion, Mikaila merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa. Saat Mikaila sedang melahirkan, suara petir bergemuruh diiringi dengan terdengarnya suara tangisan bayi.Sesuai dengan yang sudah ditakdirkan, keturunan Dewi Cahaya dan Dewa Kegelapan akan memiliki kekuatan yang maha dahsyat, dan Axelion adalah buktinya.Saat pertama kali Axel
Saat ini, Mikaila sedang mengandung anak pertama mereka. Usia pernikahan Mikaila dan Theo sudah berjalan 7 bulan, dan di bulan ke-tiga pernikahan mereka, Mikaila telah telah mengandung buah hati mereka. Karena Mikaila adalah seorang Dewi dan Theo adalah seorang Dewa. Tentu saja kehamilan Mikaila tidak seperti manusia normal.Di kehamilannya yang baru menginjak bulan ke-tiga ini, perut Mikaila sudah membesar seperti orang yang telah hamil sembilan bulan.Mikaila dan Theo saat ini tengah bersantai di kamar mereka, Theo yang kini telah menjadi Dewa Agung, memiliki tanggung jawab yang besar dan jarang memiliki waktu bersama istri tercintanya.Makanya ketika ada waktu luang begini, biasanya akan Theo gunakan untuk bermanja-manja pada Mikaila. Seperti saat ini, dia dengan manjanya tertidur di pangkuan Mikaila, dengan paha Mikaila sebagai bantalnya, wajahnya menghadap langsung pada perut Mikaila yang sudah membuncit sesekali Theo mengecupi perut bunci
"Dewa Agung, gawat! Dewa Kegelapan dan Dewi Cahaya telah bangkit dan sepertinya mereka akan membalas dendam karena peperangan besar yang terjadi waktu itu!" Salah satu orang kepercayaan Dewa Agung lari dengan terburu-buru menghampiri Dewa Agung. Dia khawatir, bahwa Mikaila dan Theo akan bersatu dan pada akhirnya membunuh Dewa Agung."Mereka sudah bangkit kembali?" tanya Dewa Agung, yang dibalas dengan anggukan oleh orang kepercayaannya itu.Bukannya takut, Dewa agung itu malah tersenyum. "Kita lihat, sampai mana bocah-bocah itu, berhasil melawanku," katanya yang masih saja merasa sombong.BoomTepat setelah Dewa Agung berkata seperti itu, pintu istana Royalgeez hancur. Semua yang ada di dalam ruangan nampak kaget. Setelahnya, mereka melihat Mikaila dan Theo yang berdiri dengan gagahnya di hadapan mereka.Mikaila menatap Dewa Agung yang ada di kursi singgasana dengan pandangan dingin. Sesuai sumpahnya waktu itu, dia a
1000 tahun laluMikaila memeluk tubuh Theo yang sudah tidak bernyawa, dia menangis keras karena kini lelaki yang dicintainya tidak lagi memiliki tanda-tanda akan membuka matanya."Theo kau harus bangun! Kau tidak bisa meninggalkan aku sendiri di sini," ucap Mikaila sambil memeluk wajah Theo yang kini sudah dipenuhi darah. Bahkan kini pakaian yang dikenakan oleh Mikaila ikut memerah karena terkena darah milik pria itu.Mikaila merasa dunianya runtuh, dia tidak tahu bahwa perang besar ini akan terjadi. Dewa agung dan pasukannya terlalu licik, mereka tahu bahwa Theo kehilangan alat pengendali alam kegelapan miliknya. Dan saat kesempatan ini, mereka menyerang Theo dan membuatnya kalah dengan mudah.Mikaila tahu, dari dulu Dewa Agung selalu takut posisinya terancam oleh Theo karena semakin lama, Theo semakin kuat. Di dunia ini, di mana yang kuat adalah pemenangnya. Dan jika Theo terus bertambah kuat, maka kemungkinan besar Theo bisa mengalahkan Dew
Setelah Javis menghilang, suasana mencekam pun hilang, angin dan kabut yang sangat kencang pun reda.Kini suasana kembali tenang. Cahaya bulan purnama merah telah meredup. Kini digantikan dengan cahaya bulan dan bintang.Mikaila tersenyum menatap Theo, yang dibalas dengan senyuman oleh lelaki itu.Dua orang itu saling berjalan menghampiri. Lalu, Mikaila kembali mendekap kembali tubuh Theo dengan erat. "Akhirnya, aku tidak jadi kehilanganmu, aku taku sekali," ucap Mikaila dalam dekapan Theo."Aku tidak akan pernah pergi Kai, aku akan selalu ada untukmu, dan semuanya akan selalu baik-baik saja," bisik Theo tepat di telinga Mikaila, seraya mengecup lama puncak kepala gadis itu."Apakah setelah ini, kita akan kembali ke dunia Dewa?" tanya Mikaila mendongkakan kepalanya, dan mata biru tuanya bertatapan langsung dengan mata violet milik Theo."Ya, karena biar bagaimanapun ini bukanlah dunia kita," jawabnya sambil mengelus p